Minggu, 24 Mei 2020

Kembali Terbang


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sedang santai menunggui anaknya main rumah bola, ponsel Amanda berbunyi. Sedikit kaget dia melihat nama yang tertera. Kapten Baskoro? Sudah lama sekali mereka tidak melakukan kontak. Ketika sang kapten pensiun adalah kali terakhir dia memberi kabar. Bergegas Amanda beranjak dari tempat duduk, melangkah sedikit menjauh dari suaminya. Apa yang bakal jadi pembicaraan, mungkin saja akan sensitif untuk didengar orang lain. Terutama sang suami.
“Manda, maaf nih kalau ganggu.”
“Nggak apa-apa, Kap. Kok tumben nih?”
“Iya. Kangen sama suara kamu.”
Amanda tersenyum. “Kangen suaranya, apa orangnya?”
“Orangnya juga dong.” Terdengar suara tawa dari seberang.
“Udah ah basa-basinya, langsung aja to the point ya. Biar nggak lama.”
Kapten Bas lalu mulai menuturkan kronologis kenapa dia menelpon. Dia bilang diminta bantuan untuk menerbangkan jet pribadi dengan tujuan Dubai. Special request dari kedutaan Arab Saudi di Indonesia. Dia diminta pula mencarikan tenaga pendukung. Satu co-pilot, dan dua pramugari. Disinilah peran Amanda. Bisa tidak dia ikut terbang pada tanggal tersebut. Sekalian buat reunian gitu, kata Kapten Bas. Dia bilang Sheila sudah mau. Satu dari rekan pramugari yang dulu pernah ‘dekat’ juga dengan Kapten Bas. Dekat di sini, tentu yang dimaksud adalah ‘teman tidur’. Sama halnya seperti Amanda.
“Kalau minta waktu buat diskusi sama suami boleh nggak, Kap?”
“Boleh dong. Tapi jangan lama-lama ya. Soalnya klien minta data staf secepatnya.”
“Baik, Kap.”
“Aku sih pengennya kamu. Tapi kalau nggak bisa, ya terpaksa deh cari yang lain.”
Kata-kata Kapten Bas itu mengakhiri pembicaraan di telepon.
Sejenak Amanda termenung. Memikirkan tawaran dari mantan Kaptennya itu. Sebenarnya sudah rindu sekali dirinya untuk merasakan lagi terbang. Apalagi anak keduanya sekarang sudah cukup besar. Sudah bisalah buat ditinggal-tinggal. Tapi bagaimana cara mengatakan ke suami, itu yang bikin Amanda galau.
Sementara, di-pending dululah masalah ini.
Melangkah dia mendekati suami dan anak-anaknya, yang sekarang ada di bagian video game.
“Telepon dari siapa?”
“Dari temen lama. Nanyain kabar aja.”
“Oh.” Sang suami hanya mengangguk.
Kemudian Amanda kembali fokus menikmati agenda liburan mereka.
***
Amanda keluar dari kamar mandi sudah berbalut baju tidur. Mirip lingerie. Bahannya tipis serta dihiasi renda. Memperindah lekuk tubuh Amanda yang sudah indah. Menerawang. Mengundang mata laki-laki manapun untuk melirik. Baru saja duduk di depan meja rias, pintu kamar terbuka. Suaminya masuk. Laki-laki itu langsung berjalan mendekati sang istri, dan mendaratkan ciuman.
“Tadi bikin masakan enak, sekarang pake baju tidur seksi. Pasti ada maunya nih istrinya Papi.”
Suami Amanda berbisik. Dia sudah hapal betul dengan kebiasaan sang istri.
Amanda tersenyum simpul. Ketahuan deh.
“Iya nih, Pi.”
“Mau apa emang istrinya Papi tercinta?”
Dia ambil kursi dan duduk di samping istrinya. Amanda mulai bercerita mengenai tawaran kerja dari Kapten Bas. Sebagai crew udara sebuah private jet. Satu trip saja, Jakarta-Dubai PP. Cuma memang sih pakai acara menginap dua malam. Melayani rombongan dari Arab Saudi, yang akan mengadakan kunjungan kerja. Meeting multi-negara. Jadwal keberangkatan bulan depan, minggu kedua. Musti dikonfirm dua hari lagi.
“Boleh kok.”
Amanda terkejut. Masih belum percaya, dia pun memastikan sekali lagi. “Be-beneran, Pi?”
“Iya. Katanya Mami emang udah kangen terbang lagi kan?”
“Makasi, Pi. Makasi.”
Dia peluk suaminya dengan erat. Didaratkan pula beberapa kali ciuman di kening, pipi, dan bibir sang suami. Amanda nampak kegirangan.
“Kayaknya Papi bakal ‘enak’ nih bobonya malem ini.” Dia tertawa kecil.
“Pasti dong.”
Wanita cantik itu berdiri. Memberi seringaian binal. Ditarik tangan suaminya untuk dituntun ke ranjang. Tak perlu waktu lama, pakaian mereka sudah berserakan kemana-mana.
Ranjang pun lalu berguncang. Dengan posisi Amanda ada di atas.
***
Begitu landing, Amanda langsung ke hotel pakai taxi. Hari sudah mulai gelap. Kapten Bas dan Sheila ternyata menunggu dia di lobi. Keduanya memang sudah tiba sejak kemarin. Mereka lalu saling mendaratkan pelukan, melepas kangen karena lama tidak bersua. Sewaktu mau permisi ke resepsionis, Kapten Bas bilang itu tidak perlu. Dia bilang Amanda akan tidur di kamarnya malam ini. Mendengarnya, Sheila melempar senyum genit. Menangkap makna dari senyum itu, Amanda ikutan tersenyum. Kebiasaan sang Kapten sama sekali tidak berubah. Kemarin pasti Sheila sudah dapat giliran.
Koper dititip dulu di concierge. Sebelum ke kamar, Kapten Bas mengajak dulu dua wanita cantik itu makan malam. Di restoran seberang hotel. Sehabis itu baru mereka pisah. Sheila ke kamarnya sendiri, sedang Amanda ikut dengan sang Kapten.
“Aku mandi dulu ya, Kap.”
“Boleh ditemenin?” Laki-laki itu nyengir.
Ganti Amanda yang nyengir. “Boleh dong.”
Kapten Bas minta Amanda menelanjangi diri lebih dulu. Dia sendiri cuma berdiri, menikmati hal indah yang tersaji di depan mata. Tubuh molek yang mulai terbebas dari penutupnya. Dari mulai tanktop, sampai terakhir thong. Masih persis seperti terakhir kali dilihatnya. Masih putih. Masih mulus. Masih ramping. Masih melekuk sempurna.
“Aku duluan ya. Nyusulnya jangan pakai lama.”
Amanda mengerling. Melangkah kemudian dia ke kamar mandi, dalam keadaan bugil. Buru-buru Kapten Bas membuka pakaian. Sambil menatap nanar ke arah gerak seksi pantat sang pramugari. Selanjutnya, percumbuan di bawah shower pun terjadi. Lebih mendekati foreplay, karena hanya sebatas cumbu-cumbu manja, tanpa penetrasi.
Percumbuan lalu pindah ke ranjang. Amanda bergelayut dalam belaian laki-laki tambun tersebut. Berkali-kali kecupan mendarat di pipi dan bibir. Begitu pula remasan di kedua payudara.
“Badan kamu sama sekali nggak berubah, Manda. Masih kayak dulu.”
Si pemilik tubuh hanya tersipu. Kerja kerasnya pasca melahirkan membuahkan hasil.
“Transferannya sudah masuk kan?”
“Sudah. Makasi banget lho Kap, fee-nya ditransfer full. Pakai ditambah bonus lagi. Padahal kan belum kerja.”
Kapten Bas tertawa. “Aku kan percaya sama kamu. Nggak mungkinlah ingkar janji.”
Amanda tersenyum, sambil membelai-belai dada laki-laki itu.
“Gimana? Keluarga semua sehat?”
“Iya. Sehat.”
Sambil ngobrol, keduanya terus saling membelai. Sampai kecupan berganti jadi kuluman panas. Percumbuan pun berganti jadi pergumulan.
Tanpa menunggu lama, Kapten Bas langsung menikmati tubuh mulus itu. Dijelajahi tiap jengkal dengan teramat antusias. Diciumi, dijilat, dan dikulumi. Dari mulai dahi, sampai ke jari-jari kaki. Selain mulus, tubuh molek itu juga wangi sekali. Bagaikan porselen tanpa cacat. Sial, beruntung banget suamimu, Manda. Membatin sang Kapten dalam hati.
“Aahhh...”
Amanda melenguh manja, ketika Kapten Bas mengemut puting kirinya. Digigit lembut, sebelum pindah ke puting kanan. Masih mungil dan ngegemesin. Bikin laki-laki paruh baya itu gemas.
Bergerak lagi kemudian bibir itu, sampai tiba di area antara dua paha.
“Sshhh, sshhh, sshhh...”
Kembali Amanda melenguh. Disertai desah-desah kecil, setiap kali lidah Kapten Bas menari-nari di vaginanya. Disruputnya liang nikmat itu dengan rakus.
“Memek kamu juga sama sekali nggak berubah. Masih wangi kayak dulu.”
Amanda tersipu malu. Dianggapnya hal itu sebagai pujian.
“Masih sempit?”
“Dicoba aja langsung, Kap.” Mengerling dia.
Laki-laki itu pun kian gemas mendengarnya. Kondom terpasang. Kapten Bas pelan memasukkan batang penisnya. Berusaha menikmati tiap detik reuni dengan lubang nikmat, milik mantan anak buahnya itu. Begitu amblas secara penuh, laki-laki itu tersenyum lebar. Senyum penuh kepuasan.
Just like old days, Manda.”
Berarti sensasi jepitan kelaminnya masih sama. Sang pramugari cantik kembali tersipu. Dibalas kata-kata itu dengan senyum.
Mulai sang Kapten memainkan pinggul. Amanda sesekali mengeluarkan lenguhan dan desahan, agar terlihat menikmati. Bagaimana juga kepuasan laki-laki itu adalah prioritasnya. Meski kalau mau diakui, diakhir-akhir pertemuan mereka, stamina Kapten Bas tak lagi sekuat dulu. Usia tentu tidak bisa dibohongi. Paling banter semenit-dua menit dia sudah akan kelelahan. Agaknya malam itu akan berujung sama.
Dan benar saja, belum lama, Kapten Bas sudah minta Amanda ada di atas.
Diturutinya kemauan tersebut. Berupaya Amanda membuat sang Kapten tak terlalu cepat keluar. Pasti akan kecewa berat nantinya laki-laki itu. Dikurangi RPM goyang pinggulnya. Sesekali juga diajak Kapten Bas ngobrol. Supaya fokus partner seksnya sedikit terbagi. Cukup berhasil. Paling tidak, sampai detik ini batangnya masih keras dalam vagina. Walau begitu, tetap saja Kapten Bas cepet ‘bobolnya’. Mendadak lemas, padahal lagi digoyang enak.
“Nggak pernah menang lagi aku ngelawan kamu.”
Amanda tersenyum simpul, sambil melepas kondom dari penis Kapten Bas. Dia lakukan hati-hati agar cairan kental tak sampai tercecer, sebelum dibuang.
“Pasti Sheila nih gara-garanya.” Goda Amanda.
Laki-laki itu ngikik. Berhasil Amanda membesarkan hati pasangan tidurnya itu.
“Istirahat bentar, pasti Kapten bisa jos lagi kok.” Meskipun dia tahu itu tidak mungkin terjadi.
“Nggak deh. Kita tidur aja yuk. Udah malem.”
Tentu Amanda menuruti kemauan sang Kapten. Demikian pula waktu tidak dibolehin lagi pakai pakaian. Cuma boleh pakai celana dalam.
Bergelayut kemudian dia dalam pelukan Kapten Bas, hingga keduanya terlelap.
***
Esok paginya, mereka bertiga bertemu lagi di restoran hotel. Sheila sampai duluan. Amanda dan Kapten Bas datang sedikit terlambat. Gara-gara sang Kapten mendadak masuk kamar mandi, lalu menyetubuhi lagi dirinya. Untungnya sama seperti semalam, semua itu terjadi tidak lama.
Selesai sarapan, mereka balik ke kamar untuk bersiap-siap.
Seragam yang disiapkan ternyata cukup kasual, tetapi tetap formal. Atasan berupa kemeja silver, dengan panjang lengan tiga perempat. Ditambah slayer. Bawahan celana panjang hitam. Sepatu juga bukan hak tinggi. Model rambut pun dibebaskan. Diikat boleh, digerai juga boleh. Asal rapi. Nggak ribet deh pokoknya. Amanda dan Sheila pun tak perlu waktu lama untuk menyiapkan diri.
Di lobi, Kapten Bas terlihat lagi berbincang dengan seorang laki-laki. Dari pakaiannya, pastilah dia sang co-pilot. Kedua laki-laki itu berdiri, ketika melihat dua pramugari mereka datang.
“Kenalin ini Kapten Freddy.” Kapten Bas berujar.
Amanda dan Sheila pun bergantian bersalaman. Perawakannya tidak terlalu jauh berbeda dengan Kapten Bas. Tubuh rada tambun, rambut sudah ada yang memutih. Rupanya dia pensiunan juga, cuma dari maskapai sebelah. Pantas saja kurang familiar.
Kapten Bas lalu mengajak kami langsung ke mobil. Mereka memang harus datang lebih awal ke bandara, untuk menyiapkan segala keperluan.
“Semua sudah siap?”
“Sudah, Kap.” Amanda berujar, sambil lanjut melipat serbet makan.
Daftar permintaan konsumsi tidak terlalu banyak. Maka dari itu Amanda dan Sheila tidak terlalu repot di pantry. Paling hanya perlu mengecek ulang kebersihan meja, kursi, dan ruangan. Itupun sudah sangat bersih.
“Dari list manifest, penumpang kita ada enam orang. Empat laki-laki dan dua perempuan. Cukup dilayani seperti biasa aja. Kayaknya mereka nggak cerewet kok.”
“Baik, Kap.”
Setengah jam berselang, rombongan pun datang. Iring-iringan mobil memasuki hanggar. Diiringi suara sirine. Semua crew diminta menyambut di bawah tangga. Dari tampilan sekilas sepertinya mereka rata-rata masih muda. Mungkin dua orang saja yang senior nampaknya. Semua laki-laki pakai setelan jas. Begitu pula dengan perempuannya, tapi minus dasi. Terlihat sekali aura formal.
Semua siap, pesawat pun tinggal landas. Selama penerbangan praktis Amanda dan Sheila tidak terlalu bekerja keras. Penumpang cuma minta disiapkan makanan ringan dan air mineral. Mereka sepertinya masih mengerjakan bahan presentasi. Ada yang sibuk dengan laptopnya sendiri. Ada yang sibuk berdiskusi satu sama lain. Sampai malam menjelang. Kedua pramugari itu baru mulai bekerja lagi, saat jam makan malam tiba. Demikian pula saat persiapan tidur.
Pagi harinya, pesawat sudah landing di Dubai Internasional Airport. Tanpa sarapan, rombongan sudah langsung meluncur ke lokasi acara. Mereka akan berada di sana selama tiga hari. Selama durasi waktu itu, crew pesawat diberi ijin untuk berkeliling di Dubai. Tentu saja kesempatan itu tak disia-siakan oleh Amanda dan Sheila. Mereka berburu spot bagus untuk berfoto ria. Berburu kuliner pula di beberapa tempat. Di lain pihak, Kapten Bas dan Kapten Fred rupanya sudah juga punya agenda sendiri. Berburu tempat pijat plus-plus. Nggak jauh-jauh dari selangkangan. Untuk sementara, dua pramugari cantik itu terbebas dari tugas penghangat ranjang.
Sampai di hari terakhir, ponsel Amanda berbunyi. Acara gosip, sambil ngemil-ngemil cantik pun sementara berhenti.
“Siapa?” Tanya Sheila kepo.
Amanda mengangkat bahu. Menandakan kalau dia juga tidak tahu. Nomor yang menelepon tak terdaftar. Hanya nampak display picture yang kurang jelas. Diterimanya telepon tersebut, dengan menyalakan speaker agar Sheila bisa ikut mendengar.
Hello, this is Amanda?”
Yes.”
“Saya Amir from the Embassy.”
Sheila langsung heboh. Untung saja dia tidak sampai keceplosan teriak. Barusan saja si Amir ini mereka gosipin. Soal tampilan laki-laki ini yang mereka nilai paling oke, di antara tiga yang lain. Brewoknya itu lho ngegemesin, mengulang komentar Sheila tadi.
May I help you, Sir?”
Amir kemudian menjelaskan maksud dirinya menelepon. Rupanya dia dapat nomor telepon dari data crew. Bukan obrolan formal ternyata. Malahan laki-laki itu berniat mengajak dua pramugari itu untuk karaoke bareng. Kebetulan katanya, mereka mau santai-santai sehabis berserius ria di lokasi meeting. Mendengar itu Amanda jadi bingung dong. Musti memberi jawaban apa.
I need permition from the Captain. Can I contact you latter?”
Yes, of course. Tentu saja.”
Sementara percakapan telepon berhenti.
“Kok elu yang ditelepon sih. Kalo gue pasti udah langsung gue terima tuh.” Sheila melengos.
Dia cemburu, sekaligus sebel. Menggeleng Amanda melihatnya.
“Dasar. Kita ke sini buat kerja tau, bukan having fun.”
“Tapi kalo work and fun bisa jalan bareng, kenapa ditolak kan?”
Amanda tersenyum. Benar juga yang dikatakan Sheila tadi, pikir Amanda. Mereka berdua sudah terlalu lama berkutat dengan rutinitas rumah tangga. Sibuk mengurus keluarga sampai kadang lupa memanjakan diri sendiri. Kalau ada kesempatan seperti sekarang ini, kenapa nggak diambil saja kan? Kapan lagi nih dapat kesempatan bereuni dengan memori masa muda. Cuma sekedar karaoke, apa ruginya sih? Mana gratisan lagi. Begitu mendapat ijin dari Kapten, wanita cantik itu langsung menghubungi balik Amir. Dan tentu saja telepon tersebut disambut dengan sumringah.
Ganti pakaian, memoles make up secukupnya, kedua pramugari sudah siap di lobi. Mereka akan dijemput. Tidak lama sebuah mobil datang. Mereka pun kemudian berkendara.
This is Fadil.” Amir memperkenalkan si pengemudi. Salah satu anggota rombongan kedutaan.
And, you must be Sheila.”
Langsung disambut dengan senyum. Sheila tentu senang, karena laki-laki yang sedari berangkat selalu diliriknya, mengingat namanya.
Tak sampai setengah jam, mereka tiba di tujuan. Rombongan yang lain sudah sampai lebih dulu rupanya. Mereka sudah memulai acara lebih dulu. Sudah terdengar alunan musik, diiringi suara nyanyian. Suara satu, suara dua, dan suara fals berbaur menjadi satu. Justru itu bikin suasana jadi makin meriah. Amir, Fadil, Amanda, dan Sheila pun langsung ikut bergabung.
If you go hard, you gotta get on the floor. If you’re a party freak then step on the floor. If you’re an animal then tear up the floor...”
Alunan lagu mengalun. Semua yang ada di ruangan sudah rada ‘menggila’. Terpengaruh irama musik yang ngebeat. Terpengaruh pula botol-botol alkohol, yang isinya sudah hampir kosong.
Okay, okay, its getting late. Let’s finish this party.”
Meski disertai dengan seruan protes, tapi rombongan mengikuti instruksi dari pimpinan mereka. Kembali ke mobil, Sheila sudah ‘nempel banget’ dengan Amir. Sejujurnya, Amir awalnya naksir pada Amanda. Hanya saja karena Sheila jauh lebih agresif, hingga mampu merubah niat laki-laki tersebut. Amanda sendiri tak masalah dengan hal itu. Di kursi belakang, terus saja terdengar riak tawa kedua sejoli itu. Tak segan pula berciuman. Bikin Amanda dan Fadil jadi sedikit canggung.
Setiba di hotel, sudah dapat ditebak ke mana dua sejoli itu melangkah. Ke kamar Amir. Si teman sekamar terpaksa hanya bisa mengalah. Kasihan terhadap Fadil, Amanda menemani laki-laki itu menuju reseptionis.
Sorry Sir, our room tonight alredy full book.”
Fadil mengangkat bahunya. Menandakan kalau dia sudah pasrah.
You can sleep in my room if you want.” Ujar Amanda, yang bikin kening si pendengar sontak berkerut. Seakan sadar kalau kata-katanya tadi multi-tafsir, wanita cantik itu langsung menimpali lagi. “On the sofa.”
Langung Fadil terkekeh. “Sorry, sorry, sometime I just hate my mind.”
Dan Amanda pun jadi ikut tertawa geli.
Melangkah kemudian keduanya menuju lift. Menyusuri selasar hotel yang sudah sangat sepi.
You can take shower first.” Tawar Amanda.
Dituruti oleh Fadil. Masuk dia ke kamar mandi, lalu terdengar suara gemericik air. Kesempatan itu dipakai Amanda untuk merapikan kamar. Sisa-sisa bungkus camilan. Botol plastik minuman. Semuanya masuk keranjang sampah. Pakaian Sheila yang masih teronggok di lantai. Masukin ke koper. Dia bersihkan pula sofa, yang nantinya akan dipakai Fadil berbaring.
Tidak lama, laki-laki itu keluar dengan memakai kimono. “Your turn,” ujarnya.
Gantian Amanda yang masuk. Dia langsung bawa pakaian ganti, mengingat di kamar itu kini ada seorang laki-laki. Segar sekali rasanya guyuran air hangat malam itu. Setelah tadi berhaving-fun ria untuk beberapa jam. Keluarnya, Amanda sudah pakai kaos dan celana pendek. Berbeda dari malam sebelumnya. Waktu sama Sheila, mereka kompak ber-tanktop dan bercelana dalam saja.
Amanda menemukan Fadil lagi di teras. Menghisap sebatang rokok.
Can I have one.”
So, you drink and smoke? Nice.” Fadil mengerling.
Disodorkan bungkus rokok kepada Amanda. Diambil satu batang. Fadil bantu menyalakan, dan kepulan asap mengiringi obrolan mereka kemudian. Tidak terasa, dua batang, tiga batang berlalu. Tanpa terasa malam kian larut.
Its already late, time to sleep.”
Amanda mengangguk.
Saat Fadil menuju sofa, pramugari cantik itu memanggil. “Just sleep here on the bed.”
Seriuosly?”
Yeah. Three hours talking, I know you’re a good man.”
Fadil tersenyum lebar. Tanpa merasa perlu konfimasi lagi, dia ikut naik ke ranjang. Meski sudah dapat ‘undangan’, tetapi tetap saja dua bantal jadi pemisah mereka.
Don’t be nauthy.”
Amanda mengingatkan, sambil tudingkan telunjuk. Fadil yang melihat itu, cuma tertawa kecil.
***
Pagi harinya, Amanda terbangun karena sayup-sayup mendengar suara. Sewaktu membuka mata, dia mendapati Sheila ada di kamar. Sementara Fadil masih terbaring di sebelah dirinya.
Sorry, sorry, gue cuma mau ngambil koper aja.”
Sheila nyengir. Cengiran nakal khasnya.
Amanda merasa tidak merasa perlu menjelaskan apa yang terjadi. Akan apa yang mungkin ada di pikiran sahabatnya itu. Mengingat memang sekarang ada seorang laki-laki berbaring di ranjang bersama dirinya. Dan mereka berdua sama-sama cuma pakai kimono. Mungkin karena terganggu suara obrolan mereka, Fadil jadi ikut terbangun. Sama halnya seperti Amanda tadi, laki-laki itu juga ikut kaget melihat Sheila.
Tanpa menunggu komentar tambahan, Sheila melambai dan langsung keluar dari kamar.
Oh, that’s akward.”
Keduanya saling toleh. Fadil tertawa. Amanda juga ikut tertawa.
Coffee?”
Amanda mengangguk.
Beranjak kemudian Fadil menuju meja di dekat televisi. Di mana pemanas air berada. Sementara Amanda melangkah ke kamar mandi. Cuci muka, gosok gigi, untuk menyegarkan diri. Sekeluar dirinya, ganti Fadil yang masuk. Dua gelas kopi panas sudah tersaji di atas meja. Dia ambil satu gelas sebelum menuju teras. Cahaya matahari masih amat muda. Terasa hangat di sela-sela kulit Amanda yang luput dari kimono. Tak lama Fadil menyusul. Di tangannya kini juga ada segelas kopi. Dia pun sudah terlihat lebih segar.
Kembali keduanya berbincang. Membahas suasana kota pagi itu. Masih ada waktu untuk santai, karena pesawat baru akan berangkat sore.
Di tengah obrolan, Fadil mengajak memesan sarapan. Soalnya mereka mengaku sama-sama lagi mager keluar kamar. Pilihan jatuh pada sandwich dan juice. Sambil makan, obrolan mereka jadi makin personal. Malah sudah berani saling lempar flirting. Padahal Fadil sudah tahu akan status Amanda. Wanita cantik itu bukannya memberi jarak, malah terlihat menikmati keintiman yang terbangun di antara mereka. Memang sudah lama sekali dirinya tidak berada dalam situasi seperti itu. Berbagi tatapan nakal dengan laki-laki. Disertai keinginan saling menikmati satu sama lain.
Entah siapa yang mulai duluan, tahu-tahu keduanya sudah beradu bibir. Memagut dengan panas dan semakin panas. Ketika sudah bergumul di ranjang, yang tersisa hanyalah celana dalam. Dua kimono di lantai jadi saksi bisu, sebagaimana halnya dinding kamar.
You must know that you had an amazing body.”
Amanda tersipu. Akhirnya didengar lagi pujian seperti itu, setelah sekian lama. Terdengar seperti musik indah di telinganya.
Fadil melanjutkan ciuman. Menyusuri kulit telinga, leher, pundak, hingga berhenti cukup lama di payudara. Diselingi dengan jilatan dan kuluman. Terutama pada areal puting. Membuat Amanda gemetaran, dilanda kenikmatan. Berlanjut kemudian turun lagi menjelajahi perut, pinggang, dan seluruh kaki jenjang si pramugari cantik. Sungguh sebuah sensasi yang menyenangkan. Sisi liar yang kembali bangkit, setelah sekian lama dia hanya ‘mengabdi’ pada suami.
Sedang dijilati, tangan Amanda bergerak ke area selangkangan. Hendak meraba calon penis yang akan masuk ke vaginanya. Kaget dia menemukan tonjolan yang ukurannya jauh dari biasa. Maka dia coba merogoh, memasukkan tangan ke dalam. Dia makin kaget. Diameter penis itu memang jauh dari ukuran biasa. Besar sekali. Beneran, besar sekali.
Do you like it?
Bisik Fadil, menyadari kalau tangan Amanda berlama-lama di penisnya.
I think...” Sahutnya ragu. Khawatir vaginanya tak mampu mengatasi si calon penis.
Dibalas Fadil dengan melempar senyum.
Let make you wet, then...”
Fadil membuka kedua kaki Amanda, membuatnya mengangkang lebar. Dijilatinya lubang intim milik pramugari itu dengan telaten. Dibikinnya si cantik bergelinjang, meski bagian bawah sudah dijejal bantal. Terus lidah Fadil menari sampai di bawah sana jadi basah, sebasah-basahnya. Area kewanitaan yang bersih tak berbulu, membuat gerakan si lidah lebih mudah.
Are you ready?” Ujar laki-laki itu, saat ujung penisnya sudah mengarah ke lubang vagina. Penis yang kini sudah terbalut kondom.
Amanda mengangguk. Masih terlihat sedikit ragu. Dia kencangkan remasan pada sprei. Dia juga memejamkan matanya. Dia tahu proses awal ini tidak akan terasa nyaman.
Dan benar saja. “OOHHH...!”
Si pramugari cantik mendesah panjang. Begitu halnya si partner seks. Amanda mendesah, karena liang yang meregang hebat. Fadil mendesah, karena batang yang terjepit ketat. Hanya sementara, karena pelan-pelan kedua kelamin mulai bisa beradaptasi. Terlihat dari mata Amanda yang sudah terbuka kembali. Dua insan itu saling beradu tatap, seiring tubuh mereka yang bergeliat seirama. Fadil masih melakukan setubuhan secara halus. Dinikmati benar sempitnya gua Amanda.
Are you good?”
Kali ini Amanda mengangguk mantap. Ini beneran enak. Sumpah.
I’m going faster, okay?
Dijawab lagi dengan anggukan. Dan ‘serangan’ pun makin gencar dilakukan. Ranjang empuk itu jadi berguncang semakin kencang.
Di tengah adu desah dan adu keringat tersebut, tiba-tiba momen panas itu diganggu suara ponsel. Ponsel milik Amanda. Fadil menghentikan genjotan. Bertanya apa Amanda mau menjawabnya. Sadar kalau ponsel itu hanya bisa diakses rekan kerja, pramugari itu mengangguk. Minta tolong lalu Fadil untuk menjangkaunya. Tangan yang panjang, membuat Fadil bisa melakukan itu tanpa perlu mencabut penisnya.
“Iya, Capt. Baik, Capt.”
Hanya dua jawaban itu yang keluar dari mulut Amanda. Percakapan selesai. Dilempar ponsel ke samping, lalu menatap Fadil. “You have five minute to finish it.”
Fadil tertawa kecil. “Yes, Ma’am.”
Dan tubuh mereka pun kembali berguncang. Kian lama kian kencang. Fadil mengerahkan segala yang dia punya, agar orgasme secepatnya datang.
“Aahhh, aahhh, oohhh, oohhh... Yes, yes, yes...” Fadil dan Amanda merancau bergantian.
Beberapa detik kemudian, tubuh sintal Amanda terlihat menegang. Matanya memejam, mulutnya membuka lebar, dan lenguhan panjang terdengar. Wanita cantik itu mencapai puncak permainan lebih dulu. Meski begitu, Fadil tidak berhenti. Dia terus menyerang dan menyerang. Sampai dia menarik penis, melepas kondom, dan membasahi perut rata Amanda dengan cairan miliknya.
Keduanya ngos-ngosan. Sungguh olah raga ranjang yang nikmat.
Sadar tak punya banyak waktu, begitu sudah bisa mengontrol diri kembali, Amanda berbisik ke Fadil. “Sorry, but now I must get ready.”
Disahut Fadil dengan anggukan. Sementara Amanda sudah turun dari ranjang, laki-laki itu masih saja tetap berbaring. Masih mengumpulkan tenaga, yang terkuras demi menaklukan si pramugari cantik. Dia baru mengangkat tubuhnya, ketika pintu kamar mandi terbuka. Duduk dia kemudian di tepi ranjang. Mengamati Amanda yang sedang berpakaian. Wanita cantik itu hanya melempar senyum, ditatap dengan seksama seperti itu.
Begitu Amanda selesai, barulah Fadil bangkit berdiri. Masih dalam keadaan polos tanpa sehelai benang, dia melangkah mendekat.
Before you put on make up, can I kiss you one more time?”
I let you fuck me, and you still ask before kissing me? I’m plattered.”
Amanda tersenyum genit.
Mendengar itu Fadil tertawa kecil. Tentu dia masih perlu bertanya, mengingat Amanda bukanlah miliknya. Bibir mereka pun bertemu. Kali ini Fadil memagut dengan sangat lembut. Seolah ingin mengucap terima kasih. Dibiarkan kemudian Amanda untuk lanjut berdandan. Sementara Fadil ganti masuk ke kamar mandi.
***
Tanpa menunggu Fadil, Amanda keluar dari kamar. Sudah dengan tampilan fresh dan cantik. Dia seret koper sepanjang selasar hotel, menuju lift. Sesampai di lobi, dilihatnya Sheila lagi ngobrol dengan Kapten Fred di sofa. Sedang Kapten Bas terlihat lagi di resepsionis. Melambai Amanda pada keduanya, lalu melangkah mendekati sang pilot.
“Siang, Kap.”
“Siang, Manda.” Kapten Bas tersenyum. “Gimana kemarin? Tamu kita having fun?”
Amanda mengangguk. “Banget. Kayaknya belum pada bangun nih.”
“Nggak apa-apa. Yang penting kitanya sudah siap. Soal mereka mau berangkat kapan kan suka-suka mereka aja.”
Namun perkiraan tersebut salah. Belum ada lima belas menit, para penumpang mulai berkumpul lobi. Meski dengan raut muka lesu dan masih terlihat pengar. Begitu pula halnya Amir dan Fadil. Sekilas Amanda dapat melihat Sheila dan Amir saling bertukar senyum, ketika mereka melintas. Menandakan kalau semalam memang terjadi sesuatu antara mereka. Tentu Fadil juga melakukan hal yang sama kepada dirinya. Baik Amanda maupun Sheila belum sempat bertukar cerita. Tidak enak dong ngomongin hal gituan di depan para Kapten.
Setelah semua berkumpul, pakai empat mobil kemudian mereka berangkat ke bandara. Pesawat pun bisa berangkat sesuai dengan jadwal.
So, what happen?” Amanda nyeletuk, saat bersama Sheila di pantry.
Pada penerbangan pulang ini, kedua pramugari cantik lebih tidak sibuk lagi. Malah sama sekali tidak ada kerjaan. Semua penumpang lebih memilih untuk tidur. Termasuk Amir, dan juga Fadil. Lampu dalam kabin pun sudah diredupkan.
Best sex I ever had.” Sheila berseru, tapi berbisik. “Kontol tergede yang pernah gue rasain.”
Amanda terkekeh.
“Elu sendiri gimana?” Rekan kerjanya itu mengerling.
“Sama.”
Keduanya pun kompak ngikik, berbisik.
Menjelang sepuluh menit mendarat, penumpang baru satu persatu terbangun. Beda dengan Amir dan Fadil tentunya. Mereka sudah terjaga lebih dulu. Mereka sempatkan dulu mampir ke pantry. Malah sekarang Amir dan Sheila lagi melakukan ‘special good bye’ di balik tirai.
So, we will meet again?” Tanya Fadil ke Amanda.
I don’t know. I can’t promise you that.”
Laki-laki itu tersenyum kecil. Dia bilang bisa mengerti keadaanku.
Well, thank you for the sweet memories than.”
Amanda hanya menjawab dengan senyum simpul.
Usai bersalaman, disertai kecupan pada kedua pipi, Fadil balik ke tempat duduknya. Sementara Amir baru menyusul beberapa menit kemudian. Sebuah perpisahan yang heboh sepertinya terjadi di belakang sana. Sampai-sampai Sheila musti merapikan lagi lipstiknya.
Pesawat mendarat dengan mulus, meski landasan sedikit basah oleh gerimis hujan. Di hanggar, iring-iringan mobil dinas kedutaan sudah menunggu mereka. Pimpinan rombongan menyalami Amanda dan Sheila, mewakili yang lain mengucapkan terima kasih. Begitu pula kepada Kapten Bas dan Kapten Fred. Iring-iringan itu pun lalu berangkat, disertai raungan sirine patwal.
Ganti kemudian mereka berempat yang saling bersalaman, setiba di parkiran bandara.
Amanda dan Kapten Fred menuju mobil jemputan masing-masing. Sedangkan Sheila melangkah mengikuti Kapten Bas. Sang Kapten minta ditemani satu malam lagi.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar