Sabtu, 11 Maret 2017

Saat Liburan


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Pagi itu aku terbangun di sebuah kamar hotel. Rada siang sih tepatnya, karena sinar matahari yang menerobos celah korden cukup terik. Aku terbangun sendirian, sesuatu yang jarang terjadi. Suami dan anakku agaknya sudah bangun dari tadi. Mungkin mereka sengaja membiarkan aku tidur lebih lama. Suamiku tahu kemarin aku menjalani hari yang cukup melelahkan, termasuk perjalanan udara. Apalagi kemarin sebelum tidur aku masih memberikan layanan seks untuknya. Sekujur tubuhku masih terasa sedikit pegal.
Aku dan keluarga sedang menjalani liburan. Hanya aku, suami dan anakku. Suami dan anakku sudah tiba sejak kemarin, sedangkan aku masih harus menyelesaikan urusan pekerjaan terlebih dahulu. Aku baru menyusul terbang semalam. Ini adalah sambungan kisahku yang berjudul ‘Dalam Perjalanan’. Mungkin kalian sudah membacanya.
“Rrgghh...” Kuregang tubuhku yang terasa kaku. Kemudian turun dari ranjang.
Masih memakai piyama, aku melangkah menuju balkon. Dari kamarku di lantai empat, aku bisa melihat kolam renang yang cukup besar. Beberapa orang nampak berenang disana, dewasa dan anak-anak. Ada pula yang hanya duduk-duduk berjemur di pinggir kolam. Status hotel bintang lima, membuat kebanyakan yang menginap di tempat itu adalah tamu luar negeri. Cakep-cakep, lumayan juga sih buat cuci mata. Tolong jangan bilang ke suamiku, kalau aku mengatakan itu.
“Lagi di mana nih Pa?” Kukirim pesan singkat ke suami.
Tidak lama balasan muncul. “Eh mama udah bangun. Lagi di pantai nih, susul kita kesini Ma.”
Okay.” Kuketik sebagai balasan lanjutan.
Hotel kami memang tidaklah jauh dari pantai, bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Aku nikmati sebentar lagi yang ‘cakep-cakep’ tadi. Kemudian aku melangkah ke kamar mandi. Cuci muka, cuci kaki, dan menyegarkan diri. Malas aku mandi, toh nanti akan berenang di pantai. Selesai itu pasti juga akan berbilas. Kusemprot parfum saja yang sedikit lebih banyak. Kuambil bikini yang baru kubeli. Tipe two pieces, corak bunga-bunga. Aku tanggalkan piyama dan memakai bikini itu. Berdiri lalu aku di depan cermin, mengagumi penampilanku. Bikini itu membuat tonjolan dan lekukan tubuhku terlihat sempurna. Agar tidak terlalu vulgar, aku pakai tanktop dan kain pantai sebagai pelapis. Bagaimana pun, aku tetap harus menjaga image di depan anakku.
Keluar dari lobi, aku berjalan santai di trotoar. Ternyata siang itu belum banyak wisatawan yang berjalan-jalan. Berbeda dengan kondisi tadi malam yang begitu ramai. Toko-toko souvenir pun terlihat sepi pengunjung. Aku terus berjalan sambil menyapu pandangan keliling. Sampai sebuah sapaan terdengar, memanggil namaku.
“Kak Dita?”
Aku menoleh dan disana kulihat sosok yang kukenal. Yang baru kukenal, tepatnya. Dia adalah Indra. Ingat Indra kan? Itu loh, anak SMU yang aku temui di pesawat.
“Loh Indra, kamu nginepnya disini juga?”
Anak muda itu mengangguk, sambil tersipu. Masih saja dia malu-malu kepadaku. Kulihat dia sendirian. Saat kutanya dia bilang yang lain lagi di pantai. Jawaban yang sama aku berikan, saat dia menanyakan keluargaku. Habis itu dia terlihat kikuk. Geli aku melihat tingkah lucunya itu. Maka aku ajukan pertanyaan lanjutan, “Kamu mau kemana nih?”
“Hhmm. Ini Kak, mau ngeliat-liat tato,” ucapannya terlihat ragu.
Mendengar itu, aku langsung ingat kalau aku juga ada niat membuat tato. Jenis temporary tattoo doang sih, sekedar buat having fun. Mumpung ada kenalan nih buat diajak jalan, kenapa nggak dicoba, pikirku.
‘Tato? Aku ikutan dong...”
Sebuah tawaran yang tentu dengan senang hati diterimanya. Kami pun mulai berjalan sepanjang trotoar, sambil berbincang. Ternyata Indra cukup supel juga. Pengetahuan dia tentang daerah wisata ini sangat baik. Dia bilang sudah beberapa kali berkunjung saat liburan. Dia menyebutkan beberapa tempat keren yang bisa aku kunjungi bersama keluarga. Selain nyaman, katanya indah untuk latar foto-foto. Indra juga menyarankan tempat untuk membeli souvenir murah.
Singkat cerita, akhirnya kami tiba ke sebuah studio tato. Tempatnya tidak begitu luas, tapi bersih dan nyaman. Seorang laki-laki berjambang menyambut kami. Tubuhnya besar dan penuh tato. Indra tampaknya sudah mengenal laki-laki itu. Mereka bercakap dengan akrab. Indra kemudian mengenalkan kami. Laki-laki itu bernama Bobi.
“Mau bikin tato apa nih?” Tanya Bobi padaku.
Aku menjawab dengan mengangkat bahu. Dia tersenyum, lalu menyodorkan sebuah album. Di dalamnya berisi foto-foto corak tato. Bobi memintaku memilih sendiri sesuai selera. Menunggu pilihanku, dia mempersilakan Indra lebih dulu di-tato. Indra ingin digambar dua burung walet di lengan kanannya. Seperti halnya aku, Indra juga memilih jenis temporary tattoo. Dia beralasan di sekolah tidak diijinkan untuk ber-tato.
Lima belas menit tato Indra belum juga jadi. Karena membuat tato ternyata makan cukup lama, aku mengirim pesan ke suami. Aku bilang agak telat ke pantainya, mau lihat-lihat souvenir dulu. Tato Indra menghabiskan waktu tiga puluh menitan. Giliran aku untuk di-tato pun datang. Sekali lagi Bobi bertanya tentang tato yang aku inginkan.
“Tato kupu-kupu lucu juga kayaknya,” sahutku.
Bobi mengangguk. “Pilihan yang bagus. Terus mau dibikin dimana?”
“Kalo nggak sedikit di atas payudara, ya di paha, sedikit di sebelah vagina.” Aku mengerling.
Kali ini Bobi nyengir. Dia terlihat santai. Mungkin dia sudah terbiasa menerima order ‘nyeleneh’ macam itu. Berbeda dengan Indra yang sampai menelan ludah mendengar itu. Malah saat aku minta bobi memutuskan, bagian atas atau bawah, dia menawarkan cara lempar koin. Saat koin dilempar, bagian payudara pun yang menang. Maka dengan perlahan aku membuka tanktop yang kupakai. Sementara di depanku ada dua laki-laki berbeda usia, menatapku nanar.
“Bra nya di lepas juga?” tanyaku dengan nada menggoda.
Bobi mengangkat pundaknya. “Terserah kamu aja. Kalo nanya aku sih, aku pengennya dilepas.” Rupanya dia juga pandai menggoda. Tetap dengan nada santai.
Digoda seperti itu aku merasa tertantang. Lalu aku buka ikatan tali bikini di punggung, namun tetap kupegang bagian cup-nya agar tidak melorot. Bobi tidak keberatan dengan itu. Dia mulai bekerja dengan tenang, sementara di belakangnya Indra nampak makin tegang. Tato kupu-kupu pelan-pelan tergambar sempurna di bagian atas payudara kananku. Tepat di atas puting. Melihat Bobi bekerja sangat profesional, aku berencana meningkatkan godaanku.
“Pegel nih tanganku. Kalo cup bikininya aku lepas nggak apa-apa kan kalian?”
Bobi kembali mengangkat bahunya. Kualihkan pandangan ke Indra. Dia mengangguk dengan ragu. Mendapat persetujuan keduanya, maka kulepaskan peganganku. Cup bikini itu pun melorot turun, membuat seluruh payudara kananku terekspos bebas. Lagi-lagi Indra menelan ludahnya. Demikian pula dengan Bobi. Baru kali ini ekspresi wajahnya tidak terlihat santai.
Are you okay guys?” Godaku ke mereka.
Bobi langsung tersadar dan mengangguk, tapi tidak dengan Indra yang masih bengong. Bobi melanjutkan kerjanya lagi. Tersenyum aku melihat ekspresi keduanya. Yang membuatku nyaman untuk terus menggoda karena mereka sangat sopan. Walau kutahu mereka terangsang, namun tidak ada niat untuk melakukan hal-hal nekat. Tidak lama setelahnya, gambar tato-ku pun selesai. Bobi melarang untuk memakai kembali cup bikiniku. Alasan dia agar tintanya kering dulu kena angin. Entah itu alasan sebenarnya, atau dia hanya ingin menikmati putingku lebih lama.
“Kak Dita, Bob, aku ke toilet bentar ya,” Indra permisi padaku dan Bobi.
Aku dan Bobi saling memandang, kemudian tersenyum. Sepertinya kami saling mengerti apa yang akan diperbuat Indra di toilet. Tonjolan di balik celananya terlalu kentara.
“Kamu nggak nyusul ke toilet?” Godaku, sambil mengipasi payudara kananku.
Dia tersenyum, kemudian menggeleng. “Sorry, kalau aku sih nggak suka pakai tangan sendiri.” Terkekeh aku mendengarnya. Kemudian Bobi melanjutkan kata-katanya. “Tapi kalo kamu mau minjemin tanganmu, biaya tato barusan aku charge free, termasuk tato-nya si Indra. Gimana?”
Sebuah tawaran menggoda. Melihat tubuh Bobi yang tinggi besar, plus jambangnya yang seksi, aku yakin di dalam sana pasti besar pula. Namun aku berusaha tidak terlihat antuasias. “Hhmm. Gimana ya?” Kupasang ekspresi berpikir keras.
“Cuma pake tangan loh. Nggak ngerugiin siapa-siapa kan? Tapi kalo kamu nggak mau ya nggak apa-apa, it just an offer.” Bobi mengerling. “I bet, my cock is not your first cock.”
Aku nyengir. Cuma ngocokin terus dapat tato gratis? Kenapa tidak, pikirku. “Okay, why not.
Indra belum juga keluar dari toilet, ketika Bobi mulai menurunkan celana pendeknya. Disusul kemudian dengan boxer-nya. Tereksposlah penis yang ada dibaliknya. Dia mengerling padaku, seolah-olah membanggakan ‘senjata’ miliknya itu. Memang dia patut berbangga, karena ukuran penis itu diatas medium pastinya. “Gimana Dit? Please give your profesional opinion.”
Not bad. 8 of 10 for the size.” Kami berdua lalu tertawa kecil.
Aku lalu mengambil beberapa lembar tissue basah. Aku gunakan itu untuk membersihkan kedua tanganku, sekaligus batang penis Bobi. Si pemilik penis memujiku atas ke-higienis-an tersebut. Tak lama penis Bobi sudah ada dalam genggamanku. Mulai aku mengurut-ngurutnya pelan, lalu perlahan semakin cepat. Beberapa kali Bobi terpejam menikmati kocokanku itu. Dua tangan dipakainya tumpuan di belakang, agar posisi duduk dia tetap stabil. Pelan tapi pasti batang penis itu mengeras, dan terus mengembang.
“Gimana Bob? Please give your profesional opinion.” Balasku, meminta pendapatnya untuk permainan tanganku.
Bobi tersenyum. “Not bad. 9,5 of 10.” Lagi kami tertawa kecil bersamaan.
Kocokanku terus berlanjut. Sekali, dua kali kami saling melempar senyum. Biasanya di momen seperti ini seorang laki-laki akan meminta naik level, menjadi oral seks. Namun tidak dengan Bobi. Dia tetap konsisten dengan kesepakatan awal kami. Hanya hand job, tidak lebih. Hanya dia minta satu kali untuk mencium bibirku. Kuijinkan dia melakukannya, dua kali. Ditambah bonus meremasi payudara kiriku, setelah kutanggalkan bikini atas. Inginku sih buat stimulus tambahan agar dia lebih cepat keluar. Bagaimana pun, Indra bisa kapan saja keluar dari kamar mandi. Dan keinginanku tercapai. Tidak lama cairan putih kental mengalir dari ujung penis Bobi, membasahi tanganku. Ekspresi wajah Bobi terlihat puas.
Kubersihkan tanganku dengan tissue basah. Demikian pula batang dan ujung penis Bobi. Selesai itu bibir kami bertemu sekali lagi. Ini pertama kali aku berciuman dengan laki-laki berjambang. Ada sensasi tersendiri saat rambut itu menyentuh kulit wajahku.
Just one question Dit. I wonder, how many cock already satisfied by you?
Aku tersenyum. Kujawab sambil memakai lagi bikini atas dan tanktop-ku. “Well, I don’t know. A lot.” Bobi nyengir mendengarnya.
Begitu kami selesai membereskan pakaian masing-masing, Indra keluar dari kamar mandi. Aku dan Bobi kembali saling lirik, kemudian tersenyum. Indra sama sekali tidak tahu apa yang baru saja dia lewatkan.
Sorry Kak lama, abis sakit perut.” Aku jawab, “nggak apa-apa”. Entah yang dimaksud dengan sakit itu beneran perut, atau ‘bawah’ perut.
Aku dan Indra lalu berpamitan kepada Bobi. Indra mengeluarkan dompet, namun kaget sewaktu Bobi mengatakan tato tadi free. Bobi bilang kalau hari ini dia sedang ada promo temporary tattoo. Tersenyum aku mendengar alasannya itu. Sebelum kami pergi, Bobi menyodorkan kartu namanya padaku. Katanya siapa tahu nanti aku kepengen bikin tato ‘gratis’ lagi. Kembali aku tersenyum kecil.
Di pintu masuk pantai, aku dan Indra berpisah. Aku mengucapkan terima kasih sudah ditemani jalan-jalan. Indra hanya tersipu, mengingat dia mendapat ‘pengalaman’ lebih dari yang dialami di pesawat. Melangkah lalu aku menuju sebuah cafe di pinggir pantai, dimana suami dan anakku sudah menunggu.
***
Di malam harinya. Si kecil sudah terlelap di ranjang sebelah. Seperti biasa, tangan suami akan mulai bergerilya di balik selimut. Merabai sekujur tubuhku sambil cium sana-sini. Saat membuka kaos yang aku pakai, suami terlihat kaget. Kaget ketika hendak mengulum puting kananku. Maka kuceritakan bagaimana tato kupu-kupu itu bisa ada disana. Ditambah sedikit ‘bumbu-bumbu’ erotis, tentunya. Dan penis suami pun langsung mengeras hebat.
Sedetik kemudian, ranjang kami mulai berguncang-guncang.
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar