Kamis, 20 Agustus 2015

Nasabah Prioritas


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Papa pengen liat mama bercinta sama cowok lain.”
Kalimat itu langsung terlintas dipikiranku. Beberapa kali kalimat itu diucapkan suami selesai kami bercinta. Itu adalah salah satu fantasi seksnya. Fantasi seks yang muncul dari menonton sebuah film bertema swinger. Aku ikut menontonnya saat itu. Tanggapanku selalu dingin setiap kali suami mengutarakannya, lagi dan lagi. Hanya saja, kali ini sepertinya fantasi itu adalah solusi untuk masalahku.
“Bagaimana Dit?”             
Tersadarku dari lamunan. Kurasakan lagi belaian dipahaku. Tangan itu milik salah satu nasabah prioritasku. Sebut saja namanya Pak Pramono. Dia lebih senang kupanggil Pram atau Om. Pak Pram semakin mendekatkan duduknya. Tubuh kami kini hampir menempel. Kutepis secara sopan tangannya dari pahaku. Kupindahkan posisi dudukku sedikit menjauh.
“Biar saya pikirkan dulu ya Om.”
Dia tersenyum. “Baiklah, pikirkan saja dulu. Om tunggu jawaban kamu.”
Usia Pak Pram sudah lebih dari separuh baya. Hampir seumuran dengan ayahku. Itulah kenapa dia biasa memanggilku dengan panggilan ‘Dita’, tanpa embel-embel ibu atau mbak.
Pak Pram terkenal sebagai playboy. Salah satu incarannya adalah aku. Iya, dia memang ingin meniduriku. Sudah beberapa kali dia mengungkapkan maksudnya itu. Berbagai rayuan sudah digunakannya. Ajakannya itu terus kutolak. Kutolak secara sopan, tentunya. Bagaimana pun dia adalah nasabah bermodal besar. Hubungan baik harus tetap kujaga. Bahkan saat aku mengaku sudah bersuami dan memiliki satu anak, tetap saja tidak menyurutkan niatnya.
Kini upaya terakhir pun dipakai Pak Pram. Kontrak dengan bank tempatku bekerja sengaja ia pending. Padahal kini hanya tinggal tahap penandatanganan para pihak. Secara khusus dia meminta kepada atasanku, agar aku yang mengurus kontrak ini. Dia bilang padaku, syarat tanda tangan adalah tidur dengannya. Aku jadi serba salah dibuatnya.