Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Hari itu
jam kerjaku harus berakhir agak panjang. Sesuatu hal yang biasa terjadi
menjelang akhir bulan. Banyak laporan dan pembukuan yang harus diselesaikan. Tentunya
bekerja lembur tidak aku lakukan sendirian. Aku bersama tim manajerial lain,
ditambah beberapa pegawai junior untuk membantu. Kami baru selesai menjelang
pukul sembilan malam.
“Pulang
sendirian Dit?”
Mendengar
itu, aku yang sedang merapikan berkas menoleh. Rupanya salah satu dari manager
mendekatku. Namanya Pak Darmono, salah satu manager keuangan senior yang ada di
kantor.
“Iya nih
Pak.” Kujawab sambil melemparkan senyuman.
Pasti
yang dimaksud night club tempat
langganan kami. Sebulan sekali pegawai kantorku selalu menyempatkan untuk
kumpul bareng. Sekedar ngobrol sambil minum-minum ringan. Karaoke juga kadang
menjadi jadwal rutin. Tujuannya untuk mempererat kekerabatan. Namun, malam itu
aku tidak bisa ikut. Ada kegiatan lain yang harus kulakukan.
“Maaf
Pak, kayaknya saya nggak bisa ikut nih.”
Kulihat
kekecewaan di wajahnya, namun dia tidak memaksa aku untuk tetap ikut. Harus kuakui
kalau managerku itu tertarik padaku. Bisa kulihat dari tatapannya. Kadang
dengan nada gurauan dia sering mengajakku jalan. Dua kali kusetujui ajakannya
untuk makan siang. Sekedar berusaha untuk tetap sopan. Sisanya kami keluar
kantor untuk urusan kerja. Itu pun tidak hanya berdua saja pastinya. Berusaha
tetap menjaga prinsip tidak terlibat affair
dengan rekan kerja.
Sepeninggal
Pak Darmono, ponselku berbunyi. Pesan singkat dari Pak Pram. “Kamu jadi kesini
Dit?” Begitulah isinya. Kubalas kalau aku baru saja selesai di kantor, dan
segera menuju kesana.
Kemarin
aku membuat janji dengan nasabah priotitasku itu. Tahu sendiri dong apa yang terjadi
tiap kali aku bertemu Pak Pram. Iya, hampir pasti pertemuan itu akan berakhir
dengan seks. Pun demikian dengan malam itu. Hanya saja, malam itu berbeda
dengan malam lainnya. Pertemuan kami kali itu tidak hanya sebatas dua sampai
tiga jam saja. Pak Pram memintaku untuk menginap di rumahnya. Menjadi
penghangat ranjangnya. Menggantikan sang istri yang sedang travelling ke luar negeri. Sesuatu yang tidak pernah kulakukan
sebelumnya.
Kebetulan tiga hari sudah aku
juga tidur sendirian. Suamiku sedang dinas keluar kota. Si kecil kebetulan pula
minta untuk menginap di rumah mertua. Sebuah kebetulan yang pas. Tentu hal ini
tidak kusampaikan kepada Pak Pram. Biarlah dia menganggap aku, seorang istri
yang setia, rela meninggalkan suami untuk memuaskan nafsu pria lain. Fantasi
seks yang luar biasa bagi seorang pria, pastinya.
Tidak
lama aku sudah berada dalam taxi. Di bangku belakang kuhubungi suami. Kusampaikan
kalau aku dalam perjalanan menuju rumah Putri, rekan kerjaku. Setahu suami
memang aku akan menginap di rumah Putri. Kebohongan yang sudah aku karang dari
kemarin. Kebohongan yang sudah kuatur sedemikian rupa. Putri sih menanggapi
dengan santai saat kusampaikan ‘skenario’ itu. Bagi Putri, perselingkuhan dan affair bukanlah sesuatu yang asing. Dia
hanya menggodaku dengan pesan, “Inget ber-enak doang jangan sampai ber-anak.”
Sambil terkekeh pastinya.
“Ya udah,
mama hati-hati di jalan yah. Bobo jangan malem-malem.” Demikian pesan suamiku,
menutup pembicaraan kami.
Sedikit
terbersit rasa bersalah dalam hatiku. Mengingat malam itu aku tidak akan ‘bobo’
sendiri. Namun, sudah kepalang tanggung jadi kulanjutkan saja rencana itu. Sedikit
lagi sampai, baru aku ingat kalau tidak membawa stok kondom. Maka kuminta sopir
berhenti di depan sebuah mini mart.
Cukup ramai juga pembeli yang ada di dalam. Aku berkeliling dulu sambil menunggu
kasir sepi. Tengsin dong diliatin beli
kondom pakai seragam bank. Kuambil beberapa bungkus roti dan camilan. Kuambil
pula bahan spagetti, kebetulan aku
memang belum makan malam. Setelah sepi barulah kuambil lima box kondom, dan
langsung menuju kasir.
“Langsung
lima box Mba? Mau ‘party’ nih
ceritanya?” Goda kasir didepanku, sambil memegang kondom yang kubeli. Usianya
terlihat masih muda.
Tidak mau
kalah, kugoda balik dirinya. “Iya nih, kamu mau ikutan? Nambah satu cowok lagi aku
masih kuat kok,” ucapku sambil mengerling.
Mendengar
itu kasir muda itu jadi salah tingkah. Teman disebelahnya terlihat terkekeh.
Kutinggalkan
kemudian kedua dengan lambaian. Sayangnya mereka kurang ahli menggoda. Aku juga
sedang diburu waktu. Kalau saja tidak, kedua kasir muda itu cukup imut dan
masuk kriteria untuk aku ‘kerjai’.
***
Taxi sampai
di depan rumah Pak Pram. Si tuan rumah sudah menungguku di teras. Kulihat dia tersenyum
dan bergegas beranjak. Rumah itu ternyata benar-benar kosong, sampai-sampai Pak
Pram sendiri yang membukakan gerbang. Begitu keluar dari taxi, aku langsung disambut
dengan pelukan. Sedikit risih sih aku dibuatnya. Meski saat itu lingkungan
sekitar tampak sepi, paling tidak ada sopir taxi yang melihat kami.
“Tuh ada
yang ngeliatin loh Om,” ucapku sambil menarik wajahku menjauh. Kubuat Pak Pram
menyadari kalau sopir taxi memperhatikan kami. Niatnya mengincar bibirku pun
batal terwujud.
Pak Pram
tersenyum. Sepertinya dia mengerti dengan kekhawatiranku.
“Kalo
gitu kita masuk yuk.”
Sehabis
membayari ongkos taxi-ku, digiringnya aku masuk ke dalam rumah. Begitu sampai
di ruang tamu, Pak Pram kembali mengulangi niatnya. Kali ini aku tidak menolak.
Bibir kami pun berpagutan. Dari pagutan itu bisa kurasakan adanya kerinduan
disana. Kubiarkan saja Pak Pram menyalurkan rasa kangennya. Termasuk rasa
kangennya pada dua payudaraku. Entah dia benar-benar menikmatinya atau tidak,
mengingat cup beha-ku cukup tebal.
“Dit, Om
udah nganceng dari tadi nih. Kamu langsung Om ‘masukin’ nggak apa-apa ya?”
Giliran
aku yang tersenyum. Tanpa diucapkan pun aku bisa merasakan gundungkan itu.
Sedari tadi Pak Pram memang sengaja menggesek-gesekkannya, di perutku. Aku
mengangguk sebagai jawaban. Pak Pram kemudian ikut tersenyum. Dengan bergegas
ditariknya aku ke sofa. Mengerti dengan kemauannya, berpegangan aku pada
sandaran sofa. Berdiri membelakangi Pak Pram, aku ambil posisi setengah nungging.
Pantatku mulai terasa diremas-remas. Sengaja aku menggoyang pinggul untuk menggoda
dia.
“Nggak
buka baju dulu nih Om?”
“Nggak
usah, kamu malah makin nafsuin kayak gini. Pasti banyak nasabah kamu yang cuma
bisa mimpi ngelakuin apa yang Om lakuin sekarang.”
Walau
membelakangi, aku yakin saat itu Pak Pram sedang tersenyum lebar. Senyum penuh
rasa bangga. Kemudian terasa rokku terangkat tinggi. Berikutnya kurasakan
belaian pada permukaan celana dalamku, tepat di depan lubang vaginaku. Membuatku
merinding nikmat, mengingat tiga hari sudah bagian itu tidak disentuh
laki-laki. Tidak lama terasa penutup vaginaku itu digeser posisinya,
dilanjutkan dengan sapuan lidah. Rupanya dalam keadaan horni berat pun Pak Pram
masih gentle. Dia memastikan vaginaku
terlumasi sebelum penetrasi.
“Pake
kondom dulu yah Om,” aku menoleh saat kurasakan sapuan permukaan penis di
vaginaku.
“Yang
pertama ini nggak usah ya Dit, Om janji keluar di luar deh.”
Kulihat
Pak Pram mengacungkan jari membentuk huruf V. Sudah biasa dengan karakter
dirinya, aku pun malas menolak. Kuiyakan saja kemauannya itu.
“Oohh
Om...” Aku mendesah pelan. Penisnya masuk ke vaginaku.
Tidak
membuang-buang waktu, Pak Pram langsung menggenjotku cepat. Sedikit kelimpungan
aku dibuatnya diawal. Pelan-pelan aku mulai bisa menguasai diri, dan menikmati
permainan. Kupejamkan mata menikmati sensasi persetubuhan itu. Pelan tapi pasti
intensitas genjotan penis itu semakin cepat. Aku selalu menyukai genjotan
laki-laki yang sedang dilanda birahi. Rasanya cenderung kasar dan tergesa-gesa.
Sebuah sensasi yang lain dari biasanya. Sensasi yang selalu bisa membuatkan
terbang melayang, larut dalam kenikmatan.
Menjelang
akhir persetubuhan kukulum penis Pak Pram. Sesuatu yang merasa harus kulakukan.
Mempercayai lelaki bisa mengontrol ejakulasinya adalah kenistayaan. Apalagi dengan
desahan kenikmatan seperti Pak Pram saat itu. Sebagai wanita aku harus melindungi
sel telurku, agar tak dibuahi sembarangan sperma. Maka membiarkan dia mengotori
wajahku menjadi pilihan terbaik. Yang bersangkutan juga sepertinya tidak
keberatan. Pak Pram justru menikmatinya.
“DITAAA...
AAKKHH...!!!”
Teriakan
itu menjadi pertanda. Kutarik penis itu dari mulutku. Dan cairan kental pun
memenuhi wajahku. Disemprotan terakhir, Pak Pram menyodorkan lagi penisnya ke
mulutku. Kukulum sekali lagi. Setelah itu, dia cukup gentle membantu membersihkan wajahku dengan tissue basah, sebelum mencucinya di kamar mandi. Dia juga minta
maaf kalau tadi terlalu kasar, dan karena spermanya yang kena rambutku sedikit.
Aku ucapkan tidak apa-apa. Dia kemudian memelukku dengan mesra.
“Kita
langsung berendem yuk, Om siapin deh bathtub-nya.”
Aku
mengangguk. Sambil menunggu Pak Pram menyuguhi green tea, dan menyodori kimono. Dia lalu menelanjangi dirinya
lebih dahulu. Kutunggu air bathtub
penuh, barulah aku menyusul membuka pakaian. Pak Pram menikmati menonton aku
menelanjangi diri. Kugoda dia dengan sedikit bergoyang layaknya stripper. Kulihat penisnya langsung mereaksi.
Kami pun kemudian masuk ke dalam bathtub
bersama-sama. Bathtub itu benar-benar
luas, lebih menyerupai jakuzi. Empat
orang mungkin muat masuk bersamaan. Gelembung busa sabun, sebotol wine dan
lilin aroma terapi, menambah romantis suasana. Sambil berpelukan kami ngobrol.
Sesekali obrolan diselipi candaan dan ciuman mesra. Kalau saja ada yang
melihat, mungkin mereka akan mengira kami suami istri sungguhan.
Keluar
dari bathtub kami bercinta di bawah shower. Kemudian bercinta lagi ranjang.
Ranjang dimana Pak Pram dan istrinya biasa tidur. Bercinta lagi di dapur, usai
menikmati spagetti untuk makan malam.
Lalu bercinta lagi dan lagi. Selanjutnya diatas sofa dan lantai ruang tamu. Praktis
selepas berendam tadi kami tidak sempat lagi berpakaian. Semua aktivitas di
dalam rumah kami lakukan dalam keadaan bugil, termasuk masak dan makan malam.
Permainan
cinta malam itu diakhiri kembali di ranjang. Dua kali aku disetubuhi disana.
Sekali aku ada diatas, dan satu kali aku dibawah tindihannya. Dua setengah box kondom kami habiskan malam itu. Sungguh
aku dibuat kewalahan oleh Pak Pram. Aku curiga kalau tadi dia minum obat kuat
sebelum aku datang. Stamina Pak Pram malam itu begitu menggila. Selepas persetubuhan
terakhir kami, aku langsung tertidur. Aku benar-benar kelelahan.
***
Paginya
aku terbangun lebih dulu. Aku bangun dalam pelukan Pak Pram. Terasa agak canggung
diawal bangun di kamar yang berbeda. Kugeser tubuhku, berusaha keluar dari
rangkulan dirinya. Rupanya Pak Pram tidur terlalu pulas. Sampai aku berhasil
turun dari ranjang, dia tidak juga terbangun. Kurapikan lagi selimut yang
menutupi tubuhnya.
Kusapu
pandanganku ke sekeliling kamar. Kulihat interior kamar tersebut sangat
tertata. Kulihat pula ada foto Pak Pram bersama istri, dan anak-anak mereka.
Lagi-lagi terbersit rasa canggung di dalam diriku. Buru-buru kualihkan pandangan
dari sana. Melangkah aku menuju kamar mandi. Aku mencuci muka dan menyegarkan
diri. Setelah itu kuambil kaos dan celana pendek dari tas kecil yang kubawa
kemarin. Kupakai itu menutupi tubuh polosku, tanpa pakaian dalam. Pikirku toh nanti
juga aku akan bercinta lagi. Kurapikan diri kembali sebelum keluar kamar.
Melangkah
aku ke dapur. Aku berpikir untuk menyiapkan sarapan. Sebelum itu kutelpon suami,
sekedar memastikan dia sudah bangun. Aku tahu kalau hari itu dia ada meeting. Kugoda dia apa disana ada
berkenalan dengan klien wanita. Suami bilang ada, sambil menggoda balik apa dia
boleh ‘bobo bareng’ sama klien itu. Tidak mau kalah, kugoda lagi dengan bilang
boleh saja asal jangan dihamili. Kami tertawa diakhir pembicaraan. Begitu
kututup telpon, kurasakan pelukan dari belakang.
“Selamat
pagi sayang,” kudengar suara Pak Pram.
Sebuah
kecupan mendarat di pipiku. Sejak kemarin Pak Pram memang memanggilku ‘sayang’.
Katanya agar lebih menghayati hubungan ‘suami istri’ kami. Aku sih tidak
keberatan dengan itu.
Aku
menoleh dan tersenyum. “Pagi juga.”
“Kok
nggak dibangunin sih?”
“Abis Om bobo-nya
nyenyak banget sih.”
Kemudian giliran
bibir kami bertemu. Kami berpagutan mesra. Sambil berciuman tangan Pak Pram
beraksi kemana-mana. Meremasi dadaku, merabai selangkanganku. Sebuah kebiasaan yang
biasa darinya, dan mungkin laki-laki lainnya juga. Dari balik boxer yang
dipakainya, aku bisa melihat kalau penis Pak Pram menenang.
“Duduk
dulu Om, sarapan dulu,” ucapku sambil menghentikan gerakan Pak Pram. Tangannya berusaha
merogoh masuk celana pendekku. Masih terlalu pagi untuk bercinta.
Dia
menurut. Di meja makan, kami kemudian sarapan berdua. Bukan makanan berat sih.
Hanya roti bakar selai, telur orak-arik, orange
juice, dan buah apel potong. Lebih dekat dengan gaya sarapan eropa. Selesai
sarapan Pak Pram mengajakku berenang. Berenang telanjang tepatnya. Karena suasana
mendukung aku pun tidak keberatan. Dan bisa ditebak apa yang lalu terjadi. Iya,
kami bercumbu dan bercinta di pinggir kolam. Waktu itu kami hanya ingin
bersenang-senang. Setelah selesai baru kami sadar. Bisa saja tadi ada yang
melihat, atau mengintip. Tembok rumah Pak Pram memang tinggi sih, namun rumah
di kanan dan kiri tidak kalah tinggi. Whatever,
toh aku bangga dengan tubuhku sendiri.
Keluar
dari kolam, kami membilas tubuh bersama-sama. Kembali kami saling cumbu di
bawah pancuran. Bercinta lagi tepatnya. Gairah Pak Pram benar-benar bak pengantin
baru. Terakhir kali aku mengalami seks sehebat ini ketika masa bulan madu. Satu
minggu aku dan suami habiskan dengan seks, seks, dan seks. Padahal sebelum
nikah, seks bukanlah hal yang asing bagi aku dan suami. Namun, kami tetap saja
larut dalam suasana romantis pasca pernikahan.
“Pakai yang
ini aja,” Pak Pram menyodorkan kemeja miliknya yang berwarna putih. Di kamar
dia minta aku memakai itu. Hanya kemeja itu. “Nggak usah pakai daleman, kamu
masih disini sampai sore kan?” Dia nyengir.
Aku hanya
tersenyum. Kuikuti saja kemauan Pak Pram. Keberadaanku disini kan memang untuk
melayani dia. Masih banyak menunggu klien-klien baru lainnya. Koneksi Pak Pram
memang luar biasa luas. Dari kalangan pengusaha, sampai para penguasa. Hubungan
baik dengan ‘nasabah prioritas’ tentu harus dijaga. Maka kupakai kemeja itu.
Bahan yang tipis membuat apa yang ada dibaliknya menerawang jelas. Tubuh
sintalku, tepatnya. Cukup risih aku dengan penampilanku itu. Maka aku minta
‘keringanan’ pada Pak Pram. Paling tidak agar diijinkan pakai celana dalam. Sempat
berdebat, akhirnya permintaan itu dikabulkan. Pak Pram sendiri memilih memakai kaos
gombrong dan celana pendek, tanpa boxer.
“Ting-tong,
ting-tong...” Terdengar suara bel.
Pak Pram
permisi pergi membuka pintu. Kurapikan penampilan selepas kepergiannya. Sayup-sayup
lalu kudengar suara obrolan. Terdengar suara laki-laki lain selain suara Pak
Pram. Aku intip keluar dari celah pintu. Pak Pram terlihat sedang berbincang
dengan dua orang laki-laki. Mereka membawa perlengkapan, mirip perlengkapan cleaning AC. Aku tahu itu karena di
kantor cukup rutin petugas AC datang.
Kulihat
Pak Pram mengantar mereka ke ruang tamu. Mereka lalu berdiri di depan AC.
Beberapa kali Pak Pram menunjuk ke arah AC. Dugaanku tidak salah. Melihat itu
muncul niat isengku. Bagaimana kalau aku keluar dengan pakaian seperti ini.
Pasti nanti jadi seru, pikirku. Akan jadi sesi eksibisionis yang menegangkan,
sekaligus aman. Pak Pram pasti melindungi aku, kalau saja nanti kedua laki-laki
itu berani macam-macam. Maka aku bulatkan tekad. Kuhembuskan nafas panjang,
sebelum akhirnya melangkah keluar kamar.
“Siapa
mas-mas ini Om?” Kurangkul tangan Pak Pram, sambil bergelayut manja.
Pak Pram terlihat
kaget. Sepertinya dia tidak menyangka aku akan keluar kamar. Begitu pula dua
laki-laki di depannya. Keduanya tidak kalah kaget. Lebih ke melotot kaget,
tepatnya. Rencanaku sepertinya akan berjalan sukses.
“Oh ini
tukang AC sayang. AC Om ngadat satu nih.”
“Ih
pantesan lama ditungguin di kamar, udah nggak tahan loh ini,” ucapanku bernada
merajuk. “Udah basah tauuu...” Tambahku sambil berbisik, namun berusaha agar tetap
terdengar.
Pak Pram rupanya
langsung mengerti dengan permainan peranku itu. Bisa kulihat dari senyuman dia.
Kemudian dia balik merangkul pinggangku, dan mencium keningku.
“Sabar
dong sayang, kan kita masih ada tamu. Udah kamu bikinin minuman dulu sana buat
mas-mas ini.”
Sengaja
kutekuk wajahku, menunjukkan kekecewaan. Berpura-pura tentunya. Kulirik kearah dua
tukang AC itu, mereka masih terlihat mematung. Entah apa yang ada dipikiran
mereka saat itu. Mungkin mereka bertanya-tanya siapa sih cewek cakep ini? GR
dikit boleh dong? Hehehe. Kalau istri, keliatan terlalu muda. Kalau
selingkuhan, masa sampai diajak ke rumah. Kalau keponakan, nah yang satu ini mantap
nih. Mungkin itu yang terbayang di benak keduanya. Tertawa kecil aku dalam
hati, dengan bayanganku sendiri.
“Mas-mas
mau minum apa? Mau teh, kopi, apa susu?” Kugoyang sedikit dadaku saat mengucap
kata ‘susu’. Entah mereka jadi sadar atau tidak, kalau aku tidak memakai beha.
“Susunya
boleh nih, eh ma-maksud saya kopi susu.” Salah satu laki-laki itu menyahut,
tergagap. “Itu, maksud teman saya kopi sama susu gitu, kopi yang diisiin susu.”
Yang lain menimpali.
Tidak
bisa kutahan lagi senyumku. Dari cara mereka menyebut ‘susu’, kelihatan kalau
mereka sadar aku tidak ber-beha. Kulihat Pak Pram ikut tersenyum. Kemudian aku melangkah
ke dapur. Dua pasang mata itu pasti sedang menatap pantatku. Sayangnya aku pakai
celana dalam. Kalau tidak, ‘permainan’ ini pasti akan jadi lebih seru.
Di dapur
kusempatkan melirik ke ruang tamu. Mereka bertiga kembali bercakap-cakap. Samar-samar
terdengar apa yang mereka bicarakan. Sempat kudengar salah satunya bertanya
tentang aku. Pak Pram menjawab dengan cukup nakal. Kata dia, aku itu mahasiswi
yang lagi bimbingan skripsi. Langsung disambut dengan acungan jempol oleh
keduanya. Aku hanya tersenyum geli melihat itu. Mungkin kedua tukang AC itu sudah
tahu profesi sampingan Pak Pram. Profesinya yang sering diundang sebagai dosen
tamu.
“Ini
minumannya mas, kalo susunya kurang nanti saya tambahin. Susunya masih banyak
kok,” godaku ke mereka. Duanya nyengir, setengah mesum.
Keduanya
mengambil gelas di nampan yang aku sodorkan. Diseruputnya kemudian. “Pas kok susunya,
pas banget.” Lagi-lagi mereka nyengir. Kali ini sambil menyapu pandangan ke
arahku, dari atas ke bawah. Pandangan itu seakan-akan menembus kemeja tipis
yang aku pakai.
“Kalo Om
minum susunya di kamar aja ya, ditunggu loh. Nggak pake lama.”
Aku
mengerling ke arah Pak Pram. Kemudian lanjut melangkah masuk ke dalam kamar. Samar-samar
kembali kudengar percakapan ketiganya. Namun, kali ini kurang begitu jelas ucapannya.
Tidak
lama Pak Pram menyusul masuk ke kamar. Dia langsung memelukku, dan menghujani aku
dengan ciuman. “Nakal ya kamu, tapi Om suka banget. Bikin horni tau tadi itu.”
Aku
terkekeh. Kulihat gundukan di balik celananya. Pak Pram minta ijin untuk
menyetubuhiku. Mengangguk aku tanda setuju. Pak Pram lalu melangkah ke pintu
kamar. Dia hendak menutup pintu, namun aku mencegahnya. Kuminta dia menyisakan
sedikit celah di pintu. Aku bilang ke dia, siapa tahu nanti ada yang pengen
ngintip. Kini giliran Pak Pram yang terkekeh.
Dengan
cepat Pak Pram menelanjangiku. Cukup mudah karena aku hanya memakai dua potong
pakaian. Dia bilang kalau mau eksib jangan nanggung. Aku nyengir mendengarnya. Pak
Pram sendiri hanya membuka pakaian bawahnya saja. Di ranjang aku mengambil
posisi doggie. Kami berdua sengaja membelakangi pintu. Namun, kami bisa melihat
pantulan pintu dari kaca lemari.
“Aaahh...
Aaahh... Aaahh...” Pak Pram mulai memainkan penisnya. Sengaja aku mendesah agak
keras. Mengundang rasa penasaran mereka yang ada di luar.
Upayaku berhasil.
Dari pantulan kaca, kulihat dua pasang mata dari celah pintu. Makin semangat
aku mengeluarkan desahan. Ternyata benar, ngeseks sambil diintip itu sensasinya
berbeda. Lebih panas dan menegangkan. “Ooohh Om, terus Om... enak Om, ooohh...”
Kami lalu
berganti posisi. Kali ini memakai gaya woman
on top. Sengaja aku menghadap pintu, agar dua pasang mata di luar bisa
menikmati payudaraku. Mungkin saat aku berdiri tadi, mata itu sempat pula melihat
vaginaku. Sepertinya mereka akan puas dengan apa yang mereka tonton. Bokep
dengan kualitas gambar super HD. Bening dan jernih.
Sayangnya
Pak Pram tidak bertahan lama. Mungkin karena dia sudah kelelahan karena
semalam. Atau mungkin karena goyanganku yang terlalu bersemangat. Atau
adrenalinnya terlalu terpacu karena ada yang menonton. Entahlah. Akhirnya
tontonan sensual itu berakhir lebih cepat dari harapan. Sperma Pak Pram tumpah
di perutku. Saat kelamin kami berpisah, kulihat kedua pasang mata itu sudah
tidak kelihatan lagi. Mungkin mereka khawatir kalau sampai ketahuan. Aku dan
Pak Pram lalu berberes. Kukatakan kepada dia aku harus pamit, karena hari sudah
sore. Malam nanti aku harus menjemput suami di bandara. Pak Pram mengangguk.
Kemudian aku berjalan menuju kamar mandi, menyegarkan diri. Tentu aku tidak mau
suami sampai menemukan sisa-sisa persetubuhan di tubuhku.
Selesai
mandi tidak ada lagi Pak Pram di kamar. Malah kulihat lagi dua pasang mata tadi
di celah pintu. Dimana Pak Pram? Apakah dia mengijinkan mereka mengintip aku? Pura-pura
aku tidak sadar dengan keberadaan mereka disana. Dengan santai aku mengeringkan
tubuh, mengambil pakaian dan memakainya. Kulakukan semua gerakan itu sepelan
mungkin. Harus kuakui kalau eksib kini sudah menjadi hobi-ku. Beres berpakaian,
kedua pasang mata itu pun menghilang kembali. Aku hanya menggelengkan kepala. Kurapikan
barang-barang bawaan. Sebelum keluar kamar, kupesan kendaraan via online.
“Om,
anterin pulang?”
Rupanya
Pak Pram ada di ruang tamu sedari tadi. Artinya dia memang mengijinkan dua
laki-laki itu mengintipku. Tapi aku tidak merasa perlu untuk mengkonfirmasi hal
itu.
“Nggak
usah Om, saya sudah order Grab kok.
Om urus mas-mas ini aja.”
Sambil
menunggu kendaraan, kami berbincang. Sesekali kulihat dua tukang AC masih
curi-curi pandang ke arahku. Aku sih masih tetap pura-pura tidak menyadari itu.
Pandangan mereka jelas-jelas menelanjangiku. Secara harfiah, karena tadi mereka
beneran telah melihatku telanjang.
Ponselku
berbunyi, artinya kendaraanku sudah sampai. Pamitan aku ke Pak Pram. Tanpa
diduga-duga dia memelukku. Mendaratkan ciuman di bibirku, lalu memagutnya. Dia
melakukan itu di depan kedua tukang AC. Terkaget diawal, namun kemudian aku
bisa menguasai diri. Kubalas pagutan itu. Disela pagutannya, tangan Pak Pram
nakal meremasi pantatku. Tidak hanya sampai disana, tangan itu juga mengangkat
sedikit ujung rok jeansku. Walau sedikit, tapi aku tahu celana dalam yang kupakai
pasti jadi kelihatan. G-stringku, tepatnya.
“Minggu
depan, bisa ‘bimbingan’ lagi kan?” Ucapnya begitu bibir kami berpisah.
Aku
tersenyum, dan mengangguk. “Bisa Om. Ketemu disini lagi apa di hotel nih?”
Tidak mau kalah aku mendramatisir percakapan.
“Nanti Om
kasi tau deh tempatnya.”
Dia
mengecup lagi bibirku. Aku melambai. Kulambaikan tangan pula ke arah tukang AC,
yang mana keduanya lagi kompak menatap mupeng
ke arahku. Kulihat juga tadi satu orang sampai menelan ludahnya. Sebuah ending yang sempurna untuk menutup
permainan peranku. Peranku sebagai istri sehari.
.
amazing !
BalasHapusSayang belum ada update lgi, ini yang terbaik sih.
BalasHapus