Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sore itu
aku tidak langsung pulang. Aku mampir ke sebuah hotel di pinggiran kota. Malah
kini aku ada di salah satu kamar, di hotel tersebut. Terbaring di ranjang, dalam
pelukan Leo. Siang tadi dia tiba-tiba menelpon. Sejak dia lulus dan pulang ke
kotanya, kami sudah tidak pernah lagi bersua. Ditelpon dia mengajak ketemu. Sedang
tidak ada acara, kuiyakan ajakan itu. Apalagi Leo sudah jauh-jauh datang.
Sesampainya
di kamar, aku langsung disambut buket bunga dan paket coklat. Hari itu bukanlah
hari Valentine. Sempat bingung, Leo mengingatkan kalau hari itu adalah hari
pertama kali kami berkenalan. Cukup kaget aku mendengarnya. Tidak menyangka
kalau Leo seromantis itu.
“Di hotel
ini kita pertama kali bercinta Kak. Inget nggak?” Kata dia, sambil mengelus
rambutku.
Ingatan
lama terkuak kembali. Momen pertama kali kuserahkan diri pada Leo. Memang
terjadi di hotel itu. Di kamar yang sama pula. Beberapa tahun yang lalu.
***
“Bercinta
ama brondong? Nggak deh Put, makasi.”
Protes
aku saat mendengar usul Putri. Waktu itu aku sedang menginap di rumahnya. Biasa
aku lakukan minimal sebulan sekali. Atas seijin suami tentunya. Hal yang sama kadang
dilakukan pula oleh suami bersama teman-temannya. Kami menyebutnya friendship time.
Malam itu
aku sedang curhat pada Putri. Curhat tentang krisis kepercayaan diri yang aku
alami. Berawal ketika aku menemukan sehelai rambut putih. Ditambah sedikit
kerutan di bawah mata. Mendadak aku merasa tua. Mendadak aku merasa nggak cantik lagi. Dengan santainya lalu
Putri menyarankan sebuah ide gila. Bercinta dengan berondong. Kata dia bisa bikin awet muda. Persis seperti yang
selama ini dia lakukan.
“Lihat gue Dit, gue selalu keliatan
awet muda kan? Ini berkat pejuh brondong tau...”
Kami terus
berdebat semalaman soal itu. Sampai akhirnya sama-sama lelah dan tertidur.
Siang
hari, keesokan harinya. Tahu-tahu saja aku ada di food court, sebuah mall. Aku duduk di sebelah seorang mahasiswa. Saat
berkenalan tadi dia bilang namanya Leo. Masih semester awal, begitu pengakuan
dia. Sementara di depan kami duduk Putri dan Benny. Putri memanggil dia Ben. Leo
adalah teman satu kampus Ben. Kami sedang melakukan double date. Kemarin Putri sengaja menelpon Ben untuk datang
bersama teman, lengkap dengan kriterianya.
Semenjak
tadi hanya Putri dan Ben yang berbicara. Sesekali mereka tertawa bersama.
Sedangkan aku dan Leo lebih banyak diam. Wajar kalau Putri dan Ben kelihatan
akrab, karena keduanya sudah mengenal cukup lama. Sudah saling mengenal luar
dalam bahkan. Ben adalah salah satu daun muda kenalan Putri. Bisa dibilang dia
itu ‘stuntman’ sang suami.
Ditengah
obrolan, Putri mengajak Ben melihat-lihat sepatu. Sepertinya dia sengaja
melakukan itu, agar aku dan Leo bisa berduaan. Tanpa menunggu persetujuan kami,
Putri menarik tangan Ben. Tinggallah aku dan Leo yang nampak kikuk. Kuajak lalu
Leo menuju Gramedia, dengan alasan ingin
cari bahan bacaan. Sambil melihat-lihat novel, kami mulai ngobrol. Setelah
berdua barulah obrolan kami berlangsung lancar. Seru juga si Leo ini anaknya,
pikirku.
“Mau main
Timezone nggak Kak? Kebetulan aku ada
voucher nih.”
“Boleh,”
sahutku.
Tidak
lama kami sudah asyik bermain. Dari main street
basketball, sampai game table hockey.
Bahkan di mesin boneka, Leo berhasil mendapatkan hello kitty. Boneka itu dia berikan padaku. Katanya buat
kenang-kenangan. Saat dia ngajak bermain dance
revolution, aku menolak. Malu nanti jadi tontonan. Akhirnya dia jingkrak-jingkrak
sendirian. Aku cekikikan saja melihat dia.
Keluar
dari Timezone, sebuah pesan singkat
masuk. Dari Putri. Dia bilang pulang sama Ben, mau mampir ke hotel dulu soalnya.
Lah itu berarti aku yang harus mengantar Leo, kan tadi dia datang sama Ben. Mau
protes, tapi ternyata Putri bilang sudah di jalan.
Saat aku
sampaikan itu ke Leo, dia menolak aku antar. “Nggak usah Kak, biar aku naik bis
saja, biar nggak ngerepotin.” Ternyata kosan dia lokasinya berlawanan dengan
rumahku.
Dia juga
menolak saat aku hendak memberi uang untuk naik bis. Respect aku sama anak muda ini, aku membatin. Sebelum pulang, aku
ajak Leo membeli kue-kue. Aku serahkan satu kotak ke Leo. Hitung-hitung sebagai
ganti boneka hello kitty, dan biaya bis.
Untuk yang satu ini dia tidak menolak. “Buat camilan nonton bola,” begitu ucap
dia sambil nyengir.
Hari itu
pun kami berpisah di parkiran.
***
Tiga hari
setelah itu. Mendadak saja suami menyeletuk, “Papa pengen liat mama bercinta
sama cowok lain.” Malam itu kami membahas tentang swinger. (Bisa dibaca cerita sebelumnya yang berjudul ‘Nasabah
Prioritas’).
Nama Leo
langsung terlintas dibenakku. Terakhir bertemu, aku lupa sekali menanyakan
nomor telepon dia. Maka lewat Putri, aku mencari tahu nomor Leo. Alasannya mau
nawarin Leo bikin rekening. Sebuah alasan yang jelas tidak dipercayai Putri. Aku
diberi kerlingan nakal oleh Putri, waktu dia menyerahkan nomor Leo. Kubalas
dengan juluran lidah.
Aku dan
Leo kemudian janjian di sebuah cafe. Dari suaranya terdengar kalau dia sangat
antusias. Disana dia akan tampil bernyanyi. Leo minta aku nonton dan memberi
opini. Ternyata Leo juga adalah seorang gitaris. Saat tampil, dia membawakan dua
lagu romantic pop. Cukup familier di telingaku, karena saat itu sedang
hits di radio. Aku menikmati
penampilan Leo, terutama saat dia memetik gitar secara akustik.
“Gimana
penampilan aku Kak? Baru sebulan loh latihan.”
Aku
acungkan dua jempol sebagai jawaban. Leo langsung tersenyum lebar. Tergurat
rasa bangga di wajahnya. Setelah itu, Leo sibuk meladeni beberapa pengunjung. Ada
yang ingin kenalan, ada yang sekedar minta berfoto. Rata-rata gadis-gadis muda.
Cukup minder juga diriku melihat itu.
Dikerumuni
gadis-gadis cantik seperti itu, aku kira Leo akan lupa padaku. Ternyata dia
balik lagi ke mejaku. “Kakak mau request
lagu? Abis ini aku tampil lagi,” begitu kata dia sambil senyum.
Aku balas
tersenyum. “Nggak ada deh,” sahutku singkat.
Leo
mengangguk, lalu beranjak dari kursi. Namanya sudah dipanggil oleh MC. Suara
Leo tidak lama mulai mengalun. Seiring itu terdengar pula seruan histeris dari depan
panggung. Dari gadis-gadis yang tadi mengerumuni Leo. Aku hanya tersenyum
melihat itu. Dulu juga aku seperti itu. Kalau sekarang sih sudah malu sama
umur.
Lewat dua
lagu, sebelum memulai lagu ketiga, tiba-tiba saja Leo berujar. “Lagu yang
berikut ini, sekaligus lagu terakhir, buat cewek yang lagi duduk sendirian di pojok
kiri belakang.”
Gara-gara
itu semua mata jadi tertuju padaku. Ih dasar Leo, runtuk aku dalam hati. Padahal
aku berusaha tidak nampak mencolok di cafe itu. Gadis-gadis yang ada di depan
panggung ikutan menatap. Tatapan nanar. Mungkin kini mereka menganggap aku
sebagai ancaman. Aduh makin risih nih jadinya, runtukku lagi. Sementara di panggung
Leo hanya nyengir, kemudian melambai. Sengaja banget dia bikin aku salah
tingkah.
Lagu ‘When I See You Smile”, dari Bad English, kemudian mengalun. Suasana
menjadi hening. Tidak ada lagi suara-suara teriakan. Ini justru membuat aku
makin kikuk. Ditambah tatapan Leo yang benar-benar tertuju padaku.
Begitu
lagu itu selesai dinyanyikan, suara tepuk tangan menderu. Turun panggung Leo
langsung menghampiri aku. Semua mata menatap lagi ke arah kami. Kali ini aku
tersipu malu. Penyanyi berikutnya naik ke panggung, baru tatapan itu beralih.
“Suka
lagunya Kak?” Tanya Leo, begitu duduk di kursinya.
Aku
langsung menepuk bahu Leo. “Ih kamu ini ya, sengaja banget sih. Aku jadi malu
loh diliatin orang-orang.”
Leo malah
terkekeh. “Kakak laper nggak?” Dia malah mengalihkan pembicaraan.
Selepas
itu, kami sudah berkendara menuju suatu tempat. Leo tidak mau bilang nama
tempatnya. Kata dia itu kejutan. Kami memakai mobilku, tapi Leo yang nyetir. Rupanya
dia membawa aku ke sebuah warung makan. Aku tahu tempat itu. Tempat itu
terkenal karena keunikannya. Tempat makannya berupa gubug-gubug bambu di pinggiran kolam. Suasananya memang bagus,
terutama malam hari seperti saat itu. Di dalam Leo berbincang dengan seorang
laki-laki, yang juga adalah pemilik warung. Leo bilang kenal, karena pernah ngadain acara kampus disana. Setelah berbasa-basi,
laki-laki itu yang langsung mengantar kami ke sebuah gubug.
Awalnya, ketika
makan aku dan Leo duduk berhadapan. Selesai makan, entah karena suasana temaram
yang romantis, kami jadi duduk bersebelahan. Gubug di sebelah kami sudah kosong. Ini membuat situasi diantara kami
kian intim. Tanpa usaha berlebih, Leo berhasil menggiring aku ke pelukannya. Obrolan
kami terhenti, saat bibir kami bertemu. Itulah pagutan pertama kami. Tidak
hanya terjadi sekali. Bibir kami bertemu beberapa kali malam itu.
Tidak
hanya berciuman, aku ijinkan pula Leo menyentuh tubuhku. Tahu dong bagian mana
yang disentuh Leo paling dulu. Iya, dua payudaraku. Aku tanggalkan cardigan, dan hanya menyisakan tanktop. Dengan begitu tangan Leo bisa punya
akses lebih. Sayangnya malam itu aku memakai jeans. Kalau rok atau dress,
akan kuberi juga dia akses ke bawah. Biar Leo tahu kalau di bawah sana sudah
basah.
“Kak,
deket sini ada hotel loh, kita bisa mampir mungkin?” Bisik Leo di telingaku.
Agaknya
kami sama-sama paham, akan kemana momen itu berujung. Mendengar itu aku hanya tersenyum.
“Kalau nggak malem ini, nggak apa-apa kan?”
Giliran
Leo yang tersenyum. Dia terlihat senang, karena aku menangkap kode yang dia berikan.
“Nggak
apa-apa kok Kak. Terserah kakak aja nyamannya kapan.”
Senang
aku mendengar jawaban Leo. Itu berarti dia tidak hanya memandang aku sebagai
objek seks. Dia menghormati aku sebagai seorang wanita. Padahal saat itu di balik
celana Leo, tepat di pangkal pahanya, sudah terlihat tonjolan.
Usai
menyelesaikan pembayaran, ciuman berlanjut di dalam mobil. Suasana parkiran
yang sepi membuat keintiman itu muncul lagi. Lebih intim lagi malah. Bra tidak
lagi terpasang. Kaitan dan resleting jeans
tidak lagi tertutup. Tidak hanya saling memagut, tangan kami berdua ikut aktif
bergerak. Percumbuan itu ditutup dengan kocokan tanganku di penis Leo. Sengaja
aku lakukan, karena aku ingin tahu ‘kejantanan’ Leo. Bentuk dan ukurannya
paling tidak. Calon penis yang akan aku ijinkan untuk menyetubuhiku nanti. Dan
hasilnya? Memenuhi syarat dan ketentuan.
Leo menolak
untuk meneruskan kocokan itu. “Biar penasaran Kak,” begitu kata dia. Rupanya
itu pula yang jadi alasan tidak menyingkap tanktop
dan celana dalamku. Walau dia tahu, kalau pun dia melakukan itu aku tidak akan
melarang. Lagi aku dibuat kagum oleh sikap gentlemen
Leo.
Selesai
berbenah, kami balik lagi ke cafe. Disana Leo aku turunkan, dengan janji dalam
satu atau dua minggu akan memberi kabar. Sekalian ingin menguji komitmen Leo.
Komitmen untuk tidak mengganggu hidup masing-masing. Sepanjang jalan aku senyum-senyum
sendiri. Kepercayaan diriku sudah pulih.
***
Keesokan
harinya, rencana aku mengenalkan Leo ke suami batal. Suami bilang mau ber-swinger dengan laki-laki yang juga
beristri. Disanalah kemudian masuk Pak Pram, salah satu nasabah prioritasku. Setelah
kami bertemu, suami langsung setuju. Maka terjadilah kejadian tersebut. Pak
Pram jadi laki-laki pertama yang menyetubuhiku, pasca statusku sebagai istri. Kalian
tentu sudah tahu kan lanjutan ceritanya?
***
Pada
dasarnya, swinger hari itu, adalah
untuk memuaskan fantasi suami. Selain melancarkan target pekerjaan juga sih,
pastinya. Hanya saja, kejadian itu tidak menghilangkan rasa penasaran pada Leo.
Maka aku sapa Leo lewat pesan singkat. Niat menyapa berlanjut jadi janjian
bertemu, di sebuah hotel.
Singkat
cerita, aku sudah ada di kamar hotel. Aku datang langsung dari kantor. Sengaja
aku tiba lebih awal agar bisa mempersiapkan diri. Selesai membasuh diri, aku
mengganti seragam dengan pakaian kasual. Tanktop
dan celana pendek. Agar terkesan lebih santai, pikirku. Sempat pula aku
sapukan riasan tipis di wajah. Bel pintu berbunyi, saat aku selesai mematut
diri di cermin.
“Kirain
kakak lupa sama aku,” ucap Leo begitu pintu terbuka. Dia melempar senyuman.
Aku balas
tersenyum. “Maaf ya, habis kan aku sibuk kerja.”
Kusuruh
Leo masuk. Pertemuan itu kami awali dengan mengobrol. Diselingi ngemil camilan yang tadi sempat aku
beli. Semula kami duduk berhadapan di atas ranjang. Lama-lama posisi itu
berganti jadi rebahan. Disini keintiman dimulai. Bibir kami bersentuhan. Aku
dan Leo memagut bak pasangan yang sudah lama tidak bertemu. Birahi pun secara perlahan
terpancing. Tidak perlu waktu lama untuk pakaian kami terlepas, satu per satu.
Dimulai
dari tanktop dan bra yang aku pakai.
Leo agaknya sudah kebelet pengen
mengulumi putingku. Kubiarkan dia bermain dengan kedua payudaraku. Leo
mengulum, menjilat, meremas keduanya bergantian. Kanan dan kiri. Aku dibuatnya
bergelinjang kegelian. Termasuk ketika dia selingi dengan menjilati leher dan
telinga.
“Leo geli
ih, geli...” Aku merancau, ketika Leo ganti menjilati pinggang dan pusar.
Melihat aku seperti itu, Leo hanya tersenyum.
Sebelum melolosi
celana pendekku, Leo menanggalkan sendiri kaos yang dia pakai. Setelah itu, dia
membuka kedua pahaku lebar. Kepala Leo lalu terbenam di selangkanganku. Dijilati
celana dalamku dengan lidahnya. Ketika mulut Leo beralih ke payudaraku, tangan
dia tetap meraba kain terakhir di tubuhku itu. Dia memastikan bagian itu basah,
sebasah-basahnya.
Beralih
lagi kemudian kepala Leo ke antara pahaku. Kali ini celana dalamku sudah dilepasnya.
Cukup lama dia menjilati kewanitaanku. Dia berbisik kalau sudah lama mimpi ingin
melakukan hal itu. Kubiarkan Leo sepuas-puasnya ber-‘french kiss’ dengan bibir bawahku. Cairan pun kian lama kian
membanjir dari bagian tersebut.
“Aku suka
banget sama memek kakak. Lembut, wangi lagi,” bisik Leo. Ucapan itu membuatku
merona. Kepercayaan diriku terus meninggi. Tubuhku masih bikin nafsu, seruku
dalam hati.
Aku tahu
Leo tidak berbohong. Dia menikmati setiap jengkal tubuhku. Bahkan bisa dibilang
itu foreplay paling lama yang pernah
kulakukan. Hampir setengah jam, Leo hanya menciumi dan menjilati tubuhku. Dari dahi
sampai jari-jari kakiku. Iya, jari kakiku satu-satu dia dikulumi juga. Berkali-kali
pujian keluar dari mulutnya. Memuji wajah, bibir, leher, payudara, pinggang,
perut, pantat, paha, vagina dan lainnya. Hal itu membuatku semakin
berbunga-bunga.
Pujian
yang sama terucap pula dari Pak Pram, beberapa hari yang lalu. Hanya saja,
pujian yang keluar dari mulut Leo lebih terasa. Lebih membuat aku bergairah.
“Aaahhh...”
Kami melenguh bersamaan. Akhirnya kelamin kami bertemu. Aku resmi disetubuhi
oleh Leo. Seorang anak muda, seorang mahasiswa.
Aku
menikmati sekali ekspresi di wajah Leo, saat dia menyetubuhiku. Matanya
terpejam, seperti menikmati betul pertemuan kelamin kami saat itu. Setiap kali
dia menarik, dan mendorong penis, ekspresi itu muncul. Mendadak aku merasa
bangga dengan vaginaku sendiri. Membuat laki-laki seumuran Pak Pram mendesah,
bagiku sih biasa aja. Membuat laki-laki seumuran Leo, merem-melek itu sesuatu
yang spesial.
“Memek
kakak, memek terenak yang pernah aku rasain,” Leo menyeletuk diantara
genjotannya.
Aku agak
kaget. Disanalah aku tahu kalau aku bukanlah wanita pertama Leo.
“Aku
cewek keberapamu?” Tanyaku langsung. Pertanyaan yang sedikit rada canggung
memang. Mengingat aku sedang ada di bawah tindihan Leo.
Mendengar
itu genjotan Leo berhenti. Penisnya sampai terlepas dari lubang vaginaku. Dia
seperti bingung harus memberi jawaban apa. Mungkin dia mengira aku marah. Aku tersenyum
melihat itu. “Nggak usah dijawab, dilanjutin aja. Masukin lagi kontolmu.”
Leo
menghela nafas. Ketegangan di wajahnya menghilang. Kuminta dia mendekatkan
bibirnya. Kami berpagutan sejenak, sebelum lanjut kembali bersetubuh. Persetubuhan
malam itu sedikit berbeda. Diantara pergesekan kelamin kami, sering kali
diselingi dengan kecupan. Sesekali juga diselingi senda gurau. Terasa balik
lagi ke masa-masa pacaran dulu. Dimana bercinta itu seperti permainan, bukan
kewajiban. Permainan yang menyenangkan.
“AAAHHH...”
Permainan cinta kami berakhir dengan lenguhan panjang. Lenguhan aku dan Leo,
hampir bersamaan.
Malam itu
aku mendapatkan kepuasan. Begitu pula dengan Leo. Ditambah lagi dia bisa
melihat spermanya berceceran di payudaraku. Dia semakin puas. Kata dia itu
ibarat ‘mimpi basah’ yang jadi kenyataan. Tertawa kecil aku mendengar itu.
Beranjak kemudian aku ke kamar mandi, untuk membersihkan diri. Tidak lama Leo
menyusul.
“Kak,
boleh nggak kita ML sekali lagi sebelum kakak pulang?” Tanya Leo, sambil membilas
batang penisnya.
“Emang masih
bisa ‘bangun’ lagi?” Godaku padanya. Leo merengut. Aku tertawa kecil.
Kami
batal berpakaian. Aku dan Leo naik kembali ke ranjang. Berpelukan kami di balik
selimut. Obrolan yang tadi sempat terputus, kami lanjutkan. Termasuk
membicarakan mantan pacar Leo, gadis pertama yang dia setubuhi. Tidak lama, bibir
kami menyatu lagi. Demikian pula dengan kelamin kami. Hanya kali ini Leo
sedikit jahil, dengan mengeluarkan sperma di dalam. Memang sengaja sih aku
membiarkan itu terjadi. Dari awal tadi aku memang tidak meminta dia memakai
kondom. Kata Putri kan sperma daun muda itu bikin awet muda.
“Kalau
kakak hamil, aku bakal tanggung jawab kok,” begitu kata Leo sambil nyengir. Aku
toel hidung dia. Aku bilang tadi sebelum ke hotel, aku minum pil KB. Leo pun
merenggut, karena gagal menghamili aku. Merengut sambil bercanda, tentunya.
Aku tinggal
sebentar Leo untuk mandi. Harus aku bersihkan sisa persetubuhan tadi. Sebenarnya
Leo minta untuk mandi bareng, tapi aku menolak. Selesai mandi, Leo masih saja menggoda
agar terjadi persetubuhan ketiga. Terutama saat aku pakai lagi seragam kerjaku.
Kata Leo penampilan itu bikin dia horni. Kali ini kujewer telinga Leo. Dengan
tegas aku tolak, termasuk rengekan dia yang meminta celana dalamku untuk
kenang-kenangan.
Malam itu
kami berpisah, dengan sebuah kesepakatan. Kesepakatan kalau kejadian diantara
kami hanya sekedar ‘one night stand’.
Namun kembali, kalian tentu sudah tahu kan lanjutan ceritanya?
***
“Terima
kasih Kak, atas momen-momen indahnya selama ini...”
Leo
mengecup keningku.
“Sama-sama
Leo,” ucapku sambil tersenyum.
Tidak
terasa waktu cepat sekali berlalu. Leo ternyata masih saja mengingat diriku.
Kemudian
kami saling menyuapi coklat, saling bertukar cerita. Berikutnya? Leo baru akan
balik esok pagi. Masih terlalu sore juga untuk aku pulang ke rumah. Tentu momen
ini terlalu istimewa bila dilewatkan, hanya dengan ciuman dan pelukan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar