Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi
memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Ssshh.. ssshh..
ssshh..”
“Geli
Leo.. aduh.. aahh..”
Merancau
dan bergelinjang aku di atas ranjang kosan Leo. Celana pendekku tidak lagi
terpasang. Demikian pula celana dalamku. Di bawah sana, Leo sedang asyik dengan
mainan seks baru yang dibelinya secara online.
Bentuknya bulat sedikit lonjong mungil berkabel. Ketika menyala benda itu bergetar
pelan dan berdengung. Leo menjadikan aku sebagai objek eksperimen, bukannya
pacar sendiri. Sudah sepuluh menit lebih benda itu bergesekan dengan kelaminku.
Terpaksa
kusetujui keinginan Leo itu. Liburan kali itu suamiku minta untuk ditemani
Mila. Buat yang belum tahu, Mila adalah pacar Leo. Sebelumnya aku, suami dan
Mila pernah ber-threesome ria. Karena
hari itu Mila menemani suamiku, maka konsekuensinya aku musti ganti menemani
Leo. Sebuah pertukaran pasangan yang cukup adil. Sebagai syarat tambahan, aku juga
harus mau dijadikan percobaan mainan seks barunya. Maka jadilah kini aku
bergelinjang di ranjang Leo.
“Enak
Kak?” tanya Leo. Sekilas kudengar pula suara tawanya.
Tidak
kujawab pertanyaan itu. Aku terlalu sibuk didera rangsangan pada kewanitaanku.
Apalagi kemudian Leo mengeluarkan sebuah mainan seks lain. Yang diincarnya kini
puting payudaraku. Diangkatnya ujung tanktop,
berikut cup bra-ku. Mainan seks kedua itu digesekkan di putingku bergiliran.
Semakin bergelinjanglah aku.
“Aduh Leo,
ssshh.. ssshh..” Aku hanya bisa mendesah dan mendesis. Tidak kuasa aku melawan,
karena dari awal tadi kedua tanganku diikat Leo. Tanganku ada di belakang,
terikat oleh baju kaos miliknya. Katanya agar aku bisa lebih menikmati
sensasinya.
Cairan
kewanitaanku sudah membanjir. Sepertinya Leo memang tidak berniat
menyetubuhiku. Dia hanya mau bermain-main dengan tubuhku. Kini mainan seks itu
ditekannya agak dalam, mengenai klitorisku. Rasanya bukan main. Otakku rasanya
mau meledak dilanda kenikmatan. Ternyata begini toh rasanya menjadi bintang
porno. Biasanya adegan macam ini hanya kutonton dalam bokep-bokep Jepang.
Selang beberapa menit, tubuhku
mengejang. Di bawah sana sudah tidak kuat lagi bertahan. Maka berteriak aku
sekencang-kencangnya. “AAKKHHH..!!” Aku orgasme dengan dasyatnya.
Selepas
itu semuanya gelap untuk sesaat. Mataku terpejam, tubuhku lunglai, nafasku
tersengal-sengal. “Kak Dita, Kak Dita..” sayup-sayup kudengar suara Leo.
Tubuhku terguncang-guncang pelan. Sepertinya Leo khawatir kalau aku pingsan.
Perlahan kubuka mataku.
“Kakak
nggak apa-apa? Maafin Leo Kak,” ucapnya, sambil bergegas melepas ikatanku.
Kulihat guratan kecemasan di wajahnya.
Begitu
tanganku terbebas, aku tersenyum kecil. Kemudian menggeleng.
Kulihat
Leo buru-buru turun dari ranjang. Berikutnya dia membantuku bangun. Disodorkan
lalu botol air mineral untuk kuminum. Tubuhku kembali segar setelah menegak air
tersebut. Melihat keadaanku sudah membaik, Leo langsung menghujaniku dengan
pertanyaan. Pertanyaan tentang rasanya digesek mainan seks. Kujawab apa adanya.
Kubilang kalau sensasinya luar biasa. Belum pernah kurasakan sensasi seperti
itu. Leo semakin antusias mendengarnya. Dia malah menawari mainan seks lain,
berupa dildo karet berukuran jumbo. Kutolak mentah-mentah waktu Leo bilang mau masukin
itu ke vaginaku. Kuancam kalau dia melakukan itu, maka dia nggak boleh masukin penisnya lagi. Langsung Leo jadi ciut
mendengarnya. Tersenyum geli aku melihat raut wajahnya waktu itu.
Turun
kemudian aku dari ranjang, menuju kamar mandi. Di dalam sana aku mencuci muka,
dan membersihkan diri. Masih belum kupakai celana, karena merasa perlu mencuci
juga kelaminku. Di depan kaca, kurapikan posisi bra dan tanktop. Begitu pula geraian rambut. Tubuhku kembali terasa segar.
Keluar dari kamar mandi, kulihat Leo lagi berbicara lewat ponselnya. Kuperhatikan
dia sambil memakai kembali pakaian bawahku.
“Kak, aku
lupa nih musti main futsal. Kakak aku tinggal bentar yah,” jelasnya, setelah
obrolan di ponselnya berakhir.
Kupikir-pikir
malas juga kalau ditinggal sendirian. Bakal bingung harus ngapain buat mengisi
waktu. “Aku ikut aja deh ama kamu,” demikian kuputuskan. Kata temanku Putri,
sering-sering hang out ama anak muda bikin
awet muda. Kucoba mengikuti sarannya itu.
Maka akhirnya
aku duduk cantik di jok depan mobil, di samping Leo. Kami menuju lapangan
futsal dimana teman-temannya sudah menunggu. Ini pertama kali aku naik mobil
Leo. Ternyata interior dalam mobilnya tidak lepas dari modifikasi. Kadang aku
heran sama selera anak muda, mobil sudah bener-bener kok dirubah-rubah. Mending
duitnya dipakai buat yang lebih penting atau ditabung. Leo hanya nyengir saat kukatakan
itu soal cat mobilnya. Habis sudah hobi sih, itu saja alasan dia. Alasan yang sama
dipakainya saat kukomentari double sound
system, full bass di bagasi belakang.
Sambil
nyetir berkali-kali Leo memuji pakaianku. Dia bilang tumben melihat aku pakai tanktop dipadu celana pendek ketat. Katanya
jadi kelihatan lebih muda, nggak
kalah sama cewek-cewek di kampus. Sempat aku tersipu, sebelum kutoel telinganya
saat komentar itu disertai rabaan di paha. Dia mengaduh pelan sambil nyengir. Dan
tangan itu mendarat lagi di pahaku. Kubiarkan saja akhirnya. Lebih baik kunikmati
musik hip hop yang mengalun kencang
dari belakang.
“Rame
juga ya,” komentarku waktu kami berjalan masuk ke lapangan.
“Kampus
aku ditantang sama kampus lain soalnya Kak, tapi kalo ada aku sih dijamin
menang,” ucapnya sambil menepuk dada. Tersenyum aku mendengar ke-pede-an
dirinya itu.
“Wih, siapa
nih yang nemenin lu Leo? Cakep bener..” Terdengar celetukan saat kami sampai di
kerumunan anak-anak muda. Dibalas Leo dengan cengiran. Dia mengenalkan aku
sebagai kakak sepupu yang sedang liburan. Gantian kemudian cowok-cowok itu
berkenalan. Tidak semua aku ingat namanya. Diantaranya ada yang bertanya dimana
aku kuliah dan basa-basi lain. Kujawab saja seadanya, berharap mereka percaya. Leo
senyum-senyum mendengar jawabanku.
Leo lalu
mengantar aku duduk di deretan cewek-cewek. Mereka tersenyum dan kami
berkenalan. Mereka adalah pacar-pacar para pemain. Minder juga aku berada di
dekat gadis-gadis itu. Usiaku mungkin terpaut empat atau lima tahun dari
mereka. Namun sepertinya mereka tidak menyadari itu. Saat Leo datang lagi
membawa minuman untukku, kami sudah larut dalam obrolan seru.
Tidak
lama pertandingan babak pertama dimulai. Leo ternyata tidak main-main dengan
ke-pede-annya tadi. Dia ternyata ditunjuk sebagai kapten tim. Dia melambai
padaku saat sudah ada dalam lapangan. Kubalas pula dengan lambaian. Teringat
aku masa-masa kuliah dulu. Hanya waktu itu aku lebih sering berada di pinggir lapangan
basket.
“GOOLL..!!”
Aku dan gadis-gadis lain berteriak heboh.
Bukan Leo
yang mencetak gol, tapi dia yang menyuplai umpan. Teriakan itu langsung
disambut senyuman kecut dari suporter kubu lawan. Rata-rata sih mereka juga
gadis-gadis sebaya kami, eh sebaya teman-teman baruku maksudnya.
“GOOLL..!!”
Kini giliran suporter kami yang tersenyum masam.
Dalam
waktu singkat tim lawan membalas gol. Suasana pun semakin memanas, baik di
dalam maupun di luar lapangan. Jual beli serangan semakin gencar dilakukan. Gol
demi gol tercipta bergantian. Sampai peluit panjang turun minum, skor akhir 3-5.
Tim Leo sementara tertinggal, dimana Leo sama sekali belum mencetak gol. Begitu
para pemain keluar lapangan, berhamburan pula para suporter mendekati mereka.
Termasuk aku dan gadis-gadis lain tentunya.
“Nih diminum
dulu,” kusodori Leo botol air mineral. Keringat membasahi seluruh seragamnya.
Nafasnya memburu. Lebih memburu ketimbang saat kami bercinta. Kusuruh dia
menarik nafas pelan. Leo tersenyum, lalu mengambil botol itu dariku. “Makasi
Kak,” ucapnya.
Saat aku
berbincang dengan Leo, seorang anak muda mendekat. Dia datang ditemani seorang
gadis. Tadi aku sempat mengobrol dengan gadis itu. Namanya Wulan. Kulirik belakang
seragam bernomor tujuh yang dipakai pemuda itu. Nama Yudhi tertera disana.
“Kenapa
tumben lu mainnya lemes amat? Gue aja udah nyetak dua gol,” ucap pemuda itu.
“Tenang
Dhi, ntar babak kedua gue cetak gol deh.”
Pemuda
itu tertawa. “Oke, kita buktiin omongan lu. Nih gue kasi elu tawaran biar tambah
seru. Ntar kalo selesai tanding lu bisa nyetak gol lebih banyak dari gue, lu
boleh nyipok cewek gue.” Lagi pemuda itu tertawa. Kali ini bernada sedikit
menantang.
Leo
terlihat kaget, begitu pula aku dan Wulan. Tentu saja Wulan langsung protes.
Mereka berdua lalu berdebat, tapi Yudhi berhasil meyakinkan pacarnya. Dia
bilang santai aja, kan dirinya sudah unggul dua gol dari Leo. Wulan lalu melengos
pasrah. Tidak sampai sana, ternyata tantangan itu ada buntutnya. Kalau Leo
kalah, balik Yudhi yang boleh mencium aku. Nah loh, tentu ganti aku yang
protes. Masa aku musti terjebak dalam taruhan aneh-aneh macam ini lagi.
Leo
menarikku menjauh. Sambil berbisik, Leo mengaku sudah lama mengincar Wulan.
Buat Leo tawaran Yudhi ini adalah sebuah kesempatan. Paling tidak dia bisa
ngerasain bibir si Wulan, itu katanya. Leo meyakinkan aku kalau dia bisa
menang. Kalau pun nanti dia kalah, kan ujungnya cuman ciuman doang. Leo terus
berusaha meyakinkan aku. Akhirnya aku menyerah. Kuiyakan taruhan berat sebelah
itu. Kulihat Yudhi tersenyum mesum.
Babak
kedua sebentar lagi dimulai. Pemain-pemain kembali masuk ke dalam lapangan. Kali
ini Wulan duduk menjauh. Mungkin dia merasa kini aku ini adalah saingannya. Tidak
bisa disalahin sih, kalau melihat gimana cara Yudhi menatap aku. Kekesalan terlihat
sekali di wajahnya. Si Leo juga ada-ada saja. Pakai acara naksir sama pacar teman,
padahal pacar sendiri nggak kalah cantik
dan seksi. Mungkin benar kata pepatah, kalau rumput tetangga kadang kelihatan lebih
hijau. Itu terjadi pula padaku kan? Kalau tidak, tentu aku tak akan berakhir di
ranjang Leo. Dan pacar Leo berakhir dengan suamiku.
“GOOLL..!!
Baru tiga menit dimulai, Leo sudah mencetak gol pertamanya. Kalau sudah berniat,
Leo memang selalu bersungguh-sungguh. Tersenyum aku melihatnya.
Gol kedua
Leo menyusul tidak lama. Yudhi terlihat kesal melihat itu. Kulirik Wulan, dia
terlihat tegang menonton pertandingan. Mungkin rasa suka Leo bertepuk sebelah
tangan. Sepertinya sih Wulan tidak rela kalau pacarnya sampai kalah. Entah
karena tidak mau dicium Leo, atau tidak mau pacarnya mencium aku. Menjelang
akhir pertandingan, Yudhi menambah satu gol. Namun menit berikutnya Leo pun
melakukan hal yang sama. Sampai peluit panjang dibunyikan, Leo dan Yudhi total sama-sama
mencetak tiga gol. Kedudukan keduanya pun seri. Hasil pertandingan 9-7 untuk
kemenangan tim kampus Leo. Para suporter berhamburan memasuki lapangan.
Termasuk aku dan Wulan. Kulihat Leo dan Yudhi saling bersalaman. Sepertinya
mereka saling memuji.
Sampai
Leo selesai membersihkan diri dan sebagainya, tidak dibahas lagi soal taruhan.
Demikian pun saat kami sudah kembali ke mobil. Hanya saja, lalu terdengar
ketukan pada jendela mobil. Terlihatlah wajah nyengir Yudhi. Leo menurunkan
kaca, dan bertanya ada apa.
“Sumpah
Leo, gue pengen banget nyipok kakak sepupu lu.” Itulah kata-kata yang keluar
pertama dari mulut Yudhi. Kaget, namun sekaligus membuatku salut. Suka aku laki-laki
tipe seperti itu. Blak-blakan, dan berani mengambil resiko.
“Terus?”
Sepertinya Leo sama kagetnya seperti aku.
“Lu
ikutin mobil gue, ntar gue jelasin di telpon.”
Masih
terlihat keheranan, tapi Leo mengangguk. Yudhi lalu melenggang pergi menuju
mobilnya. Leo memandang kearahku seolah mencari jawab. Kujawab dengan
mengangkat bahu. Terdengar kemudian suara klakson. Yudhi melambai kearah kami. Leo
pun menginjak gas mengikuti mobil tersebut. Mobil yang modifikasinya tidak
kalah dengan mobil Leo. Belum lama berjalan, ponsel Leo berbunyi. Telpon dari
Yudhi. Percakapan antara keduanya mulai terjadi. Leo mengaktifkan speaker ponselnya agar aku juga bisa
mendengar.
Inti
percakapan adalah Yudhi minta tukar pasangan. Dia dengan aku, Leo dengan Wulan.
Sama seperti taruhan mereka semula, masing-masing hanya boleh mencium. Di
tempat tujuan nanti, keduanya akan bertukar mobil. Dimana ciuman itu akan terjadi
di dalam mobil. Waktunya hanya lima menit. Setelah itu, mereka kembali ke mobil
dan pasangan masing-masing. Tersenyum kecil aku mendengar percakapan itu. Harus
kuakui kalau Yudhi seorang yang pintar bernegosiasi. Leo kembali memandangku.
Kali ini dia meminta persetujuan. Kujawab dengan anggukan. Penasaran juga aku,
bagaimana sih tipe ciuman si Yudhi itu. Kesepakatan pun tercapai.
Mobil
kami lalu masuk ke parkir basement sebuah
apartemen. Kata Leo sih ayah Yudhi pemilik apartemen tersebut. Pantas saja tadi
kami bebas melenggang masuk. Parkiran terlihat sepi sekali. Hanya ada deretan
mobil-mobil, tanpa ada orang yang berlalu lalang. Sungguh pemilihan tempat yang
tepat. Leo minta ijin keluar dari mobil. Kujawab lagi dengan anggukan. Dikejauhan
Leo dan Yudhi bertemu. Berbincang sebentar lalu berpisah. Kulihat Yudhi
berjalan mendekat. Pintu mobil terbuka dan terlihat senyuman Yudhi. Kubalas
senyuman itu. Dia lalu masuk ke dalam.
“Aku Yudhi
Kak, kita tadi belum sempet resmi kenalan,” ucapnya sopan, sambil menyodorkan
tangan. Kusambut tangannya. “Dita,” sahutku.
Kukira
setelah itu Yudhi akan langsung menyosorku, ternyata tidak. Dia mengajakku
berbasa-basi sebentar. Dia bahkan sempat bikin aku tertawa. Sepertinya dia mau
membuat suasana lebih santai, mengingat kami baru kenalan. Dan itu berhasil. Tak
ada lagi keengganan saat dia minta untuk memulai. Bibir kami pun bertemu. Beberapa
kali pagutan, sudah kurasakan kalau anak muda ini memiliki keahlian. Pagutannya
tidak terburu-buru. Pelan, lembut dan basah. Mau tidak mau, harus kuakui kalau
aku menikmatinya. Saat disela-sela ciuman tangannya sedikit nakal, aku pun
tidak keberatan. Sesekali tangan Yudhi mengusap pinggang, perut dan payudaraku.
Dibuat seolah-olah itu terjadi tidak sengaja. Namun bisa kubedakan mana sengaja,
mana tidak sengaja. Melihat tidak ada reaksi apa-apa atas aksi tangannya, dia
pun melanjutkan itu. Kali ini pantatku yang diincarnya. Sepertinya kali ini dia
merasa tidak perlu lagi menyamarkan aksinya. Dengan sengaja dia meremas keras pantatku.
“Tangan
kamu ternyata nakal yah,” godaku dengan bisikan.
Yudhi
malah balik menggogaku. “Aku nggak keberatan kok kalo tangan kamu ngelakuin
yang sama.” Dan tertawa kecil-lah dia kemudian. Kubalas dengan senyuman.
Mendengar
itu aku jadi jengah. Maka kuraba selangkangan dia saat kami berciuman lagi. Tidak
hanya meraba, tanganku juga meremas. Bibir kami terlepas, dan kami saling tatap.
Kami saling mengerti makna tatapan itu. Ciuman pun terjadi lagi. Kali ini pagutan
berlangsung ganas. Seolah saling ingin memakan satu sama lain. Sementara di bawah
sana, remasan terjadi lebih intens. Di bawah sana, bukan hanya bagian
belakangku yang dirogohnya. Pun demikian bagian depanku.
Sampai
akhirnya terdengar suara alarm jam. Kami pun menarik bibir bersamaan. Ternyata Yudhi
dan Leo telah men-setting jam tangan
mereka. Lima menit, sesuai waktu yang telah disepakati. Nafasku dan Yudhi
berangsur normal kembali. Setelah tadi sempat memburu. Kami berdua lalu saling
pandang dan tertawa. Meredakan lagi nafsu yang tadi sempat terpicu.
“Makasi
Kak. Nggak salah perkiraan aku kalau bibir kakak pasti enak dicipok,” dia lalu
tertawa. Aku ikut tertawa. “Hei, ternyata kita punya perkiraan yang sama.”
Kembali kami tertawa. Kali ini lebih lebar dari sebelumnya.
Yudhi
meminta ijin menciumku sekali lagi. Kali ini hanya sebuah kecupan perpisahan. Kuijinkan
dia melakukan itu. Kemudian Yudhi keluar dari mobil. Dari kejauhan kulihat Leo
juga keluar dari mobil. Saat berpapasan mereka saling menepuk bahu
masing-masing. Dasar kelakuan anak muda jaman sekarang, ucapku dalam hati. Leo
pun masuk kembali ke dalam mobil. Dengan raut wajah penuh kepuasan tentunya.
“Gimana
bibirnya si Wulan? Enak?” godaku padanya. Dia kemudian nyengir.
“Enak
dong Kak. Tapi yang paling mantep sih toketnya si Wulan Kak. Empuk!” balasnya
sambil melakukan gerakan meremas-remas dengan dua tangan.
Aku hanya
menggeleng kepala mendengarnya. Ternyata mereka berdua sama saja, ucapku lagi
dalam hati. Yah, namanya juga anak muda. Aku pun sama liar-nya saat seusia
mereka. Beberapa menit kemudian terdengar bunyi klakson. Terlihat Yudhi
melambaikan tangannya dari belakang kemudi. Leo membalasnya. Suasana pun
kembali sunyi.
“Kak,
mumpung sepi banget nih, sex in the car
yuk,” Leo berujar.
Tidak
kaget sih aku dengan ajakan bercinta dari Leo, mengingat gundukan di celananya.
Yang aku kagetkan adalah dia ingin melakukan itu dalam mobil. Bukan karena aku
belum pernah, justru karena aku sudah pernah mencoba. Aku tahu bagaimana
sulitnya mengatur posisi bercinta di atas jok, baik di depan maupun belakang. Buat
kalian yang sudah pernah mencoba juga, pasti mengerti bagaimana kecanggungan yang
akan terjadi.
“Serius?
Mending kita balik ke kosan kamu aja, atau kita buka kamar hotel deh.”
“Udah
nggak tahan nih Kak, lagian aku juga belum pernah nyoba sex in the car,” mulai deh anak satu ini merajuk. Kalau tidak
dipenuhi pasti kami akan larut dalam perdebatan.
Kucoba
lagi untuk membujuknya, “Nggak enak tau gituan di mobil itu. Ribet, sama sekali
nggak nyaman. Percaya deh.”
Seperti
kuduga sebelumnya, usahaku sia-sia belaka. Leo terus merajuk dan memelas. Dia
bilang ingin mencobanya sekali saja. Memang perbedaan usia tidak bisa dibohongi.
Dalam hubungan kami umumnya aku terus yang mengalah. Kadang kala aku seperti
berhadapan dengan seorang adik yang manja. Diluar hubungan persetubuhan yang
kami lakukan tentunya. Demikian pula untuk permintaannya kali ini. Mau tidak
mau terpaksa kuiyakan. Dengan syarat kami melakukan itu di jok belakang, dan
tidak melepas pakaian atas. Leo setuju. Ekspresinya langsung berubah sumringah.
Kami lalu
berpindah ke jok belakang. Sebelum masuk kupastikan suasana disekitar
benar-benar sepi. Memang selama kami disana belum ada orang yang melintas.
Kamera CCTV pun tidak ada disekitar kami. Begitu masuk, kulihat Leo sudah
melepas celana pendek dan boxer-nya.
Penis miliknya pun mengacung dengan keras. “Ayo Kak, sebelum ada yang lewat
nanti.”
Mendengar
itu segera kuambil kondom dari tas. Kupasang kondom itu di penisnya Leo,
sebelum mulai meloloskan celana pendekku. Menyusul kemudian celana dalam. Leo segera
berpindah ke hadapanku. Dimintanya aku rebahan, kemudian dia membuka kedua
kakiku.
“Tuh kan
dibilangin juga ribet.” Aku tertawa kecil melihat Leo kebingungan mencari
posisi.
Leo ikut nyengir.
Mobil Leo bukanlah jenis yang punya ruangan belakang lega. Berkali-kali dia harus
menggeser tubuhnya, namun dia terus berusaha. Kuhargai usahanya itu. Tetap
kubuka kaki lebar-lebar, walau otot-otot mulai terasa pegal. Akhirnya dia
menemukan posisi yang pas untuk melakukan penetrasi. Leo berhasil juga memasukkan
penisnya. Perlahan dia mulai memainkan batang miliknya. Betapapun dia berusaha,
penis itu tetap tidak menghujam sempurna. Bahkan beberapa kali tusukannya slip
keluar dari lubang vagina.
Tersenyum
geli aku melihatnya. “Udah, kita ganti posisi aja. Biar aku deh yang diatas,”
ucapku.
Leo
menurut. Sepertinya dia juga sudah kebingungan mencari posisi pas. Kini giliran
dia yang duduk bersandar di jok. Kuambil posisi mengangkang di atas kedua paha
Leo. Kupegang penis dia memakai tangan kiri. Sedang tangan kananku lurus menggapai
jok, menjaga keseimbangan. Pelan-pelan kuarahkan penis itu ke antara paha. Begitu
ujungnya bergesekan dengan permukaan vagina, kuturunkan pantat Penis itu pun
menusuk dengan sempurna. Leo tersenyum. Sepertinya dia bisa merasakan jepitan
hangat di bawah sana. Kubalas senyumannya, dan mulai menggoyang pinggul. Ganti
kupegang pundak Leo sebagai tumpuan.
“Aaahhh..”
Leo mulai mendesah pelan.
“Gimana?
Enak? Udah seneng kan sekarang?” tanyaku sambil mentoel hidungnya.
Lagi-lagi
Leo nyengir. Dia mengangguk sambil mendesah. Masih kugoyangkan pinggul dengan
pelan. Kupastikan Leo menikmati jepitan vaginaku dengan maksimal. Bisa kulihat
dia memang menikmatinya. Cirinya adalah kepala sedikit mendongak dan mata
tertutup. Tangan Leo sendiri keduanya ada di pantatku, meremasi bongkahan empuk
yang ada disana. Dengan ruangan yang terbatas, terpaksa kami hanya bertahan
pada posisi woman on top.
Sedang
asyik bergoyang, tiba-tiba terdengar suara mendekat. Langkah kaki dan orang
bercakap-cakap. Langsung kuminta Leo berhenti mendesah. Aku pun berhenti
bergoyang. Kami lalu sama-sama berkonsentrasi pada suara yang terus mendekat. Ternyata
suara itu berasal dari dua orang laki-laki. Mereka seperti pebisnis, karena
tampilannya yang berjas dan berdasi. Mereka terus saja melangkah, tanpa
mempedulikan keberadaan kami dalam mobil. Ternyata mobil mereka berjarak dua
mobil disebelah kami. Sejenak kami bisa bernafas lega. Begitu mobil itu melaju,
aku dan Leo tertawa kecil. Inilah keseruan dari bercinta di dalam mobil. Ada
rasa deg-degan yang timbul. Apalagi kaca mobil Leo tidaklah terlalu gelap.
“Dilanjutin
apa mau udahan aja?” tanyaku. Masih duduk dipangkuan Leo.
“Lanjutin
bentar lagi ya Kak, udah mau keluar kok tadi.”
Maka aku lanjut
bergoyang. Kali ini goyangan sengaja kubuat agak cepat. Tidak ada protes dari
Leo, goyangan pinggul pun terus kutingkatkan. Desahan Leo juga semakin sering
terdengar. Dia nampak menikmati betul goyanganku yang terus mengencang itu.
Sambil
mendesah Leo berujar, “Kak, boleh aku keluarin pejuhnya di mulut kakak nggak?”
“Ih, apaan
sih aneh-aneh aja deh maunya.” Langsung saja kutoel hidungnya lagi.
Dan
kemudian keluar lagi-lah rajukan khas Leo. Aku tetap pada pendirianku menolak.
Terasa aneh berdebat sambil bersenggama seperti itu. Entah seberapa kencang pun
aku bergoyang, Leo belum juga ejakulasi. Sepertinya dia menahan spermanya tetap
di dalam. Dia memang cukup ahli melakukan itu. Malah justru kewanitaanku yang
terus membanjir. Kucapai orgasme-ku sambil masih berdebat dengan Leo. Entah dia
menyadari itu atau tidak, karena aku berusaha menahan diri tidak melenguh. Klimaks
sudah kucapai, maka perdebatan kuakhiri dengan persetujuan.
“Boleh
deh, asal abis ini kamu nraktir aku makan,” kuucapkan itu, disertai dengan menyebut
sebuah nama restoran. Sengaja kupilih restoran mahal. Berharap Leo akan
berpikir ulang untuk mengeluarkan spermanya di mulutku.
Namun, dugaanku
itu meleset. Leo menyetujuinya tanpa protes sedikit pun. Maka mau tidak mau aku
harus menuruti kemauannya. Kuangkat pantatku dan ganti posisi. Karena
berjongkok terasa agak sulit, maka aku hanya membungkuk. Kutarik karet kondom,
lalu mulai mengulum batang Leo. Ternyata tidaklah perlu waktu lama untuk
membuatnya melenguh panjang. “AAKKHH..!!” Cairan kental pun memenuhi mulutku
dengan cepat. Agak kelabakan aku dibuatnya. Semprotan terakhir langsung kutarik
kepalaku. Kutelan sperma Leo sampai habis. Dia pun terlihat puas melihat itu.
Malah dia menggodaku untuk membuka mulut seperti bintang porno. Dan kata-kata
itu kuhadiahi dengan jeweran di telinga.
Kami lalu
membersihkan kelamin masing-masing, kemudian berbenah. Selesai memakai celana
kuambil telpon. Kutelpon suamiku. Ternyata Mila yang mengangkat telpon. Dia
bilang suamiku sedang mandi. Kuminta padanya untuk mengajak suamiku datang ke
restoran. Leo yang traktir, kukatakan itu sebagai tambahan. Kata-kata yang
langsung mendapat protes dari si pemilik nama. Giliran aku yang nyengir. Kubilang
padanya cum in mouth itu mahal
harganya. Kusertakan pula dengan ancaman, kalau tidak mau aku bakal pulang naik
taxi. Leo pun hanya bisa pasrah sambil menepuk jidatnya. Diseberang telpon,
terdengar suara Mila terkekeh.
“Kalo
gitu kita mampir ke ATM dulu yah,” kata Leo dengan nada pasrah.
Sungguh geli
aku melihatnya. Kupeluk dan kucium bibirnya dengan mesra. “Makasi traktirannya
ya Leo sayang,” godaku.
“Iya,”
sahutnya, masih dengan nada pasrah. “Tau gini tadi nggak usah pake keluar di
mulut deh.”
Aku
tertawa lebar. Leo kemudian menyusul tertawa. Dan mobil pun melaju perlahan.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar