Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Hari besar
keagamaan selalu saja menyenangkan. Bisa berlibur, sejenak lepas dari rutinitas
kerja. Ditambah bisa kumpul dengan keluarga jauh, saat silaturahmi. Untuk tahun
ini, aku dan suami yang datang ke rumah orang tua. Setelah tahun lalu, mereka
yang datang ke rumah kami.
Libur
hari pertama kami mengunjungi orang tua suami. Kami tinggal satu kota, jadi
bisa datang setelah kegiatan ibadah selesai. Berbeda dengan rumah orang tuaku. Harus
pesan tiket pesawat jauh-jauh hari, agar dapat harga murah.
Tidak
banyak cerita di rumah orang tua suami. Ibu mertua masih tetap awet muda dan
cantik. Ayah mertua masih gagah dan tetap genit. Aku tidak heran kalau suamiku
dapat gen terbaik dari mereka. Bahkan gen ‘genit’ pun menurun pula pada suami.
Kalau tidak, pasti wanita-wanita lain selain aku tidak akan ada. Lebih seru
cerita di rumah orang tuaku, karena kami keluarga besar.
“Cucu
kakek akhirnya datang juga...” Ayahku langsung menyambut si kecil, dan
mengangkat dia ke gendongan. Anakku hanya cekikikan. Dia memang sangat dimanja,
maklum cucu pertama.
Ternyata
sudah banyak keluarga yang datang. Selain si kecil, aku dan suami ikut disambut
oleh yang lain. Dua tahun kami tidak ikut kumpul karena tuntutan pekerjaan. Wajar
kedatangan kami jadi yang paling ditunggu. Beberapa sepupu wanita gantian cupika-cupiki. Begitu pula ponakan-ponakan. Gantian mereka memeluk diriku.
Terakhir
aku lihat Andre. Kami saling melempar senyum. Awalnya dia ingin ikut memeluk,
tapi kelihatan ragu dan kikuk. Maka aku yang duluan mendaratkan pelukan.
“Bagaimana
nih kabar keponakan Tante yang cakep?”
“Baik-baik aja Tante,” jawab
Andre, masih terlihat kikuk.
Sejak
lulus, aku sudah tidak pernah lagi ketemu Andre. Dia balik tinggal bersama
orang tuanya. Kini dia sedang training
di kantor salah satu provider telekomunikasi. Keponakanku itu terlihat tambah
tinggi dan kekar. Makin pintar pula menjaga penampilan. Namanya juga sudah
punya penghasilan sendiri. Dia sih ngaku
jomblo lagi, tapi sedang pendekatan sama teman sekantor.
“Kakak,
kangen...” Lagi ngobrol, sebuah
pelukan mendarat dari belakang. Ternyata adikku yang ‘bandel’. Langsung aku
sentil jidatnya karena bikin kaget. Eh,
dia malah ngakak.
Kami lalu
ngobrol bertiga. Adikku ternyata juga tambah tinggi. Sialan, sekarang aku jadi
terlihat mungil diantara keduanya. Hanya bedanya dengan Andre, tubuh adikku itu
datar tidak berotot. Habisnya paling susah disuruh olah raga sih.
Beberapa
waktu kemudian masing-masing asyik berinteraksi. Suami-suami berkumpul,
bercerita dengan pekerjaan dan olah raga. Istri-istri juga berkumpul, bercerita
tentang fashion, gosip, dan hal-hal
lain. Sedangkan anak-anak pada bermain. Ada yang di ruang tamu, teras, sampai
lantai dua. Seru sekali mendengar suara tawa mereka, meski sesekali terdengar pula
suara tangis bila ada yang terjatuh. Belum lagi tamu yang datang silih berganti.
Sampai
akhirnya malam menjelang. Beberapa saudara yang tinggal sekota mulai pamitan
pulang. Sementara aku dan beberapa saudara jauh memilih menginap. Orang tua
Andre termasuk yang pamitan, tetapi Andre tetap tinggal membantu bersih-bersih.
Sekarang dirinya sedang membantu aku mencuci piring.
“Lama ya kita
nggak ketemu Tante. Terakhir kali waktu di villa itu kayaknya.”
Aku
tersenyum. Aku taruh piring yang sudah dilap kering, lalu mengambil lagi piring
basah yang lain. “Kok ingetnya sama yang di villa aja?”
Wajah
Andre memerah. Niatku untuk menggodanya berhasil. Pertemuan terakhir kami
bukanlah ketika kejadian di villa. Entah apa maksud Andre mengungkit kejadian
tersebut. Mungkin ingin memancing agar kejadian itu terulang lagi. Waktu itu
kan juga bermula dari dapur. Baca ceritaku yang berjudul ‘Sebuah Pengakuan’.
“Bu-bukan,
bukan gi-gitu maksud Andre, Aduh gimana yah...” Eh, dia malah jadi salah tingkah sendiri. Senyumku pun jadi makin
lebar.
“Kalau
kamu mau gituan, bilang aja langsung,
udah gede kok pake malu-malu.”
‘Ditembak’
seperti itu muka Andre jadi semakin merah. Dia lalu garuk-garuk kepala. Aku
santai saja sih berbicara seperti itu. Toh,
di dapur hanya ada kami berdua. Yang lainnya sedang bersih-bersih di ruangan
lain.
“E-emang
Tante, ma-mau diajak gituan lagi?”
Masih
sambil menggosok piring, aku menoleh ke dia. “Kenapa nggak...” Aku mengerling.
“Tapi sekarang nggak mungkin dong. Semua kamar kan udah penuh, mau gituan dimana coba? Pinjem kamar sama tetangga?”
Andre tersipu.
Dia bisa menerima alasan itu. Aku bilang masih tiga hari lagi ada di rumah
ortu. Meski tidak janji, tetapi masih banyak kesempatan lain buat ‘gituan’. Dia pun nawarin diri buat jadi sopir, saat aku bilang mau cari sample kain untuk seragam kantor. Dia
nyeletuk, “Biar bisa deket terus sama Tante.” Aku tertawa kecil. Kebetulan
suami ada urusan lain besok, maka aku iyakan tawaran Andre tersebut.
Selesai
berberes aku pergi mandi. Andre satu jam lalu sudah pamitan pulang. Suami lagi nonbar
Liga Inggris di ruang tamu. Sedangkan si kecil pasti masih asyik main playstation, seperti ketika terakhir aku
lihat di kamarnya. Lagi nyisir rambut, suara ketukan terdengar di pintu. Aku
rapikan kimono, sebelum beranjak dari kursi.
Ternyata
adikku yang berdiri di sana. Aku suruh dia masuk, lalu kami ngobrol di tepi
ranjang. Awalnya dia curhat tentang pacarnya, terakhir tercetus sebuah
permintaan. Biasalah permintaan aneh-aneh. Karena aku sayang sama adik
satu-satunya itu, akhirnya aku mau menyanggupi. Dia pun ngikik sumringah.
“Besok
deh, kalau sekarang udah malem, paling dia udah bobo.”
“Nggak
apa-apa Kak, besok juga nggak apa-apa.”
“Sekarang
kamu bobo juga gih.”
“Iya,
tapi kasi liat toket dulu dong,” ucapnya, sambil ngikik lagi. Sepertinya dia sadar
kalau aku lagi tidak pakai bra.
Langsung
kujewer kuping adikku itu. Dia meringis, tapi tetap cengar-cengir. Akhirnya aku
hanya ijinkan dia mencium pipi. Itu pun dengan nakal, mendadak dia mencuri sosor
bibirku. Dasar adik mesum.
***
Paginya,
aku ketuk pintu sebuah kamar. Tidak lama sosok cantik menampakkan diri. Dia
adalah Amanda, istri dari salah satu kakak sepupuku. Kalian pasti pernah
mendengar namanya. Kalau belum coba deh baca cerita yang berjudul ‘Diari
Pramugari’. Dialah Amanda dalam cerita itu.
Aku tahu
kalau dia lagi sendirian di kamar. Tadi kulihat suaminya lagi main catur dengan
sepupu lain. Dia pun mempersilakan aku masuk. “Ada apa Dit? Tanya dia.
Kemudian
aku ceritakan permintaan adikku tadi malam. Kalau dengan Amanda sih mending aku
jujur saja. Aku sudah tahu sifat kakak sepupuku yang satu itu.
“Serius?
Adik lu pengen ngeliat bodi gue?” Dia ngakak. “Gue yang udah tua gini?”
Aku balas
dengan senyuman. Selisih dikit sama diriku kok ngaku tua sih. Aku lalu tanya
apa dia keberatan dengan itu.
“Ngapain keberatan,
harusnya gue bangga. Cowok semuda adik lu masih nafsu ke gue,” jawab dia sambil
terkekeh lagi. “Tapi lu bantuin gue juga dong,” lanjutnya.
“Bantuin
apaan?”
“Semalem
gue chat ama ‘kenalan’ lama gue. Kebetulan dia ada di sini juga, terus ngajak
ketemu. Lu bantuin cariin gue alesan dong biar bisa keluar hari ini, bentar
aja...”
“Kenalan
apa ‘kenalan’ nih?” Godaku.
Amanda
mengerling nakal. “Ah, lu tau
sendirilah,” begitu jawaban Amanda. Kami pun tertawa.
“Bisa
diatur kalo itu,” balasku pada Amanda. Kemudian aku utarakan rencana
berkeliling dengan Andre. Dia bisa bilang ke suaminya, mau ikut menemani aku. Kesepakatan
pun tercapai. Kami janjian bertemu di ruang tamu sejam lagi.
“Sip.
Kalo gitu gue mandi dulu. Ntar waktu lu keluar, pintu kamar dibuka dikit aja,
biar adik lu bisa ngintip ke dalem.”
Begitu
Amanda masuk kamar mandi, aku keluar dari kamar. Sesuai rencana, aku sisakan sedikit
celah di pintu. Kemudian aku kirimkan pesan singkat ke adikku. Menjelaskan soal
celah tersebut. Dibalas dengan emoji acungan jempol. Aku sendiri lalu beranjak ke
kamar untuk mandi. Selesai mandi, aku dapati pesan singkat dari adikku. “Makasi
Kak, lumayan buat bacol.” Begitu isinya,
lengkap dengan imoji kecupan.
Aku hanya
menggeleng kepala membacanya. Dasar adik mesum.
***
Singkat
cerita, kami bertiga sudah ada dalam mobil. Dua puluh menit berselang, kami sampai
di sebuah hotel. Sesuai kesepakatan, Amanda turun di sana. Sementara aku dan Andre
melanjutkan perjalanan.
Beberapa
toko sudah kami masuki, belum ada kain dengan jenis dan warna yang sesuai. Setelah
berputar-putar lagi, akhirnya ketemu apa yang kucari. Selama mencari, dengan
sabar Andre terus menemani aku. Kami akhirnya mutusin mencari di sebuah mall.
Dari hasil pencarian di sebuah situs, katanya menjual beraneka jenis kain dan
pakaian. Di lantai empat mall, tepatnya.
“Nah, ini
dia yang Tante cari...” Aku berseru kegirangan. Pencarian kami membuahkan
hasil.
Aku minta
beberapa contoh kain, dan nomor telepon pemesanan. Harus minta persetujuan bos
dulu sebelum memesan dalam jumlah besar. Aku sendiri memberi kain sewarna
beberapa meter, untuk dipakai seragam keluarga. Buat aku, suami, dan si kecil.
Mungkin akan dijahit jadi kemeja buat mereka, dan dress buat diriku.
Sebagai
ongkos mengantar, aku minta Andre memilih sepasang kemeja batik dan celana
panjang. Aku yang traktir, kataku. Awalnya sih
dia menolak. Terus aku paksa, akhirnya dia menyerah. Dia ambil dua pasang
kemeja dan celana untuk dicoba. Aku temani dia ke ruang pas.
“Gimana
Tante? Bagus?”
Pintu kamar
pas terbuka, Andre muncul sudah memakai pasangan pakaian pertama. Dia terlihat
gagah memakainya. Aku mengacungkan dua jempol. Aku suruh dia mencoba yang
kedua. Saat Andre hendak menutup pintu, aku mencegahnya. Ikut lalu aku masuk ke
kamar pas.
Mengerling
nakal aku ke arah Andre. “Kenapa? Malu buka baju depan Tante?”
Andre tersenyum
mendengar itu. Ini masuk proses melatih keponakanku sedikit ‘nakal’, karena saat
ini dia masih tetap terlalu ‘lugu’ untuk ukuran cowok. Meski rada ragu, dia mulai
membuka pakaian. Aku bersiul sewaktu hanya tersisa boxer-nya saja, layaknya cowok yang lagi menggoda cewek. Wajahnya sempat
memerah, yang bikin aku cekikikan dalam hati. Rupanya itu hanya terjadi sesaat
saja. Berikutnya eh dia malah jadi
kepedean. Di depanku, Andre memamerkan otot tangan dan perutnya yang sixpack.
“Ih curang
nih. Keponakannya telanjang, tapi Tantenya nggak.” Mulai pintar menggoda juga
dia sekarang. Ternyata Andre sudah nggak sepolos
yang aku kira. “Ikutan buka dong Tante, biar adil gitu,” tambahnya lagi.
Aku toel hidung keponakanku itu.
“Buka-bukaan kok di sini sih, ntar kalo kamu minta ‘masukin’ kan Tante yang
repot nantinya.”
Kami
berdua tertawa setelahnya. Namun, tidak keras karena sadar ada di tempat umum.
Di momen
itulah lalu Andre mencetuskan sebuah usul. Sambil berbisik, dia bilang bagaimana
kalau kami nunggu Amanda di hotel
yang sama, cuma di kamar yang berbeda. Tersenyum geli aku mendengarnya. Sukses
nih aku bikin keponakanku ‘nakal’. Maka aku setujui usulan itu.
Usai Andre
memakai kembali pakaian, aku buka pintu dan melangkah keluar. Disusul kemudian
oleh Andre. Di luar ternyata ada seorang laki-laki. Sepertinya dia menunggu ada
kamar pas yang kosong. Dia kaget mendapati seorang wanita keluar dari dalam.
Mengingat di sana adalah lantai khusus pakaian pria. Sementara aku dan Andre
hanya cekikikan. Berlarian kami menuju kasir. Aku jadi mentraktir dia, sepasang
pakaian batik yang pertama.
Di dalam mobil,
kami masih saja cekikikan. Sementara Andre menyetir, aku membooking kamar lewat
aplikasi ponsel. Konfirmasi aku dapat begitu sampai di parkiran hotel.
“Lu masih
lama nggak Nda?” Sempat aku mengirim pesan singkat. Tidak lama terkirim
balasan, “Masih Dit, gpp kan?” Tanya balik Amanda. Aku balas lagi dengan,
“Gpp.” Hanya memastikan kalau aku cukup punya waktu bersama Andre.
Masuk aku
ke lobi hotel, diikuti oleh Andre. Di resepsionis aku konfirmasi ulang pesanan
kamar. Setelah mendapat kunci kami berdua menuju lift. Kamar kami ada di lantai
tiga.
Begitu
masuk kamar, Andre langsung ngajakin
bersetubuh. Kata dia takut nanti waktunya nggak cukup, menutupi birahi yang
sudah diubun-ubun. Kasihan melihat wajah Andre yang memelas, aku pun mau. Masing-masing
dari kami lalu menelanjangi diri. Aku gandeng dia ke kamar mandi sebelum naik
ke ranjang. “Bersih-bersih dulu,” ujarku pada Andre.
Di kamar
mandi, aku pipis, membilas wajah, tangan, kaki, dan kemaluan. Andre pun
melakukan hal yang sama. Selesai menyegarkan diri, gantian Andre yang
menggandeng tanganku. Bergumul kami kemudian di atas ranjang. Mencium, meraba,
dan meremas, kami lakukan secara bergiliran. Meski sadar waktu kami tidak
banyak, tetapi Andre tidak ingin melewatkan tahap foreplay. Kata dia, sudah terlalu lama tidak merasakan lembutnya
kulitku.
“Srruupp,
srruupp, srruupp...” Suara-suara yang terdengar, saat aku mengulumi penis
Andre. Di saat yang sama dia juga menjilati vaginaku. Guna menghemat waktu,
kami memilih memakai posisi 69, guna merangsang kelamin masing-masing. Andre
terlentang di ranjang, sementara aku di atas tubuhnya. Mengangkang atas di
wajahnya.
Merasa kelamin kami sudah siap, posisi pun
berganti. Giliran aku yang terlentang di ranjang, dalam posisi misionaris. Aku biarkan Andre pegang kendali
pertama. Penis Andre menyeruak masuk ke vaginaku. Geli aku melihat ekspresi
wajahnya. Saking menikmatinya, sampai-sampai dia menutup mata. Saat membuka
mata, dia tersenyum ke arahku. “Andre kangen banget jepitan memek Tante,
anget...” ucap dirinya, yang aku anggap pujian.
Mulai
lalu dia memainkan penisnya. Dorong, tarik, dorong, tarik. Setiap dorongan dan
tarikan, Andre eskpresikan dengan desahan. Wajahnya terlihat seperti seseorang
yang lagi menikmati santapan lezat, yang sudah lama tidak dia nikmati. Matanya
yang terpejam, membuat Andre tak sadar sedang aku awasi. Tersenyum-senyum geli
aku dibuatnya. Ekspresi itu persis seperti saat pertama kali kami bersetubuh.
Oke, mungkin yang kedua, karena yang pertama tidak berjalan ‘lancar’. Andre
‘keluar’ terlalu dini kala itu.
“AAAHH,
AAAHH, AAAHH...” Desahan dan lenguhan Andre jadi makin kencang, saat aku ada di
atas. Dalam posisi woman on top, aku
bisa mengendalikan permainan. Kuncinya ada pada goyangan pinggul. Keponakanku
menikmati sekali goyanganku. Sebagai tumpuan, kedua tangan aku posisikan di
dada Andre.
Sejujurnya,
awalnya aku kurang begitu bergairah hari itu. Namun, melihat ekspresi wajah
Andre, lama-lama birahiku terpancing juga. Inti dari permainan ini bukan
tentang diriku, tetapi tentang kepuasan keponakanku itu. Entah kenapa, setiap
kali melihat senyum lebar Andre di akhir, selalu terasa menyenangkan.
Persetubuhan
hari itu diakhiri dalam posisi dogie. Sebelum itu, Andre mempercepat
genjotannya, dan memaksimalkan tusukannya. Sepertinya dia ingin batang penis
miliknya itu, masuk ke dalam tubuhku sedalam mungkin. Sebuah kepuasan mungkin
untuk dirinya.
“Aahhh,
aahhh, AAAHHH...!!!” Teriakan orgasme, disusul semburan hangat tepat di
permukaan pantatku. Dia menepati kesepakatan, saat kami sama-sama tidak ada
yang membawa kondom.
Dengan
usilnya, Andre pakai selimut hotel untuk mengelap cairan sperma itu. “Biar ada kenang-kenangan,”
ujar dirinya, sambil nyengir. Aku sadari itu saat menoleh ke belakang.
Aku toel lagi hidungnya untuk itu. “Kasihan cleaning service-nya tauu...”
Sesudahnya,
aku balik ke kamar mandi guna menyegarkan diri. Andre ikut menyusul tidak lama.
Berpelukan mesra kemudian kami di ranjang. Masih dalam keadaaan telanjang
bulat. Ngobrol ngawur-ngidul guna mengisi
waktu, sambil menonton televisi. Satu film selesai, belum juga ada tanda-tanda
kabar dari Amanda.
“Pesen
makanan yuk Tante,” usul Andre. Aku setujui usul itu, mengingat kami tadi tidak
sempat makan siang. Andre mengangkat telpon, dan memesan dua paket makanan.
Selesai meletakkan
gagang telepon, Andre melanjutkan lagi usulnya yang barusan. “Tante, kita tos-tosan yuk. Kalau petugas hotel yang
datang bawa makanan cewek, aku yang nyambut. Kalau petugasnya cowok, Tante yang
sambut. Cuma nyambutnya musti pake daleman aja. Gimana?”
Sebuah
usul yang bikin dahi berkerut. Namun, setelah diperdebatkan kayaknya seru juga.
Nakal-nakal gimana gitu. Kami pun berjabat tangan. Aku ambil bra dan celana
dalam, sementara Andre mengambil boxer-nya.
Berbarengan, kami memakai pakaian dalam masing-masing.
“Ting-tong...”
Bel kamar berbunyi. Kami berdua berlarian ke pintu. Bergantian kami mengintip
ke lubang kaca. Andre nyengir lebar. Yess!
serunya. Ternyata yang berdiri di sana adalah petugas laki-laki. Maka sesuai
kesepakatan, akulah yang akan membuka pintu. Sementara Andre berlari naik ke
ranjang. Menarik selimut dan pura-pura terlelap. Aku tarik nafas, lalu membuka
pintu.
Begitu
pintu aku buka, terlihat mata petugas yang mengantar makanan terbelalak. Kaget
melihat keadaanku yang setengah telanjang. Dengan santainya, aku minta dia meletakkan
makanan dan minuman di atas meja. Sedikit ragu dan tergagap, petugas itu masuk
ke dalam. Meski berusaha melirik ke arah lain, aku tahu petugas itu
mencuri-curi pandang padaku. Aku belakangin lalu dia, berpura-pura mengambil
uang di dompet. Pasti saat ini dia lagi melototi pantatku.
“Makasi
ya Mas, ini buat tips,” aku sodorkan
dua lembar uang rupiah. Dia mengangguk, sambil mengucapkan terima kasih.
Terlihat
usia petugas itu masih muda, muncul niatku untuk mengerjainya lagi. Apalagi sikapnya
yang malu-malu bikin gemes. “Mas, air di kamar mandi kok nggak bisa anget ya?
Bisa bantuin diperiksa bentar?”
Dia
mengikuti aku ke kamar mandi. Sengaja aku goyangin pantat waktu berjalan. Di dalam,
dia raih shower dan menghidupkan airnya. Begitu pula dengan keran di bathtub. “Ini mau anget kok airnya,
Mba.” Dia berujar. Yah jelas maulah,
kan rusaknya pura-pura. Tertawa aku dalam hati.
“Oh mau
ya? Habisnya tadi mau mandi airnya nggak anget-anget.” Aku berkilah.
Permisi
kemudian petugas itu buat keluar kamar. Kali ini tidak lagi aku halang-halangi.
Begitu pintu tertutup, Andre melonjak dari ranjang. Berseru dia kegirangan
melihat aksiku tadi. “Keren Tante, keren banget,” sambil mengacungkan dua
jempol.
Terkekeh
aku kemudian. Andre minta kalau nanti ada kesempatan lain, aksi yang barusan
bisa diulangi lagi. Aku hanya mengangguk. Mulanya aku pikir Andre akan mengajak
bersetubuh lagi. Habis biasanya laki-laki lain penisnya pasti mengeras, usai
aku melakukan aksi eksib seperti itu.
Baru saja
kami selesai makanan, ponselku berbunyi. Pesan singkat dari Amanda, bilang
kalau urusan dia sudah selesai. Aku pun minta Andre bergegas berpakaian. Aku
serahkan kunci kamar kepadanya. Nanti aku sama Amanda duluan ke mobil, dia yang
kembaliin kunci ke resepsionis. Namun, satu hal yang terlupakan. Saat kami
keluar dari lift, Amanda yang duduk di lobi melihat kami. “Kok kalian datengnya
dari atas?” Tanya dia.
Untungnya
segera terpikiran sebuah alibi. “Kita udah sampai dari tadi, terus makan dulu deh
di restoran. Laper.” Dan untungnya lagi, Amanda bisa menerima alasan tersebut,
tanpa kecurigaan.
Hari
sudah petang, jadi kami memutuskan langsung pulang. Amanda juga bilang tadi
suaminya sudah menelpon. Sampai di rumah orang tuaku, Andre tidak lagi mampir. Sisa
hari, aku habiskan mendengarkan cerita Amanda. Cerita panas dirinya dengan seseorang
yang dia sebut ‘kenalan’ tadi. Seorang petinggi di dunia penerbangan. Bekas
bosnya dulu.
***
Andre
tidak lagi datang ke rumah orang tuaku, keesokan harinya. Aku sih yang meminta
hal itu. Soalnya aku harus penuh menemani suami. Giliran dia yang mencari souvenir untuk klien-klien pentingnya.
Kali ini si kecil minta ikut, karena saudara seumurannya juga jalan-jalan
dengan keluarga, cuma dengan tujuan yang berbeda. Seharian aku temani suami,
dimana kami baru balik sudah sangat larut. Selesai mandi, aku pengennya sih
langsung tidur. Tetapi, suamiku kepengen yang lain. Mengenang masa lalu kata
dia. Di kamar itulah kami sering kali bercinta saat pacaran. Maka disetubuhinya
diriku terlebih dahulu, sebelum kami akhirnya sama-sama terlelap.
***
Di hari
berikutnya, aku dibangunin suami pagi-pagi sekali. Siang ini kami harus sudah
ada di bandara. Waktu aku ke kamar si kecil, ternyata dia sudah tidak ada di
sana. Rupanya dia diajak joging oleh ayahku. Luar biasa. Kalau aku yang
bangunin susahnya minta ampun. Ini konteksnya bangunin orang loh, bukan ‘bangunin’ anunya orang.
Suami
minta aku duluan mandi, begitu selesai suami nyusul kemudian. Masih terbalut
handuk, aku merapikan pakaian kotor suami, si kecil, dan milikku sendiri. Satu
persatu aku masukkan ke dalam koper. Sedang mengecek apa ada yang tertinggal, terdengar
ketukan di pintu. Aku buka sedikit pintu untuk melihat siapa orangnya. Ternyata
Andre. Dia tersenyum. Memang hari ini dia diminta suami untuk mengantar kami ke
bandara.
“Tunggu
bentar ya Dre, Tante pakai baju dulu,” ucapku padanya.
Mendengar
itu Andre malah usil. “Andre boleh liat Tante pake baju nggak?” Begitu kata
dia.
“Ih, si
Om lagi di kamar mandi loh, jangan macem-macem deh.”
Andre
sampai kini memang belum tahu. Belum tahu, kalau suamiku tahu hubungan ‘gelap’
kami.
“Bentar
aja, sumpah. Abis Tante selesai pake baju, Andre langsung keluar.”
Aku
menggeleng. Beneran jadi ‘rusak’ nih keponakanku gara-gara aku, runtukku dalam
hati.
“Ya udah.
Cepetan masuk, sebelum ada yang ngeliat.”
Di dalam
Andre cengar-cengir. Aku toel hidungnya
seperti biasa. Sebelum suami selesai mandi, segera aku ambil daleman bersih
dari koper. Masih ada waktu sebenarnya buat kami. Suami baru saja masuk, dan
belum selesai satu lagu dia dendangkan. Kalau mandi suamiku memang suka lama. Aku
juga sih sebenarnya.
Saat aku buka
balutan handuk, Andre bersiul nakal. Mendelik aku padanya, dan mengingatkan
kalau suamiku bisa mendengar. Kembali Andre hanya nyengir, sambil berbisik
minta maaf. Aku mulai memakai celana dalam, disusul lalu dengan bra.
“Biasa
amat dalemannya Tante? Nggak seksi kayak yang kemarin?”
Aku
melengos, lalu berbisik. “Halaah, nggak
seksi tapi kamu tetep suka kan?” Aku menunjuk ke pangkal celananya yang
menonjol.
Segera
Andre menutup bagian itu dengan kedua tangan. Sewaktu aku memakai kaos kerah model
V sebagai atasan, tonjolan itu tidak juga menghilang.
“Buat quicky sempet nih kayaknya Tante,” Andre
nyeletuk, saat aku hendak pakai celana jeans.
Melengos
lagi diriku. “Tadi janjinya apa? Cuman ngeliatin aja kan? Udah deh, ntar
ketahuan si Om loh.” Berusaha aku berkilah, padahal ide quicky itu seru juga. Tapinya, nggak
mau dong aku yang kelihatan bernafsu untuk itu.
Andre
merengut. Aku julurkan lidah guna mengejeknya, padahal aku berharap dia
memelas. Dan harapanku terwujud. Sambil tetap berbisik, Andre terus memohon
agar aku mau disetubuhi kilat. Aku nikmati momen itu. Melihat ekspresi wajah
keponakanku. Sampai akhirnya kata iya terucap dari mulutku. Ekspresi Andre
langsung berubah cerah. Ditambah aku sudah menurunkan celana dalam. “Dua menit!
Buruan...” ucapku tegas.
Bergegas
Andre menurunkan jeans dan boxer-nya. Sementara aku sudah nungging
di pinggiran ranjang. Tanpa ba-bi-bu,
Andre menghujamkan penisnya. Tidak terasa sakit, karena diam-diam tadi aku
sudah basah saat menggodanya. Dia langsung tancap gas, tidak mau menyiakan waktu.
Kelamin kami beradu, mengiringi dendangan suami dari kamar mandi.
Entah
karena sudah terbakar birahi, atau vaginaku yang terlalu kuat ngejepit, persetubuhan itu berlangsung
sangat kilat. Sesuai namanya, seks kilat. Namun, ada bagusnya juga sih
mengingat suami bisa keluar kapan saja. Untuk kali kedua sperma Andre membasahi
pantatku. Kali ini aku sempat menyuruh mengambil tissue basah. Kami berciuman singkat, sebelum sama-sama mulai memakai
celana. Sambil cengar-cengir berdua.
Setengah
jam berlalu. Usai berpamitan dengan ayah, ibu, dan adikku, kami berempat berkendara
menuju bandara. Andre duduk di belakang kemudi. Di sebelahnya duduk suamiku.
Aku dan si kecil duduk di bangku belakang. Andre dan suamiku ngobrolin pertandingan bola dini hari
tadi. Selalu saja terasa canggung sekaligus geli, melihat mereka berdua terlihat
begitu akrab. Dua laki-laki yang telah meniduri aku. Hanya satu jam perjalanan,
kami sudah sampai di bandara. Andre membantu menurunkan koper dan barang lain,
yang ternyata semuanya muat di satu troli.
“Mau
‘pamitan’ dulu sama Andre? Masih ada sejam loh take off-nya.” Suamiku mengerling.
“Nggak
usah deh,” sahutku singkat, sambil tersenyum.
Suami
tidak tahu kalau tadi saat dia ada di kamar mandi, aku dan Andre sudah
‘pamitan’. Kami pun melambai ke arah Andre, lalu berbarengan melangkah menuju
pintu keberangkatan.
.
Jiahh... adiknya gak dapet jatah
BalasHapusCeritain yang story amanda sama kenalannya buat next story
BalasHapusWah blm ada update baru nih
BalasHapus