Selasa, 26 Mei 2020

Tugas Kantor


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Terima kasih Bu Dita.”
“Terima kasih Pak Pramono.”
“Senang bisa berbisnis dengan anda.”
Satu persatu para klien menyalami kami berdua. Kesepatan telah tercapai. Satu lagi rekan kerja Pak Pram yang tanda tangan kontrak dengan bank tempatku bekerja. Nilainya pun juga lumayan besar. Cukup untuk menutupi target, yang artinya sampai akhir bulan tugasku jadi ringan.
“Denger-denger kamu mau keluar kota ya, Dit?”
Pak Pram berdiri di sampingku, sementara aku merapikan berkas-berkas.
“Iya Om. Besok siang berangkatnya.”
“Acara apa sih?”
“Persiapan buat kegiatan gathering nasional, Om.”
“Lama dong?”
“Nggak juga sih. Acaranya cuma tiga hari, persiapannya aja yang mungkin semingguan.”
“Kamu berangkat sendiri?”
“Bertiga dulu, ntar rombongan yang lain nyusul lusa.”
Klien prioritasku itu lalu melangkah mendekat. Selanjutnya, dengan nakal dia daratkan tangan di pantat. Kurasakan kemudian tangan itu mulai mengelus-elus pelan. Aku biarkan saja. Toh dalam ruangan kini hanya tinggal kami berdua.

Senin, 25 Mei 2020

Success Fee


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Selamat siang. Saya mau ketemu dengan Mbak Widia?”
Suamiku berbicara dengan konsier hotel.
“Sudah ada janji sebelumnya, Pak?”
“Sudah.”
“Baik, ditunggu sebentar. Saya hubungi dulu Mbak Widia-nya.”
Hari itu, mumpung lagi libur, aku diajak suami untuk ikut melakukan survei lokasi. Lokasi yang akan dipakai mengadakan wedding anniversary mertua. Kebetulan tahun ini, ada rejeki lebih jadi suami mau bikin kejutan sederhana buat mereka. Dua hotel sudah kami datangi. Ini adalah hotel terakhir dari tiga kandidat. Kami akan bertemu dengan marketing hotel. Mbak Widia.
Tak lama, seorang gadis muda datang menyapa kami. Manis dan sangat modis. Paling mencolok tentu rambutnya, yang diarsir pirang.
“Lho, Mas Hendra?”
Suamiku agak kaget kalau gadis itu mengenal dirinya. Dia seperti sedang mengingat-ingat.
“Saya Widi. Yang dulu Mas kasi beasiswa kuliah perhotelan.”
Senyum suami mengembang. Sepertinya dia sudah ingat gadis tersebut. Mereka pun bersalaman. Kemudian suami mengenalkan diriku.
“Ini Dita, istri saya.”
Gadis itu tersenyum lagi, dan menyalami aku. Insting wanitaku langsung bereaksi. Melihat sikap canggung si gadis, pasti pernah ada ‘sejarah’ di antara keduanya.

Minggu, 24 Mei 2020

Kembali Terbang


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sedang santai menunggui anaknya main rumah bola, ponsel Amanda berbunyi. Sedikit kaget dia melihat nama yang tertera. Kapten Baskoro? Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kontak. Ketika sang kapten pensiun adalah kali terakhir dia memberi kabar. Bergegas Amanda beranjak dari tempat duduk, melangkah sedikit menjauh dari suaminya. Apa yang bakal jadi pembicaraan, mungkin saja akan sensitif untuk didengar orang lain. Terutama sang suami.
“Manda, maaf nih kalau ganggu.”
“Nggak apa-apa, Kap. Kok tumben nih?”
“Iya. Kangen sama suara kamu.”
Amanda tersenyum. “Kangen suaranya, apa orangnya?”
“Orangnya juga dong.” Terdengar suara tawa dari seberang.
“Udah ah basa-basinya, langsung aja to the point ya. Biar nggak lama.”
Kapten Bas lalu mulai menuturkan kronologis kenapa dia menelpon. Dia bilang diminta bantuan untuk menerbangkan jet pribadi dengan tujuan Dubai. Special request dari kedutaan Arab Saudi di Indonesia. Dia diminta pula mencarikan tenaga pendukung. Satu co-pilot, dan dua pramugari. Disinilah peran Amanda. Bisa tidak dia ikut terbang pada tanggal tersebut. Sekalian buat reunian gitu, kata Kapten Bas. Dia bilang Sheila sudah mau. Satu dari rekan pramugari yang dulu pernah ‘dekat’ juga dengan Kapten Bas. Dekat di sini, tentu yang dimaksud adalah ‘teman tidur’. Sama halnya seperti Amanda.
“Kalau minta waktu buat diskusi sama suami boleh nggak, Kap?”

Rabu, 22 Januari 2020

Belajar Gitar


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sudah terparkir rapi, aku ajak si kecil keluar dari mobil. Kami sampai di kosan Leo. Tuan rumah pun sudah muncul menyambut. Dia kemudian mengajak kami naik ke kamarnya.
Tujuan kedatangan kami, karena si kecil mau belajar gitar. Sebulan lagi akan ada pentas seni di sekolah. Setiap kelas diundang ikut berpartisipasi mengisi acara. Anakku mau ikut menyumbang lagu, sambil memainkan gitar. Dia bilang mau bikin salah satu temen ceweknya terkesan. Duh, kecil-kecil udah dilanda cinta monyet. Persis kayak mamanya. Tersenyum aku mendengar curhat anakku, di suatu malam.
Si kecil langsung minta aku bicara dengan Leo. Terakhir waktu ada di kosan Leo, anakku sempat diajari kunci-kunci gitar. Cuma waktu itu sekilas saja, karena dia dalam kondisi tak enak badan. Bisa dibaca di tulisanku yang berjudul ‘Imbalan Bantuan’. Mendengar penjelasanku itu, dengan senang hati Leo bersedia mengajar. Dia juga memberi saran gitar merk apa yang musti aku beli untuk si kecil.
“Langsung mulai aja ya?”
Anakku mengangguk. Duduk bersila kemudian mereka berhadapan. Sementara aku ambil piring, untuk wadah kue-kue yang tadi kubeli. Aku taruh di dekat keduanya, ditambah dengan minuman kemasan kesukaan si kecil. Baru aku ikut duduk. Sedikit memberi jarak, agar tidak mengganggu mereka. Sambil mengajar, sesekali Leo melirik ke arahku. Sesekali pula dia lempar senyuman.