Jumat, 19 Juli 2019

Hari Terakhir


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Kamu jadi buka salon?”
“Jadi, Pak.”
“Sudah ketemu tempatnya?”
“Sudah. Sewa ruko deket rumah, sekarang lagi di rehab.”
“Melayani potong sama cuci rambut buat cowok juga nggak?”
“Iya, Pak. Buat cewek sama cowok.”
“Nah bagus itu. Kalo gitu nanti kalau sudah buka kapan-kapan saya mampir deh.”
Cindy tersenyum simpul. “Boleh aja.”
Di belakang kemudi Hendra tersenyum. Keduanya baru saja selesai mengikuti rapat Direksi dan Komisaris. Rutin dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. Hari ini juga merupakan hari terakhir Cindy bekerja. Dia mengajukan resign bulan lalu, dengan alasan akan segera melangsungkan pernikahan. Tunangannya, Teddy, minta Cindy fokus mengurus rumah tangga. Sebagai gantinya, sang tunangan menyewakan sebuah ruko. Nantinya di sana Cindy memulai bisnis salon, sesuai dengan hobinya yang suka bereksperimen dengan make-up.
Mereka baru saja selesai makan siang. Sengaja Hendra mentraktir, supaya bisa sedikit berlama-lama dengan sekretarisnya itu. Cindy tidak menolak, padahal dia tahu Teddy lagi menunggunya di lobi kantor. Akhir pekan kantor memang hanya buka setengah hari. Jam segini kemungkinan semua pegawai sudah pulang, kecuali security.

Kamis, 03 Januari 2019

Tender Ulang


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Malam sudah sangat larut, suamiku belum juga pulang. Sudah tiga hari hal ini terulang. Memang tadi sempat menelepon, bilang kalau akan pulang telat. Katanya, musti lembur mengurus tender lama. Namun, ini sudah terlalu larut. Aku mulai khawatir. Ditambah, lima pesan singkat sudah aku kirim setelahnya. Sampai sekarang belum juga dibalas. Duduk gelisah aku di sofa, sementara si kecil sudah tidur sejak tadi. Bolak-balik aku pindahkan channel televisi. Sebuah usaha untuk menenangkan pikiran yang gagal.
Satu jam kemudian, barulah mobil suami terdengar. Langsung aku hampiri ke garasi.
Loh, mama belum tidur?”
“Gimana bisa tidur kalau papa tengah malem gini belum pulang.”
Suami tersenyum. Dia kemudian menggandeng tanganku. Di kamar, aku menyiapkan air hangat untuk mandi. Suami bilang badannya pegal-pegal. Aku tahu benar perasaan itu. Berendam pasti bisa membantu.
Keluar dari kamar mandi, kudapati suami sudah telanjang bulat. Berjalan dia mendekat, sambil tersenyum genit. Dia memeluk dan mencium bibirku. “Ikut papa mandi yuk,” bujuknya.
Tanpa menunggu jawaban, suami menarik lepas kaos yang aku pakai. Menyusul celana pendek, serta celana dalam. Sama-sama polos, mulai kami berpagutan panas. Dia gandeng tanganku lagi. Kali ini mengajak masuk ke bathtub. Pagutan panas kembali berlanjut, disertai saling menyentuh tubuh masing-masing. Makin panas dan panas. Mengingat sudah lama kami tidak berhubungan intim. Tidak sempat, tepatnya.