Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
“Kamu
jadi buka salon?”
“Jadi,
Pak.”
“Sudah
ketemu tempatnya?”
“Sudah.
Sewa ruko deket rumah, sekarang lagi di rehab.”
“Melayani
potong sama cuci rambut buat cowok juga nggak?”
“Iya,
Pak. Buat cewek sama cowok.”
“Nah
bagus itu. Kalo gitu nanti kalau sudah buka kapan-kapan saya mampir deh.”
Cindy
tersenyum simpul. “Boleh aja.”
Di
belakang kemudi Hendra tersenyum. Keduanya baru saja selesai mengikuti rapat
Direksi dan Komisaris. Rutin dilaksanakan setiap tiga bulan sekali. Hari ini
juga merupakan hari terakhir Cindy bekerja. Dia mengajukan resign bulan lalu, dengan alasan akan segera melangsungkan
pernikahan. Tunangannya, Teddy, minta Cindy fokus mengurus rumah tangga.
Sebagai gantinya, sang tunangan menyewakan sebuah ruko. Nantinya di sana Cindy
memulai bisnis salon, sesuai dengan hobinya yang suka bereksperimen dengan make-up.
Mereka
baru saja selesai makan siang. Sengaja Hendra mentraktir, supaya bisa sedikit
berlama-lama dengan sekretarisnya itu. Cindy tidak menolak, padahal dia tahu
Teddy lagi menunggunya di lobi kantor. Akhir pekan kantor memang hanya buka setengah
hari. Jam segini kemungkinan semua pegawai sudah pulang, kecuali security.
Benar
saja. Begitu sampai di kantor, terlihat Teddy lagi duduk membaca koran. Suasana
kantor sudah sepi. Cindy langsung menyapa tunangannya, sekalian minta maaf
kalau meeting-nya agak lama. Hendra
juga ikut menyapa. Mereka bersalaman dan berkenalan. Ini memang kali pertama keduanya
saling bertatap muka. Kemudian Hendra lanjut melangkah menuju ke ruangannya, di
lantai dua.
Tidak
lama, pintu ruangan diketuk. Terlihat sosok Cindy.
“Kamu mau
langsung pulang?” Tanya Hendra.
“Iya,
Pak.”
“Masuk
dulu dong. sekalian ditutup pintunya.”
Cindy
menurut. Berdiri dia sekarang di depan meja kerja. Hendra mendekat. Dia
sodorkan lalu sebuah amplop coklat, yang ketika dilihat sisinya beberapa lembar
uang ratusan ribu.
“Itu hasil
proyek kita terakhir. Kamu kan ikutan proses tendernya. Anggep aja itu tambahan
uang pesangon.” Hendra tersenyum.
“Makasi,
Pak.” Sahutnya singkat.
Keduanya
kemudian saling menatap. Tersirat ada perasaan berat untuk berpisah, di mata
mereka berdua. Bagaimanapun hubungan keduanya sudah lebih dari sebatas bos dan
sekretaris.
“Boleh
saya meluk kamu?”
Pipi
Cindy merona merah. Dia kemudian mengangguk pelan.
Hendra
memeluk tubuh sintal sekretaris cantiknya itu. Tubuh yang pernah berguncang
panas di bawah tindihannya. Tubuh yang begitu indah dalam keadaan polos, tanpa
sehelai benang. Begitu erat Hendra memeluk, yang dibalas pula oleh Cindy.
Entah
siapa yang memulai duluan, tahu-tahu bibir keduanya sudah saling melumat. Berawal
dari hanya sebuah ciuman kecil, berlanjut menjadi french kiss panas.
“Saya
bakal kangen sama kamu.”
“Saya
juga, Pak.”
Kembali bibir
mereka bertemu. Tak ada penolakan, sampai tangan Hendra berusaha melepas satu
kancing blouse yang dipakai Cindy.
“Jangan,
Pak. Di luar ada...” Gadis cantik itu tidak melanjutkan kalimatnya. Mungkin
takut kalau Hendra akan jadi gusar.
Tidak
mempedulikan kata-kata tersebut, Hendra tetap melanjutkan gerakannya. Satu
kancing pun sudah terlepas.
“Pak,
jangan...” Kembali Cindy berujar lirih.
Kembali
tidak ada gunanya. Kancing kedua terlepas. Disusul kancing ketiga dan keempat.
“Setelah
ini, mungkin saja kita akan sulit untuk ketemu lagi...”
Mendengar
itu Cindy menunduk. Dia tahu kata-kata itu ada benarnya. Maka tak ada lagi terlontar
penolakan. Dibiarkan saja blouse itu
terbuka lebar, di depan atasannya tersebut. Termasuk ketika tangan sang bos
merogoh ke dalam rok spannya. Berusaha menarik turun kain mungil yang ada di
dalamnya. Tanpa perlu bersusah payah, thong
tipis itu sudah meluncur melewati lutut.
Hendra
kemudian membuka sendiri celana panjangnya. Dilorotkan pula melewati lutut, berikut
dengan boxer-nya. Tanpa diberi
instruksi, Cindy langsung berinisiatif mengambil posisi jongkok. Mulailah dikuluminya
penis sang bos. Terbayang lagi kenikmatan yang pernah diberikan batang keras itu.
Bahkan, jauh lebih nikmat dibandingkan milik tunangannya sendiri. Sementara
Hendra memejamkan mata. Mencoba menghayati service
oral ‘terakhir’ sang sekretaris.
Tidak mau
‘selesai’ pakai mulut, Hendra menyuruh Cindy berdiri. Dimintanya gadis itu
berbalik. Tanpa diarahkan lagi, Cindy tahu apa yang harus dilakukan. Posisi
berdiri setengah nungging ini sudah pernah dia lakukan, di ruangan yang sama.
“Aahh,” Cindy melenguh lirih.
Kejantanan
sang bos baru saja menusuk liang kenikmatan miliknya. Bersamaan dengan remasan
pada pantat montoknya. Dilanjutan dengan genjotan-genjotan pelan.
“Aahh, aahhh, aahhh...”
Sang
sekretaris terus saja melenguh pelan tertahan. Sengaja memang Hendra untuk memainkan
penisnya perlahan. Tidak mau tergesa-gesa. Dia ingin agar penisnya ada di dalam
vagina Cindy selama mungkin. Seperti sudah dikatakan di awal, mungkin ini
adalah kesempatan terakhirnya. “Sshh,
sshhh, sshhh...”
Sementara
menggenjot, tangan Hendra tidak diam saja. Bergerak tangan itu menyingkap cup bra Cindy. Membebaskan dua payudara
indah dari kukungan penutupnya. Diremas-remas kemudian, beriringan dengan
gerakan pinggul di bawah sana.
Belum
puas cuma meremas, Hendra mencabut penisnya. Dia balikkan posisi tubuh Cindy.
Mulut Hendra langsung mendarat di puting kiri sang sekretaris. Dikulum-kulum
puting itu, bergantian dengan yang kanan. Si pemilik payudara hanya bisa
pasrah. Matanya terpejam, sambil menggigit bibir menahan geli. “Mmhh,
mmhhh, mmhhh...”
Puas
mengulum puting, Hendra mengangkat kaki kiri Cindy. Posisi ini membuat sang
gadis jadi terkangkang lebar. Ditusuk kembali kemudian liang sempit di antara
kedua kaki jenjang tersebut. Terdengar lagi lenguhan lirih. Kali ini dari
keduanya.
“Aahh, aahhh, aahhh...”
“Sshh, sshhh, sshhh...”
Terus
bergesek dan dijepit liang sempit Cindy, penis Hendra tidak kuasa lagi
berkedut. Pertanda kalau mereka sudah hampir sampai di ujung. Dan benar saja. Tidak
lama berselang, cairan kental putih menyembur kencang dari penis Hendra. “Croot, croot, croot...”
Ketika Hendra
menarik penisnya, baru dia sadar telah membanjiri rahim sekretarisnya. Padahal
dia tidak pakai kondom. Sadar pula dengan hal tersebut, buru-buru Cindy menarik
lepas celana dalamnya. Setengah berlari gadis itu bergegas masuk ke kamar
mandi. Membasuh sisa sperma di liang senggamanya.
Keluar
dari kamar mandi Cindy sudah terlihat rapi kembali. Begitu pula dengan Hendra, yang
sudah selesai memakai celana panjangnya. Tidak lagi mereka bahas ‘kecelakaan’
yang baru saja terjadi tadi.
Hendra
membuka kedua tangannya. Berjalan pelan Cindy menuju pelukan sang bos.
“Saya
pamit ya, Pak.”
“Iya Cin.
Sampai jumpa lagi ya.”
Gadis
cantik itu mengangguk pelan. Diterimanya bibir Hendra yang mendarat di
bibirnya.
Keduanya lalu
berjalan keluar ruangan. Hendra mengantar sang sekretaris menuju lobi, menemui
tunangannya. Sebelum berpamitan, mereka bertiga kembali bersalaman. Melangkah
kemudian Cindy mengikuti langkah sang tunangan menuju mobil. Meninggalkan
Hendra, yang hanya bisa menatap nanar kepergian sekretaris cantiknya tersebut.
Dalam
hati Hendra merasa bangga bisa menikmati tubuh Cindy, sebelum tunangan gadis
tersebut melakukannya di malam pertama mereka. Tanpa sadar, kalau beberapa
laki-laki lain juga pernah merasakan kebanggaan yang sama. Saat mereka
menikmati tubuh sintal Dita, istri Hendra, tanpa sepengetahuan dirinya.
.
kok cuma dikit, ngantrinya udah hampir setengah tahun sendiri :(
BalasHapusmampus kau hendra..
BalasHapus