Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Andre, kamu penyelamat tante!”
seruku bahagia.
Data presentasi
yang kemarin kubuat muncul lagi. Girangnya aku melihat layar laptopku. Data
grafik, tabel dan lain-lain semuanya lengkap. Tadinya data itu hilang begitu
saja. Entah apa yang kutekan. Kini semuanya sudah kembali. Aku lega luar biasa.
“Muaahh,
muaahh.”
Langsung kudaratkan
ciuman dipipi Andre. Pipi kanan dan kiri. Saking bahagianya aku saat itu. Dia
jadi tersipu. Wajahnya memerah. Tidak terbayang bagaimana paniknya aku tadi.
Beberapa jam lagi aku ada jadwal presentasi. Kini hatiku lega, benar-benar
lega.
Sebelumnya
sudah kuceritakan sedikit tentang Andre. Dia adalah keponakanku, masih
berstatus mahasiswa. Umurnya lebih muda dari Rido, adikku. Kuliah jurusan teknik
elektro. Pengetahuan elektronya lengkap sekali. Baik itu hardware dan software. Itulah
kenapa aku menelponnya saat laptopku gangguan. Bersyukur dia bisa datang
secepatnya. Padahal baru kemarin dia kerumah membantuku. Sampai malam dia
membantuku mengedit slide presentasi.
“Kamu ada
kuliah kan hari ini? Maaf banget ya tante ganggu.”
“Cuma
satu mata kuliah aja kok tante.”
“Ya
ampun, kamu jadi bolos dong tadi?”
“Nggak
kok, tenang aja tante. Dosennya nggak dateng hari ini. Tadi Andre malah lagi
nongkrong ama temen waktu tante nelpon.”
Dia
tersenyum. Menenangkan rasa bersalahku.
“Syukur
deh kalo gitu. Oya hari ini kamu ada acara lain lagi nggak?”
Dia terdiam
sesaat, sebelum menjawab. “Kayaknya sih nggak. Emang kenapa tante?”
“Kalo kamu
nggak ada acara, bisa ikut nemenin tante presentasi nggak? Soalnya tante masih takut
kalo ntar mendadak laptopnya error
lagi.”
Andre
mengiyakan ajakanku. Dia pun ikut bersamaku menemui klien. Dikarenakan mobil
dinas semuanya sedang keluar, terpaksa kupakai mobil pribadi. Lagi-lagi
kuberdayakan tenaga Andre. Kemarin dia menjadi asistenku. Hari ini selain menjadi
teknisi, dia juga merangkap tugas sebagai sopir. Dia tidak menolak, malah
tersenyum. Dia pun kujanjikan traktiran makan siang.
Selama perjalanan
kusadari lirikan Andre. Sasarannya adalah paha dan dadaku. Terutama waktu mobil
berhenti, lampu merah maupun macet. Kubiarkan saja, toh dia sudah banyak membantu.
Teringat kembali aku kejadian di rumah sakit. Saat tidak sengaja kupamerkan isi
rokku padanya. Mungkin dia juga teringat hal yang sama, entahlah.
Presentasiku
dengan klien berjalan lancar. Hanya saja, berlangsung lebih lama dari
perkiraan. Sampai-sampai melewati jam makan siang. Aku sih tidak masalah dengan
itu. Apalagi makan siang sudah ditanggung mereka. Masalahnya aku jadi merasa
bersalah kepada Andre. Waktunya jadi tersita karena kegiatanku. Apalagi dia
musti menunggu diluar ruangan. Pastilah terasa sangat membosankan. Kukirim
pesan singkat ke ponselnya. Dia membalas dan berkata tidak apa-apa. Dilengkapi
pula dengan imotion smile.
“Maafin
tante ya Dre, tante nggak tau loh presentasinya jadi lama.”
Andre
menoleh dari belakang kemudi. Dia tersenyum.
“Kan udah
dibilangin nggak apa-apa tante.”
Balas kulempar
senyuman. Paling tidak hatiku lega, karena Andre tidak terlihat kesal.
Perjalanan
menuju kantor sedikit terhambat. Situasi lalu lintas benar-benar padat. Dari
informasi radio katanya ada pengalihan arus. Sedang ada demo mahasiswa menolak
kenaikan BBM, kalau tidak salah. Beruntung lagu-lagu yang diputar cukup
menghibur. Kulihat jam tangan. Tiga puluh menit lagi jam kerjaku berakhir. Lagi-lagi
hari ini kerjaan harus kubawa pulang. Aku memang sedang malas mengambil lembur.
“Masih
ada bahan presentasi buat diedit lagi tante?”
Mungkin
Andre melihat raut kegelisahanku. Maka dari itu dia bertanya.
“Ya gitu
deh.”
“Mau
dibantuin lagi?”
“Nggak
usah deh. Hari ini tante udah banyak ngerepotin kamu.”
Berusaha
kutolak tawaran Andre. Hanya saja, Andre terus meyakinkan kalau dia tidak merasa
direpotkan. Akhirnya kusetujui saja. Lagi pula kerjaanku memang masih menumpuk.
Sebuah rutinitas setiap menjelang akhir tahun. Sesampainya diparkiran kantor,
kutelpon suami. Rupanya suamiku masih dirumah mertua. Aku sendiri tidak bisa
langsung meninggalkan kantor. Takut rumahku kosong, kuminta Andre balik dulu ke
kos. Dia pun menyetujuinya.
“Ya udah,
kalo gitu sampai ketemu dirumah ya.”
“Oke
tante.”
Kami
saling melambai. Kami pun berpisah. Kuberjalan kearah kantor, dia menuju
motornya.
***
Hari
sudah menjelang malam, saat aku sampai dirumah. Kubawa mobil memasuki garasi. Suami
membukakan pintu untukku. Kami berciuman setelahnya.
“Malem
banget Ma, Andre udah nungguin loh dari tadi.”
“Mama belanja
beli makanan dulu nih. Papa ama adek udah maem?”
Suamiku
menggeleng. “Belum, kan pengen disuapin mama.”
Kutoel
hidung suamiku. Eh, malah nyengir. Dasar bayi besar manja. Kami lalu masuk ke dalam
rumah. Suami membantu membawa plastik belanjaan. Kulihat pembantu masih ada di dapur.
Dia masih belum berani pulang, kalau aku belum datang. Padahal sudah sering
kuingatkan. Kasihan kalau dia kerap menungguku sampai malam. Aku tersenyum
kepadanya.
“Mbo,
tolong makanan ini dipanesin dulu ya. Abis itu boleh pulang deh.”
“Iya Bu.”
Dia mengangguk.
Setelah
itu aku melangkah kelantai atas. Suami memberitahu kalau Andre ada diruang
kerja. Dua tangga terakhir, terdengar suara gelak tawa. Kubuka pintu ruangan.
Disana kulihat Andre sedang bersama anakku. Mereka sedang bermain game komputer. Game wars kesukaan anakku. Mereka berdua menoleh. Andre tersenyum
padaku.
“Hai, hai
adek, jangan diganggu dong kak Andre-nya.”
“Ih,
orang lagi seru nih. Mama ganggu aja deh.”
Kugelengkan
kepala. Anak jaman sekarang memang susah diberitahu. Apalagi kalau sudah asyik
dengan hobinya.
“Iya-iya,
tapi adek makan dulu. Ajak kak Andrenya sekalian.”
“Ntar
aja,” sahutnya singkat.
Pandangannya
lalu kembali teralih ke komputer. Lagi-lagi kugelengkan kepala. Mirip banget
sih kayak sifat mamanya dulu, pikirku. Tersenyum kudalam hati. Andre sendiri
kemudian berdiri dan mendekatiku.
“Maaf
tante, Andre malah jadi main sama adek.”
“Nggak
apa-apa. Malah syukur dia ada temen mainnya, daripada keluyuran terus ke
tetangga.”
Aku
tersenyum. Andre ikut tersenyum.
“Mana
data-datanya kalau gitu tante?”
“Ntar
aja, tante mau mandi dulu. Kamu makan dulu aja dibawah sama Om.”
Kami
bertiga kemudian turun bersamaan. Cukup susah membuat anakku berhenti bermain.
Namun, Andre berhasil membujuknya. Dimeja makan sudah menunggu suamiku. Kutinggalkan
mereka disana, kemudian menuju kamar. Didepan meja rias aku duduk. Kubersihkan
wajah dari make-up. Setelahnya mulai
kutanggalkan pakaian kerjaku. Masih tersisa daleman, saat pintu kamar terbuka.
Kulihat disana berdiri suamiku.
“Halo
cewek,” ucapnya sambil berjalan mendekat.
“Ih,
ngapain sih Pa? Udah selesai maemnya?”
“Ntar aja
dilanjutin. Papa nggak mau ngelewatin momen mama buka baju.”
Aku
tersenyum mendengarnya. Masih saja dia dengan kebiasaannya yang satu ini. Bahkan,
sejak kami masih pacaran dulu. Suami suka sekali memelukku selepas
beraktifitas. Dia akan menciumi sekujur tubuhku. Katanya dia suka dengan aroma
keringatku. Menurutku sih aneh, tapi kalau dia memang suka ya sudahlah. Seperti
saat ini yang dilakukannya. Kubiarkan saja dia menciumi tubuhku. Terakhir dilepasnya
bra dan celana dalamku. Menelanjangiku juga salah satu kebiasaan favoritnya.
Selepas
‘ritual’ suamiku itu, barulah aku membasuh diri. Suamiku sendiri telah kembali
ke ruang makan. Sebenarnya tubuhku terasa lelah sekali. Ingin rasanya melepas
penat dengan berendam. Namun, kusadari tidak enak membiarkan Andre menunggu
lama. Maka kucoba cara lain melepas penat. Dengan membasahi kepala dibawah
guyuran shower.
Tidak
lama, aku telah selesai berpakaian. Kupakai pakaian casual santai. Sebuah kaos big
size dan celana pendek. Saking besarnya kaos itu, aku terlihat seperti tidak
memakai celana. Saat keluar dari kamar, kulihat semuanya masih dimeja makan.
“Udah pada
selesai makan nih?”
“Udah.
Mama makan dulu gih, kita sisain ayam tuh,” suamiku menyahut.
“Nggak
ah, mau langsung kerja aja. Kasihan kalo ntar Andre pulang malem lagi kayak
kemarin.” Kusambar apel diatas meja, dan menggigitnya. “Si mbo, udah pulang ya
Pa?”
“Iya,
baru aja.”
“Kalo
gitu papa yang cuci piring sekali lagi ya. Terus temenin lagi adek bikin PR. Makasi.”
“Tuh dengerin
tantemu, Dre. Siapa tahu nanti kamu nikahnya sama wanita karier, siap-siap deh bakal
bernasib kayak Om gini nih.”
Mendengar
itu kujulurkan lidahku. Suamiku dan Andre kompak tertawa.
Beberapa
menit kemudian, aku dan Andre sudah didepan komputer. Kami mulai men-transfer data dalam bentuk PowerPoint. Kupilih data mana yang
diperlukan, Andre yang mengolahnya. Aku sebenarnya bisa melakukan sendiri.
Hanya saja, kemampuanku cuma mengubah kedalam bentuk statis. Keponakanku bisa membuatnya
kedalam bentuk dinamis. Tampilkan gambar jadi lebih menarik. Bernuansa animasi,
dan lebih colourfull gitu deh.
Klien-klienku suka dengan tampilan seperti itu. Presentasi yang kulakukan pun
jadi lebih mudah.
Tanpa
terasa waktu berlalu begitu cepat. Kami masih asyik dengan kegiatan kami. Masih
ada sedikit lagi yang perlu diselesaikan. Ditengah pekerjaan, terdengar ketukan.
Muncullah suamiku dari balik pintu.
“Hai,
masih sibuk nih?”
Aku dan
Andre menoleh bersamaan.
“Hai Pa,
dikit lagi kok.”
“Ya udah,
kalo gitu papa tidur duluan aja ya.”
Berdiri
aku dari kursi. Kudekati suami dan kudaratkan ciuman. Dipipi dan bibir. Kutanyakan
keadaan si kecil. Dibilangnya si kecil sudah tidur. Suami lalu melambai ke
Andre. Ditutupnya kembali pintu ruangan. Saat itu baru kusadari kalau hari sudah
larut. Sudah pukul sepuluh malam. Kuingatkan Andre, tapi dia bilang masih sore buat
anak muda. Mendengar itu aku tersenyum. Aku ijin keluar ruangan, dan kembali
membawa dua gelas kopi. Kami butuh suntikan kafein.
Selama
bekerja, diam-diam kuperhatikan mata Andre. Sesekali masih melirik seperti tadi
siang. Tetap kubiarkan saja. Laki-laki kadang butuh pemacu semangat. Paha dan
dada wanita efeknya lebih hebat dari kafein, setahuku sih.
Pukul
sebelas lebih baru semuanya selesai. Kupindahkan data dari komputer ke laptop.
Andre memastikan lagi kondisi laptopku. Menurut dia sih sudah tidak ada
masalah. Dia lalu membantu merapikan meja. Setelahnya, kami turun menuju ruang
tamu. Cahaya jadi temaram, karena suami mematikan beberapa lampu.
“Makasi
ya Dre, keponakan tante baik banget deh,” ucapku sambil tersenyum.
Dia
tersenyum balik. “Sama-sama tante.”
“Sini
tante kasi hadiah.”
Kudekati
dia, dan mendaratkan ciuman. Dipipi kanan dan kiri.
“Cu-cuma
dipipi aja tante?” Suaranya terdengar ragu.
Tersenyum
geli aku mendengarnya. Aku bisa mengerti maksud ucapannya tadi. Hanya saja, aku
ingin menggoda keponakanku. Seberapa nakal dia sebenarnya.
“Terus
mau dimana lagi emangnya?”
“Disini
dong..” ucapnya sambil menunjuk bibir. Dia nyengir.
Kali ini
aku tidak kuasa untuk tidak tertawa.
“Ih,
keponakan tante ternyata genit ya.”
Dia
tersipu malu. Dia pun jadi salah tingkah. Geli aku melihat ekspresi Andre. Rupanya
benar dugaanku. Keponakanku memang tertarik padaku. Kudekati dirinya, dan mendaratkan
bibirku di bibirnya. Sengaja kutahan bibirku agak lama. Setelah semua bantuan
yang diberikan, kurasa dia berhak mendapatkannya. Setelah bibir kami berpisah,
Andre terlihat terdiam. Seakan tak percaya dengan apa yang barusan terjadi. Semakin
salah tingkah dia jadinya.
Beberapa
detik, mungkin dia baru tersadar. Giliran Andre yang mendekat. Awalnya dia
terlihat sedikit ragu. Seakan menunggu tanggapanku. Kuberikan dia senyuman. Perlahan
dia pun berani mendekatkan bibirnya. Kembali kami berciuman. Berbeda denganku
tadi, ciuman keponakanku terasa bergairah. Dipagutnya bibirku penuh nafsu.
Merasa kurang nyaman, kudorong pelan dia menjauh.
“Pelan-pelan
aja Dre, ntar bibir tante lepas loh.” Aku tersenyum.
Andre lagi-lagi
tersipu. “Ma-maaf tante, abis udah lama nggak ciuman sih.”
“Ya udah,
kalo gitu tarik nafas dulu.”
Dia menurut.
Dan pelan-pelan kulihat Andre mulai tenang.
“Nah gitu
dong. Sekarang duduk yuk.”
Terlebih
dahulu aku yang melangkah ke sofa. Dia menyusul kemudian. Setelah duduk, Andre
memandangiku. Sebuah tatapan penuh kekaguman. Mungkin itu yang bisa kutangkap.
Tatapan yang biasa kudapat dari laki-laki saat bercumbu.
“Boleh
lagi kan tante?”
Kuanggukan
kepala. Bibir kami kembali bertemu. Dilumatnya perlahan. Kali ini ciuman Andre
terasa lebih rileks. Aku mulai bisa menikmatinya. Bahkan sesekali kubalas
lumatannya. Sambil berciuman, didorong aku perlahan. Sepertinya dia mau aku tiduran
disofa. Kuikuti kemauannya. Kurebahkan tubuhku. Andre lalu menindihku. Tak lama
kusarakan remasan dipayudara kananku.
“Hayoo,
tangannya nakal,” bisikku ditelinganya, sambil tersenyum.
Andre
balik tersenyum. Dia terlihat senang. Mungkin karena aku tidak melarang. Kurasakan
lagi remasan. Kali ini dipayudara kiriku. Bibir kami lalu bertemu lagi, untuk
kesekian kalinya.
“Ada apa?”
Aku bertanya
saat dia berhenti mencium. Dan mendadak mengangkat tindihannya.
“Ntar
dulu tante..”
Kulihat
Andre membuka kaitan jeansnya. Berikut pula resletingnya. Tangannya lalu
merogoh ke dalam boxer. Tertawa kecil
aku melihatnya. Rupanya posisi penisnya kurang pas didalam sana. Masalah klasik
laki-laki setiap kali ereksi. Andre menurunkan jeansnya sampai paha. Cahaya memang
temaram, tapi bisa terlihat kepala penisnya mengintip. Mengintip dari balik boxer. Ukurannya ternyata cukup lumayan.
“Maaf tante,
kalo Andre nggak sopan.” Dia tersipu lagi.
Aku
tersenyum. “Nggak apa-apa, daripada nanti itunya kejepit.”
“Masih
boleh ciuman lagi tante?”
“Lagi
sekali aja ya. Besok kan tante musti bangun pagi.”
Coba
kupancing lagi keponakanku. Sebenarnya tidak masalah kuladeni dia lebih lama.
Hanya saja, ingin kulihat bagaimana reaksinya. Kulihat tadi penis Andre telah mulai
ereksi. Itu berarti dia sudah horni. Ingin kulihat apakah dia bisa menahan birahi.
Ternyata dia mengiyakan. Dia rupanya masih menghormatiku sebagai tantenya. Aku
pun menghargai itu.
Bibir
kami saling melumat lagi. Saking tidak sabarnya, Andre sampai lupa merapikan
celananya. Entah lupa atau memang sengaja. Yang jelas, kini kurasakan ujung penisnya
bergesekan dengan pahaku. Semakin lama semakin keras. Agaknya Andre memang sengaja
melakukan itu. Dia terus menggesek sambil berciuman. Kumerasa sedikit tak
nyaman, tapi kubiarkan saja.
“Oohh..”
Kudengar desahan kecil. Lalu dilanjutkan dengan kata-kata, “Ma-maaf tante,
An-andre keluar..”
Andre mengangkat
tubuhnya. Begitu pula diriku. Langsung kusentuh paha kananku. Kurasakan ada cairan
kental disana. Ternyata itu memang benar sperma. Kini tangan kiriku lengket
olehnya. Momen itulah baru kutahu kalau Andre masih perjaka. Tidak hanya dipaha,
spermanya juga mengenai kaosku. Buru-buru kuambil tissue basah. Kupakai membersihkan
bercak-bercak yang ada. Kuberikan beberapa lembar kepada Andre. Boxer-nya terlihat perlu dibersihkan juga.
Selesai
merapikan diri, berkali-kali Andre meminta maaf. Kukatakan padanya tidaklah
apa-apa. Kuyakinkan terkadang hal seperti itu terjadi. Namun, tetap saja dia
merasa bersalah. Suasana jadi terasa canggung. Berusaha kuajak dia ngobrol.
Kuperlihatkan kalau aku baik-baik saja. Perlahan suasana pun kembali cair. Kami
malah sudah melempar senyum, saat Andre berpamitan.
Kuantar
Andre sampai gerbang depan. Disana dia minta satu kali ciuman lagi. Dan kuijinkan
dia melakukannya. Dia menyalakan motor, dan kami saling melambai. Sosoknya pun lalu
hilang digelapnya malam. Saat kembali ke ruang tamu, aku terkaget. Disana telah
berdiri suamiku.
“Ada
tante cantik yang abis nakal-nakalan nih.” Suamiku tersenyum.
Aku balas
tersenyum. “Om-nya juga nakal, ngintip-ngintip.”
Kudekati
suami. Dia memeluk dan menciumku. Aneh memang untuk sebuah percakapan suami
istri. Namun tidak akan jadi aneh, kalau nyatanya semua ini ide suamiku. Dialah
yang minta aku bercumbu dengan keponakanku. Ingin melihat langsung sih,
tepatnya. Dia mengungkapnya saat dikamar tadi. Itu memang salah satu fantasi
seksnya. Kubilang pada suami akan kucoba. Sedikit penasaran juga sebenarnya. Ternyata
menggoda Andre tidak sesulit yang kusangka.
“Ma, papa
horni banget nih.”
Kuraba-raba
selangkangan suami. “Iya. Nih mama bisa ngerasain kok.”
“ML yuk.”
“Boleh,
asal mama yang di atas duluan ya.”
Kami
tertawa kecil bersamaan. Lalu bersamaan juga menaruh telunjuk dibibir. Tentu
kami tidak mau si kecil terbangun. Itu hanya akan merusak momen kami.
Berikutnya, tentu sudah dapat ditebak apa yang akan terjadi… di ranjang.
.
Hi Dita, nice karakter... Dita di sini bener2 seperti Dita yg ada di bio km, sexy, naughty, bitchy, tapi gak murahan.... So sensual dan alur cceritanya pun asik soft kadang dibuat penasaran dengan karakter Dita yg agak " Liar Menggoda "... Lanjutkan terus ya Buuu...
BalasHapusJadi sange bis baca cerita'y...ehhmm
BalasHapus