Rabu, 04 Oktober 2017

Ladies Night


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Buka, buka, buka…!!!”
Semua orang di ruangan berteriak-teriak. Putri hanya cengar-cengir. Kami sedang bermain truth and dare, dan Putri tadi baru saja memilih dare. Salah satu teman pria minta dia membuka tiga kancing blusnya. Tantangan atas konsekuensi pilihannya. Teman-teman pria lain ikut sumringah. Pria mana yang tidak minat melihat dada montok Putri. Dada yang mungkin selama ini hanya terbayang dalam fantasi nakal mereka saja. Kini bisa mereka lihat dengan mata kepala sendiri. Sedang kami para wanita, hanya menggeleng kepala.
Satu kancing terlepas, suasana jadi semakin heboh. Untungnya kami sedang ada di sebuah room karaoke. Peredam suara bisa menutupi keriuhan yang terjadi. Awalnya acara kumpul-kumpul ini hanya sebagai ajang reuni. Teman-teman lama semasa diklat calon pegawai.
Melihat para teman pria bersemangat, Putri malah menggoda mereka. Sengaja dia menggoyang dadanya, sebelum melepas kancing kedua. Belahan dada Putri sudah terlihat. Kini tidak hanya teman pria yang heboh, beberapa teman wanita pun ikutan heboh.
“BUKA, BUKA, BUKA…”
Kali ini Putri melempar senyuman genit. Dia memain-mainkan kancing ketiga. Teriakan, “buka, buka, buka…” semakin kencang terdengar.
Dan kancing itu pun terbuka. Seisi ruangan kini tahu warna bra yang dipakai Putri. Termasuk setengah bagian dari payudara miliknya. Para pria pun langsung bersorak kegirangan. Tantangan telah terbayar, tapi tidak ada niat Putri untuk menutup semua kancing. Dia hanya menutup satu kancing terakhir. Para pria menyambut penuh suka cita. Para wanita kembali hanya bisa menggeleng kepala.
Botol bir kembali diputar. Kali ini Putri yang melakukannya. Berputar-putar kencang, semakin lambat dan terus melambat. Di putaran terakhir, ujung botol mengarah padaku. Untuk kali kedua. Para pria kembali bersorak. Oh, mereka tampak menyesal kenapa bukan yang memutar botolnya.
“Sekarang giliran lu Dit,” seorang teman pria berucap. Kemudian nyengir.
Satu teman wanita menimpali. “Truth or dare?”
Aku sedikit bingung. Kalau memilih ‘truth’, aku pasti ditanya aneh-aneh. Kalau memilih ‘dare’, aku pasti diminta ngelakuin aneh-aneh. Seperti yang pertama tadi aku ditanya, “Terakhir lu ML ama siapa? Suami nggak dihitung loh yah.” Seorang teman pria yang mengajukan pertanyaan itu.
Maka aku jawab,” Sama mahasiswa semester tiga, di hotel deket sini. Mainnya tiga kali, klimaks dua kali. Pakai kondom loh yah...”
Semuanya jadi heboh. Aku dibilang berbohong, sampai Putri membenarkan hal itu. Dan mereka pun tambah heboh. Rusak sudah image ‘lugu dan polos’ yang aku bangun selama ini.
Akhirnya aku memilih ‘dare’, habis malas ditanya yang aneh-aneh lagi. Lagian kini giliran Putri yang memutar botol. Nggak mungkin dong dia menjuruskan aku, begitu pikirku.
“Mau tau Dita pakai BH warna apa nggak?” Putri berseru.
Para pria pun menyambut antusias. Bersamaan mereka kompak menjawab, “MAUUU!!!” Yang langsung aku sambut dengan seringaian ke arah Putri. Eh, dia malah nyengir kuda.
Putri lanjut berseru. “Mau tau warna BH-nya, apa CD-nya?”
Kali ini para pria tidak lagi kompak. Mereka terbelah menjadi tiga kubu. Ada yang menjawab, “BH-nya!” Ada yang menjawab, “CD-nya!” Dan ada menjawab, “Dua-duanya!” Sisanya malah berteriak-teriak lagi, “BUKA, BUKA, BUKA...”
Aku semakin melotot. Bahkan aku sampai pindah ke sofa Putri, dan mencubit-cubit pahanya. Dia malah terkekeh. Para pria mulai bersorak-sorai. “Putri, Putri, Putri...” Memberi semangat kepada sahabat usilku itu. Sementara teman wanita lain hanya tersenyum-senyum kecil. Mereka semua sudah mendapat giliran tadi. Dan mereka hanya dapat tantangan ditoel hidung atau dijewer saja.
Putri mengangkat kedua tangannya. Memberi tanda agar kehebohan dihentikan. Semua pria itu menurut. Sesaat suasana menjadi hening. “Oke, oke, ini udah malem kita udahan aja yah...” Putri nyengir lagi.
Langsung disambut dengar teriakan, “HHUUUU!!!”
Mereka sih sepakat kalau ini sesi terakhir. Kami harus pulang. Namun, mereka tetap menuntut kalau aku harus ‘dikerjai’ dulu. Suasana kembali ramai. Sampai Putri mengangkat kembali kedua tangannya. Suasana pun lagi-lagi jadi hening.
“Dit, gue mau elu nyium gue. Di bibir.”
Ujaran Putri tadi langsung disambut sorak-sorai. Lebih heboh dari yang sebelum-sebelumnya. Beberapa dari teman bahkan sampai menganga mendengar itu. Termasuk diriku.
“CIUM, CIUM, CIUM...” Begitu teriakan mereka berganti.
Putri mengerling ke arahku. Seperti sedang melakukan flirting nakal padaku. Aku menoleh ke teman-teman wanita. Eh mereka malah ikut memanas-manasi suasana. Ya sudah, kenapa tidak? Pikirku lagi. Maka aku dekati Putri. Sebelum kami melakukannya, Putri kembali berujar. Kali ini dia mengajukan syarat. “Tidak boleh ada yang merekam.” Maka dia pun menyuruh semua teman menyimpan ponsel mereka. Termasuk teman wanita.
Dan kemudian bibir kami pun bertemu. Awalnya hanya sebuah ciuman kecil, sampai Putri mulai melumat. Bisa diperkirakan dong bagaimana sambutan para pria. Mereka tidak berhenti untuk bersorak-sorak. Memberi semangat kami untuk melakukan yang lebih lagi.
“LIDAH, LIDAH, LIDAH...”
Lumatan Putri memacu adrenalin-ku. Pun demikian dengan teriakan teman-teman kami. Aku dan Putri seakan kompak meningkatkan permainan. Kami mulai saling menyilangkan lidah. Beradu di dalam mulut masing-masing. Cukup lama bibir dan lidah kami bercumbu.
“Semoga kalian terhibur Guys...” ucap Putri, begitu bibir kami berpisah.
Terdengar suara tepuk tangan teman-teman kami. Beberapa teman pria sampai bersujud di depan kami. Goddes of Sex, mereka menyebut kami berdua. Beberapa lagi tak henti menyalami kami. Mereka bilang salut dengan pertunjukan tadi. Begitu pun dengan teman-teman wanita.
“Istri gue musti berterima kasih ke kalian malem ini. Kontol gue ngaceng abis nih!” Satu teman laki-laki berkomentar. “Rusak otak gue gegara lu berdua. Gue jadi pengen ikutan nyium cewek nih jadinya.” Sementara begitu komentar dari teman wanita. Belum lagi komentar lainnya. Kami semua terbahak-bahak mendengar komentar-komentar itu.
Kegiatan hang out after work, malam itu pun berakhir. Kami semua lalu keluar dari room, dan menuju ke parkiran. Aku dan Putri pun kembali ke mobil. Tadi pagi dia menjemputku ke rumah. Malam ini aku akan menginap di rumah dia. Atas seijin suami tentunya.
Sampai di dalam rumah, aku dan Putri masih tertawa-tawa. Geli dengan aksi yang barusan kami lakukan. Sampai Putri menyeletuk, “Dit, ngelesbi yuk.” Kaget dong aku mendengarnya.
“Gila lu. Sekarang elu beneran jadi lesbian?”
Putri langsung protes. “Nggaklah, gue masih doyan kontol. Cuman pengen sensasi lain aja nih.”
Lama kami membahas soal ini. Putri dengan rayuan manisnya terus berusaha meyakinkan aku. Sedang aku sendiri belum begitu yakin. Di dalam benakku, bercumbu dengan sahabat beresiko merusak persahabatan itu sendiri. Baik itu pria maupun wanita. Akan sangat disayangkan kalau persahabatan aku dan Putri sampai terganggu. Namun, rayuan demi rayuan akhirnya aku luluh.
Kami berdua tahu-tahu sudah berciuman lagi. Kali ini terjadi di sofa ruang tamu. Anehnya, kali ini aku sangat menikmati bibir Putri. Entah aku memang ada bakat jadi lesbi, atau memang Putri yang pandai mencium. Bibir wanita ternyata jauh lebih lembut dari pria. Begitu pun lidahnya. Kami pun terlarut dalam aksi saling bertukar liur.
“Bibir lu enak banget Dit, pantesan si Leo klepek-klepek.” Putri nyengir.
Tersipu aku mendengarnya. Aku katakan hal yang sama. Malah Putri lebih banyak membuat pria klepek-klepek ketimbang aku. Bibir sahabatku itu memang rasanya berbeda. Sensual dan hangat.
“Mandi dulu yuk. Gerah nih,” ujarku.
“Bareng aja yuk, Sayang...” Putri mengerling nakal. Sepertinya dia cukup serius menghayati role play lesbian kami.
Aku tidak menolak, saat dia menggandeng tanganku ke kamar. Sebelumnya jelas kami pastikan semua pintu dan jendela sudah terkunci. Musti tetap jaga-jaga juga dong, mengingat hanya kami berdua yang ada di rumah.
“Bukain dong, Sayang,” Putri berujar manja. Sebagaimana dia biasa merajuk ke pacar-pacarnya.
Menggeleng aku dibuatnya, tetapi tetap aku turuti. Setelah tersisa hanya bra dan celana dalam, giliran Putri yang membuka pakaianku. Selesai melakukannya Putri lanjut berujar, “Bodi lu Dit, Dit...” Dia lalu berdecak kagum. Lanjut mengacungkan dua jempol. Langsung saja aku tangkis. Padahal tubuh Putri sendiri tidak kalah oke. Terutama ukuran payudaranya. Kalau mau banding-bandingin bagian itu, aku ngaku kalah deh.
Di kamar mandi kami saling mengusapi sabun. Menggosok punggung. Kemudian membilasnya bergantian. Di bawah kucuran shower kami lanjut berciuman, seperti sepasang kekasih. Bahkan mengeringkan tubuh pun kami lakukan juga bergantian. Kalau saja ada yang melihat, pasti kami akan dikira pasangan lesbi sungguhan. Kami berdua pun menyadari itu. Tertawa kami dibuatnya.
Sehabis mandi, kami tidak lanjut memakai pakaian. Putri mengajakku langsung naik ke ranjang. Dalam keadaan telanjang bulat. “Kita kan mau ML, ngapain pake baju lagi,” begitu kata dia, sambil nyengir. Putri sih tidak risih dengan tubuh polosnya, berbeda dengan diriku. “AC-nya dingin,” ujarku menutupi kegugupan. Kemudian aku tutupi tubuh dengan selimut. Lagi-lagi Putri hanya nyengir melihat tingkahku.
Putri memulai dengan memutar bokep lesbian di ponselnya. Kami nonton berdua, sambil tertawa geli. Kami bahas adegan-adegan yang bisa kami tiru.
“Gue duluan deh,” ucap Putri, usai tayangan bokep berakhir.
Dia hanya meminta aku terlentang polos di ranjang. Maka aku turuti saja dulu. Bercumbu dengan wanita sudah pernah aku lakukan. Ingat ceritaku yang berjudul ‘Sekamar Bertiga’? Namun, tetap saja aku deg-degan. Kan ini pertama kali aku ‘one on one’ dengan sesama wanita. Sedang Putri terlihat lebih percaya diri. Padahal dia mengaku kalau ini pengalaman pertama dia juga.
Putri menyingkap selimut dari tubuhku. Dia mulai menciumku. Ciuman Putri kemudian berganti jadi jilatan. Berawal dari telinga, leher, pundak dan berujung di payudara. Keduanya, kanan dan kiri. Dia ciumi payudaraku. Dia kulumi putingnya. Aku mulai mendesah dan bergelinjang. Sungguh nikmat rasanya. Sekali lagi aku dilanda sensasi yang berbeda. Entah aku memang ada bakat jadi lesbi, atau memang Putri yang pandai memainkan lidahnya.
Ciuman dan jilatan Putri beralih dari payudara. Kali ini beranjak menuju perut dan pinggangku. Permukaan lidah sahabatku itu terasa kasar dan basah. Namun, justru itu yang membuat nikmat melanda. Menstimulus syaraf-syaraf birahiku. Desahan yang keluar semakin intens. Apalagi saat lidah Putri menari-nari di pusar. Sementara dua tangannya meremas-remas payudaraku. Pantatku sampai terangkat menahan rasa yang melanda.
“Aahhh, aahhh, aahhh...”
“Oohhh, sshhh, oohhh...”
Putri tahu aku menikmatinya. Terus saja bibir dan lidah Putri mengekplorasi tubuhku. Kali ini tiba di daerah paha. Dia sengaja melewatkan bagian intimku. Disisakan untuk ‘hidangan’ utama mungkin. Tanpa mempedulikan desahanku, bibir dan lidah Putri terus saja bekerja. Turun lagi ke lutut, betis, bahkan sampai jari-jari kakiku. Dia kulumi jari-jari kakiku. Aku semakin tidak kuat untuk bergelinjang.
Putri mengangkat tubuhnya. Kembali ke wajahku. Dia tersenyum. “Enak nggak?” Tanya dia.
Dengan malu-malu aku mengangguk. Putri pun tersenyum puas.
Idih, yang mukanya merah nahan nafsu...” Goda Putri lagi. Aku jadi tersipu.
Kembali dia mengulangi aksinya yang tadi. Namun, kali ini berujung pada vagina. Awalnya aku malu, karena bulu-bulu dibagian itu sudah mulai numbuh. Beda dengan milik Putri yang gundul bersih. Belum sempat aku merapikannya. “Nggak apa-apa...” kata Putri meyakinkan. Maka lalu aku biarkan dia melakukannya. Membiarkan mulut dan lidah itu memberikan aku kenikmatan.
“Put, oh my god, Putri...” Aku merancau. Pantatku kembali terangkat, menahan geli.
Kembali harus diakui kalau teknik oral wanita, berbeda dengan teknik oral pria. Permainan lidah wanita terasa lebih lembut. Lebih mengena ke titik-titik sensitif, baik jilatan maupun tusukan. Lebih telaten. Aku membuka kedua paha lebar-lebar, agar lidah Putri bisa memiliki akses lebih. Di bawah sana Putri seperti sedang melakukan ‘french kiss dengan vaginaku.
Sebagai sesama wanita, Putri tahu dimana harus mencari klitorisku. Berbeda dengan pria-pria yang kepalanya pernah ada diantara dua pahaku. Sekujur tubuh sampai menegang hebat. Otakku seakan mati rasa. Yang tersisa hanya rasa nikmat. The best oral sex I ever had, pokoknya.
Sampai di titik aku melenguh panjang. “Aaahh... Put...!!!” Aku mencapai klimaks.
Sesaat aku seperti kehilangan kesadaran. Ketika pulih, aku dapati Putri sedang membelai-belai rambutku. Dia tersenyum geli. Kembali dia mengejek wajahku, yang semerah udang bakar, kata dia. Putri memberi aku sedikit lagi tambahan waktu, sebelum kami berganti posisi.
Maka tiba giliran aku memuaskan sahabatku itu. Gantian Putri yang terbaring pasrah di ranjang. Dimulai dengan ciuman dan french kiss sebagai foreplay. Jujur saja aku kurang pede dengan kemampuan lesbian-ku. Terutama kemampuan menjilat. Mencari titik-titik rangsangan yang tepat. Aku akali itu dengan membayangkan Putri sebagai seorang pria. Tanpa tambahan penis, tentunya. Bukankah kata majalah, kalau titik rangsang pria tidak berbeda jauh dengan wanita.
Ciuman dan jilatan di bagian atas aku lalui dengan lancar. Bibir, leher, telinga. Tiba di payudara aku membatin, “Pantes cowok-cowok pada doyan sama toket Putri.” Kenyal-kenyal padat, saat sedang dikulum. Begitu pula kedua putingnya. Terdengar desahan-desahan Putri. Puting dia pun terlihat mulai menegang. Itu berarti aku melakukannya dengan benar.
Pada bagian-bagian lain, tidak berbeda rasanya seperti bercinta dengan pria. Berbeda saat tiba di bagian selangkangan. Masih terasa aneh tidak menemukan ‘belalai’ di bagian itu. Pelan-pelan mulai aku jilati kemaluan Putri. Ternyata aku dapati bagian itu sudah basah. Aku jilat dan hisap cairan itu. Di lidah rasanya sangat berbeda jauh dengan sperma. Sulit deh digambarkan dengan kata-kata. Yang jelas, aku menikmatinya. Desahan Putri pun semakin terdengar lirih. Melihat dia bergelinjang. Semakin aku yakin, kalau aku melakukannya dengan benar.
“Aahhh, aahhh, aahhh...”
“Oohhh, oohhh, Dit. Enak Dit...”
Rancauan Putri membuat aku kian bersemangat. Di sisi dinding atas vagina Putri, berusaha aku mencari klitoris miliknya. Cukup sulit, namun akhirnya aku temukan. Putri memekik, artinya aku sudah di lokasi yang tepat. Entah kenapa aku terdorong untuk memberikan service terbaik untuk sahabatku itu.
Kalau diperhatikan, bentuk bibir vagina Putri berbeda dengan milikku. Bibir Putri terlihat lebih sedikit tebal dan memanjang. ‘Memek tembem’, kalau istilahnya cowok-cowok. Kalau milikku sih tipis di permukaan, dan tidak begitu lebar. Intinya berbeda dibentuk vulva, labia minora, dan labia majoranya deh. Kalau kata suami, vaginaku mirip vagina barbie. Entah apalah maksudnya itu. Kalau soal baunya, vagina Putri sama sekali tidak berbau. Biasanya kan ada tuh cowok yang komentar, “Memek lu wangi.” Tadi Putri sih tidak komentar apa-apa soal bau vaginaku. Entah maksud ‘vagina wangi’ itu seperti apa. Kalau aku sih merasa fine-fine saja, malah bangga dengan vaginaku. Mengingat aku sangat menjaga organ intimku tersebut.
Begitu pun payudara. Bentuk payudara Putri dan aku juga sedikit berbeda. Lebih berbeda dalam soal ukuran sih. Kalau ibarat buah-buahan, payudara Putri itu ‘semangka’, sedangkan aku hanya ‘nanas’. Cowok penyuka ‘toge’ jelas pasti akan melirik milik Putri. Cocok dengan ukuran tubuh kami masing-masing. Putri lebih bahenol deh pokoknya. Bukannya merendah loh, ini beneran. Beda ukuran payudara, tentu beda pula ukuran puting. Nggak perlu aku jelasin secara mendetail kan? Takutnya nanti kalian membayangkan yang tidak-tidak lagi.
Keasyikan menjilat dan mengulum, tanpa aku sadari tubuh Putri mengejang. Lalu dia mengerang panjang. Ternyata aku berhasil membuat dia klimaks. Menghela nafas lega aku dibuatnya. Sama seperti tadi, aku berikan Putri sedikit waktu untuk beristirahat.
Thank you Dit,” ucap Putri sambil mengecup bibirku. Aku balas dengan ucapan yang sama.
Hari sudah sangat teramat larut, saat kami selesai bercinta. Maka kami putuskan untuk langsung tidur. Berpelukan telanjang di balik selimut, seperti layaknya sepasang kekasih.
Met tidur, Sayang...”
Met tidur juga, Sayang...”
Dan kami pun terlelap. Dalam sisa-sisa kenikmatan yang ada. Not bad for a first temptation.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar