Jumat, 08 Desember 2017

Kumpul Keluarga


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Hari besar keagamaan selalu saja menyenangkan. Bisa berlibur, sejenak lepas dari rutinitas kerja. Ditambah bisa kumpul dengan keluarga jauh, saat silaturahmi. Untuk tahun ini, aku dan suami yang datang ke rumah orang tua. Setelah tahun lalu, mereka yang datang ke rumah kami.
Libur hari pertama kami mengunjungi orang tua suami. Kami tinggal satu kota, jadi bisa datang setelah kegiatan ibadah selesai. Berbeda dengan rumah orang tuaku. Harus pesan tiket pesawat jauh-jauh hari, agar dapat harga murah.
Tidak banyak cerita di rumah orang tua suami. Ibu mertua masih tetap awet muda dan cantik. Ayah mertua masih gagah dan tetap genit. Aku tidak heran kalau suamiku dapat gen terbaik dari mereka. Bahkan gen ‘genit’ pun menurun pula pada suami. Kalau tidak, pasti wanita-wanita lain selain aku tidak akan ada. Lebih seru cerita di rumah orang tuaku, karena kami keluarga besar.
“Cucu kakek akhirnya datang juga...” Ayahku langsung menyambut si kecil, dan mengangkat dia ke gendongan. Anakku hanya cekikikan. Dia memang sangat dimanja, maklum cucu pertama.
Ternyata sudah banyak keluarga yang datang. Selain si kecil, aku dan suami ikut disambut oleh yang lain. Dua tahun kami tidak ikut kumpul karena tuntutan pekerjaan. Wajar kedatangan kami jadi yang paling ditunggu. Beberapa sepupu wanita gantian cupika-cupiki. Begitu pula ponakan-ponakan. Gantian mereka memeluk diriku.
Terakhir aku lihat Andre. Kami saling melempar senyum. Awalnya dia ingin ikut memeluk, tapi kelihatan ragu dan kikuk. Maka aku yang duluan mendaratkan pelukan.
“Bagaimana nih kabar keponakan Tante yang cakep?”
“Baik-baik aja Tante,” jawab Andre, masih terlihat kikuk.
Sejak lulus, aku sudah tidak pernah lagi ketemu Andre. Dia balik tinggal bersama orang tuanya. Kini dia sedang training di kantor salah satu provider telekomunikasi. Keponakanku itu terlihat tambah tinggi dan kekar. Makin pintar pula menjaga penampilan. Namanya juga sudah punya penghasilan sendiri. Dia sih ngaku jomblo lagi, tapi sedang pendekatan sama teman sekantor.
“Kakak, kangen...” Lagi ngobrol, sebuah pelukan mendarat dari belakang. Ternyata adikku yang ‘bandel’. Langsung aku sentil jidatnya karena bikin kaget. Eh, dia malah ngakak.
Kami lalu ngobrol bertiga. Adikku ternyata juga tambah tinggi. Sialan, sekarang aku jadi terlihat mungil diantara keduanya. Hanya bedanya dengan Andre, tubuh adikku itu datar tidak berotot. Habisnya paling susah disuruh olah raga sih.
Beberapa waktu kemudian masing-masing asyik berinteraksi. Suami-suami berkumpul, bercerita dengan pekerjaan dan olah raga. Istri-istri juga berkumpul, bercerita tentang fashion, gosip, dan hal-hal lain. Sedangkan anak-anak pada bermain. Ada yang di ruang tamu, teras, sampai lantai dua. Seru sekali mendengar suara tawa mereka, meski sesekali terdengar pula suara tangis bila ada yang terjatuh. Belum lagi tamu yang datang silih berganti.
Sampai akhirnya malam menjelang. Beberapa saudara yang tinggal sekota mulai pamitan pulang. Sementara aku dan beberapa saudara jauh memilih menginap. Orang tua Andre termasuk yang pamitan, tetapi Andre tetap tinggal membantu bersih-bersih. Sekarang dirinya sedang membantu aku mencuci piring.
“Lama ya kita nggak ketemu Tante. Terakhir kali waktu di villa itu kayaknya.”
Aku tersenyum. Aku taruh piring yang sudah dilap kering, lalu mengambil lagi piring basah yang lain. “Kok ingetnya sama yang di villa aja?”
Wajah Andre memerah. Niatku untuk menggodanya berhasil. Pertemuan terakhir kami bukanlah ketika kejadian di villa. Entah apa maksud Andre mengungkit kejadian tersebut. Mungkin ingin memancing agar kejadian itu terulang lagi. Waktu itu kan juga bermula dari dapur. Baca ceritaku yang berjudul ‘Sebuah Pengakuan’.
“Bu-bukan, bukan gi-gitu maksud Andre, Aduh gimana yah...” Eh, dia malah jadi salah tingkah sendiri. Senyumku pun jadi makin lebar.
“Kalau kamu mau gituan, bilang aja langsung, udah gede kok pake malu-malu.”
‘Ditembak’ seperti itu muka Andre jadi semakin merah. Dia lalu garuk-garuk kepala. Aku santai saja sih berbicara seperti itu. Toh, di dapur hanya ada kami berdua. Yang lainnya sedang bersih-bersih di ruangan lain.
“E-emang Tante, ma-mau diajak gituan lagi?”
Masih sambil menggosok piring, aku menoleh ke dia. “Kenapa nggak...” Aku mengerling. “Tapi sekarang nggak mungkin dong. Semua kamar kan udah penuh, mau gituan dimana coba? Pinjem kamar sama tetangga?”
Andre tersipu. Dia bisa menerima alasan itu. Aku bilang masih tiga hari lagi ada di rumah ortu. Meski tidak janji, tetapi masih banyak kesempatan lain buat ‘gituan’. Dia pun nawarin diri buat jadi sopir, saat aku bilang mau cari sample kain untuk seragam kantor. Dia nyeletuk, “Biar bisa deket terus sama Tante.” Aku tertawa kecil. Kebetulan suami ada urusan lain besok, maka aku iyakan tawaran Andre tersebut.
Selesai berberes aku pergi mandi. Andre satu jam lalu sudah pamitan pulang. Suami lagi nonbar Liga Inggris di ruang tamu. Sedangkan si kecil pasti masih asyik main playstation, seperti ketika terakhir aku lihat di kamarnya. Lagi nyisir rambut, suara ketukan terdengar di pintu. Aku rapikan kimono, sebelum beranjak dari kursi.
Ternyata adikku yang berdiri di sana. Aku suruh dia masuk, lalu kami ngobrol di tepi ranjang. Awalnya dia curhat tentang pacarnya, terakhir tercetus sebuah permintaan. Biasalah permintaan aneh-aneh. Karena aku sayang sama adik satu-satunya itu, akhirnya aku mau menyanggupi. Dia pun ngikik sumringah.
“Besok deh, kalau sekarang udah malem, paling dia udah bobo.”
“Nggak apa-apa Kak, besok juga nggak apa-apa.”
“Sekarang kamu bobo juga gih.”
“Iya, tapi kasi liat toket dulu dong,” ucapnya, sambil ngikik lagi. Sepertinya dia sadar kalau aku lagi tidak pakai bra.
Langsung kujewer kuping adikku itu. Dia meringis, tapi tetap cengar-cengir. Akhirnya aku hanya ijinkan dia mencium pipi. Itu pun dengan nakal, mendadak dia mencuri sosor bibirku. Dasar adik mesum.
***
Paginya, aku ketuk pintu sebuah kamar. Tidak lama sosok cantik menampakkan diri. Dia adalah Amanda, istri dari salah satu kakak sepupuku. Kalian pasti pernah mendengar namanya. Kalau belum coba deh baca cerita yang berjudul ‘Diari Pramugari’. Dialah Amanda dalam cerita itu.
Aku tahu kalau dia lagi sendirian di kamar. Tadi kulihat suaminya lagi main catur dengan sepupu lain. Dia pun mempersilakan aku masuk. “Ada apa Dit? Tanya dia.
Kemudian aku ceritakan permintaan adikku tadi malam. Kalau dengan Amanda sih mending aku jujur saja. Aku sudah tahu sifat kakak sepupuku yang satu itu.
“Serius? Adik lu pengen ngeliat bodi gue?” Dia ngakak. “Gue yang udah tua gini?”
Aku balas dengan senyuman. Selisih dikit sama diriku kok ngaku tua sih. Aku lalu tanya apa dia keberatan dengan itu.
“Ngapain keberatan, harusnya gue bangga. Cowok semuda adik lu masih nafsu ke gue,” jawab dia sambil terkekeh lagi. “Tapi lu bantuin gue juga dong,” lanjutnya.
“Bantuin apaan?”
“Semalem gue chat ama ‘kenalan’ lama gue. Kebetulan dia ada di sini juga, terus ngajak ketemu. Lu bantuin cariin gue alesan dong biar bisa keluar hari ini, bentar aja...”
“Kenalan apa ‘kenalan’ nih?” Godaku.
Amanda mengerling nakal. “Ah, lu tau sendirilah,” begitu jawaban Amanda. Kami pun tertawa.
“Bisa diatur kalo itu,” balasku pada Amanda. Kemudian aku utarakan rencana berkeliling dengan Andre. Dia bisa bilang ke suaminya, mau ikut menemani aku. Kesepakatan pun tercapai. Kami janjian bertemu di ruang tamu sejam lagi.
“Sip. Kalo gitu gue mandi dulu. Ntar waktu lu keluar, pintu kamar dibuka dikit aja, biar adik lu bisa ngintip ke dalem.”
Begitu Amanda masuk kamar mandi, aku keluar dari kamar. Sesuai rencana, aku sisakan sedikit celah di pintu. Kemudian aku kirimkan pesan singkat ke adikku. Menjelaskan soal celah tersebut. Dibalas dengan emoji acungan jempol. Aku sendiri lalu beranjak ke kamar untuk mandi. Selesai mandi, aku dapati pesan singkat dari adikku. “Makasi Kak, lumayan buat bacol.” Begitu isinya, lengkap dengan imoji kecupan.
Aku hanya menggeleng kepala membacanya. Dasar adik mesum.
***
Singkat cerita, kami bertiga sudah ada dalam mobil. Dua puluh menit berselang, kami sampai di sebuah hotel. Sesuai kesepakatan, Amanda turun di sana. Sementara aku dan Andre melanjutkan perjalanan.
Beberapa toko sudah kami masuki, belum ada kain dengan jenis dan warna yang sesuai. Setelah berputar-putar lagi, akhirnya ketemu apa yang kucari. Selama mencari, dengan sabar Andre terus menemani aku. Kami akhirnya mutusin mencari di sebuah mall. Dari hasil pencarian di sebuah situs, katanya menjual beraneka jenis kain dan pakaian. Di lantai empat mall, tepatnya.
“Nah, ini dia yang Tante cari...” Aku berseru kegirangan. Pencarian kami membuahkan hasil.
Aku minta beberapa contoh kain, dan nomor telepon pemesanan. Harus minta persetujuan bos dulu sebelum memesan dalam jumlah besar. Aku sendiri memberi kain sewarna beberapa meter, untuk dipakai seragam keluarga. Buat aku, suami, dan si kecil. Mungkin akan dijahit jadi kemeja buat mereka, dan dress buat diriku.
Sebagai ongkos mengantar, aku minta Andre memilih sepasang kemeja batik dan celana panjang. Aku yang traktir, kataku. Awalnya sih dia menolak. Terus aku paksa, akhirnya dia menyerah. Dia ambil dua pasang kemeja dan celana untuk dicoba. Aku temani dia ke ruang pas.
“Gimana Tante? Bagus?”
Pintu kamar pas terbuka, Andre muncul sudah memakai pasangan pakaian pertama. Dia terlihat gagah memakainya. Aku mengacungkan dua jempol. Aku suruh dia mencoba yang kedua. Saat Andre hendak menutup pintu, aku mencegahnya. Ikut lalu aku masuk ke kamar pas.
Mengerling nakal aku ke arah Andre. “Kenapa? Malu buka baju depan Tante?”
Andre tersenyum mendengar itu. Ini masuk proses melatih keponakanku sedikit ‘nakal’, karena saat ini dia masih tetap terlalu ‘lugu’ untuk ukuran cowok. Meski rada ragu, dia mulai membuka pakaian. Aku bersiul sewaktu hanya tersisa boxer-nya saja, layaknya cowok yang lagi menggoda cewek. Wajahnya sempat memerah, yang bikin aku cekikikan dalam hati. Rupanya itu hanya terjadi sesaat saja. Berikutnya eh dia malah jadi kepedean. Di depanku, Andre memamerkan otot tangan dan perutnya yang sixpack.
“Ih curang nih. Keponakannya telanjang, tapi Tantenya nggak.” Mulai pintar menggoda juga dia sekarang. Ternyata Andre sudah nggak sepolos yang aku kira. “Ikutan buka dong Tante, biar adil gitu,” tambahnya lagi.
Aku toel hidung keponakanku itu. “Buka-bukaan kok di sini sih, ntar kalo kamu minta ‘masukin’ kan Tante yang repot nantinya.”
Kami berdua tertawa setelahnya. Namun, tidak keras karena sadar ada di tempat umum.
Di momen itulah lalu Andre mencetuskan sebuah usul. Sambil berbisik, dia bilang bagaimana kalau kami nunggu Amanda di hotel yang sama, cuma di kamar yang berbeda. Tersenyum geli aku mendengarnya. Sukses nih aku bikin keponakanku ‘nakal’. Maka aku setujui usulan itu.
Usai Andre memakai kembali pakaian, aku buka pintu dan melangkah keluar. Disusul kemudian oleh Andre. Di luar ternyata ada seorang laki-laki. Sepertinya dia menunggu ada kamar pas yang kosong. Dia kaget mendapati seorang wanita keluar dari dalam. Mengingat di sana adalah lantai khusus pakaian pria. Sementara aku dan Andre hanya cekikikan. Berlarian kami menuju kasir. Aku jadi mentraktir dia, sepasang pakaian batik yang pertama.
Di dalam mobil, kami masih saja cekikikan. Sementara Andre menyetir, aku membooking kamar lewat aplikasi ponsel. Konfirmasi aku dapat begitu sampai di parkiran hotel.
“Lu masih lama nggak Nda?” Sempat aku mengirim pesan singkat. Tidak lama terkirim balasan, “Masih Dit, gpp kan?” Tanya balik Amanda. Aku balas lagi dengan, “Gpp.” Hanya memastikan kalau aku cukup punya waktu bersama Andre.
Masuk aku ke lobi hotel, diikuti oleh Andre. Di resepsionis aku konfirmasi ulang pesanan kamar. Setelah mendapat kunci kami berdua menuju lift. Kamar kami ada di lantai tiga.
Begitu masuk kamar, Andre langsung ngajakin bersetubuh. Kata dia takut nanti waktunya nggak cukup, menutupi birahi yang sudah diubun-ubun. Kasihan melihat wajah Andre yang memelas, aku pun mau. Masing-masing dari kami lalu menelanjangi diri. Aku gandeng dia ke kamar mandi sebelum naik ke ranjang. “Bersih-bersih dulu,” ujarku pada Andre.
Di kamar mandi, aku pipis, membilas wajah, tangan, kaki, dan kemaluan. Andre pun melakukan hal yang sama. Selesai menyegarkan diri, gantian Andre yang menggandeng tanganku. Bergumul kami kemudian di atas ranjang. Mencium, meraba, dan meremas, kami lakukan secara bergiliran. Meski sadar waktu kami tidak banyak, tetapi Andre tidak ingin melewatkan tahap foreplay. Kata dia, sudah terlalu lama tidak merasakan lembutnya kulitku.
“Srruupp, srruupp, srruupp...” Suara-suara yang terdengar, saat aku mengulumi penis Andre. Di saat yang sama dia juga menjilati vaginaku. Guna menghemat waktu, kami memilih memakai posisi 69, guna merangsang kelamin masing-masing. Andre terlentang di ranjang, sementara aku di atas tubuhnya. Mengangkang atas di wajahnya.
 Merasa kelamin kami sudah siap, posisi pun berganti. Giliran aku yang terlentang di ranjang, dalam posisi misionaris. Aku biarkan Andre pegang kendali pertama. Penis Andre menyeruak masuk ke vaginaku. Geli aku melihat ekspresi wajahnya. Saking menikmatinya, sampai-sampai dia menutup mata. Saat membuka mata, dia tersenyum ke arahku. “Andre kangen banget jepitan memek Tante, anget...” ucap dirinya, yang aku anggap pujian.
Mulai lalu dia memainkan penisnya. Dorong, tarik, dorong, tarik. Setiap dorongan dan tarikan, Andre eskpresikan dengan desahan. Wajahnya terlihat seperti seseorang yang lagi menikmati santapan lezat, yang sudah lama tidak dia nikmati. Matanya yang terpejam, membuat Andre tak sadar sedang aku awasi. Tersenyum-senyum geli aku dibuatnya. Ekspresi itu persis seperti saat pertama kali kami bersetubuh. Oke, mungkin yang kedua, karena yang pertama tidak berjalan ‘lancar’. Andre ‘keluar’ terlalu dini kala itu.
“AAAHH, AAAHH, AAAHH...” Desahan dan lenguhan Andre jadi makin kencang, saat aku ada di atas. Dalam posisi woman on top, aku bisa mengendalikan permainan. Kuncinya ada pada goyangan pinggul. Keponakanku menikmati sekali goyanganku. Sebagai tumpuan, kedua tangan aku posisikan di dada Andre.
Sejujurnya, awalnya aku kurang begitu bergairah hari itu. Namun, melihat ekspresi wajah Andre, lama-lama birahiku terpancing juga. Inti dari permainan ini bukan tentang diriku, tetapi tentang kepuasan keponakanku itu. Entah kenapa, setiap kali melihat senyum lebar Andre di akhir, selalu terasa menyenangkan.
Persetubuhan hari itu diakhiri dalam posisi dogie. Sebelum itu, Andre mempercepat genjotannya, dan memaksimalkan tusukannya. Sepertinya dia ingin batang penis miliknya itu, masuk ke dalam tubuhku sedalam mungkin. Sebuah kepuasan mungkin untuk dirinya.
“Aahhh, aahhh, AAAHHH...!!!” Teriakan orgasme, disusul semburan hangat tepat di permukaan pantatku. Dia menepati kesepakatan, saat kami sama-sama tidak ada yang membawa kondom.
Dengan usilnya, Andre pakai selimut hotel untuk mengelap cairan sperma itu. “Biar ada kenang-kenangan,” ujar dirinya, sambil nyengir. Aku sadari itu saat menoleh ke belakang.
Aku toel lagi hidungnya untuk itu. “Kasihan cleaning service-nya tauu...”
Sesudahnya, aku balik ke kamar mandi guna menyegarkan diri. Andre ikut menyusul tidak lama. Berpelukan mesra kemudian kami di ranjang. Masih dalam keadaaan telanjang bulat. Ngobrol ngawur-ngidul guna mengisi waktu, sambil menonton televisi. Satu film selesai, belum juga ada tanda-tanda kabar dari Amanda.
“Pesen makanan yuk Tante,” usul Andre. Aku setujui usul itu, mengingat kami tadi tidak sempat makan siang. Andre mengangkat telpon, dan memesan dua paket makanan.
Selesai meletakkan gagang telepon, Andre melanjutkan lagi usulnya yang barusan. “Tante, kita tos-tosan yuk. Kalau petugas hotel yang datang bawa makanan cewek, aku yang nyambut. Kalau petugasnya cowok, Tante yang sambut. Cuma nyambutnya musti pake daleman aja. Gimana?”
Sebuah usul yang bikin dahi berkerut. Namun, setelah diperdebatkan kayaknya seru juga. Nakal-nakal gimana gitu. Kami pun berjabat tangan. Aku ambil bra dan celana dalam, sementara Andre mengambil boxer-nya. Berbarengan, kami memakai pakaian dalam masing-masing.
“Ting-tong...” Bel kamar berbunyi. Kami berdua berlarian ke pintu. Bergantian kami mengintip ke lubang kaca. Andre nyengir lebar. Yess! serunya. Ternyata yang berdiri di sana adalah petugas laki-laki. Maka sesuai kesepakatan, akulah yang akan membuka pintu. Sementara Andre berlari naik ke ranjang. Menarik selimut dan pura-pura terlelap. Aku tarik nafas, lalu membuka pintu.
Begitu pintu aku buka, terlihat mata petugas yang mengantar makanan terbelalak. Kaget melihat keadaanku yang setengah telanjang. Dengan santainya, aku minta dia meletakkan makanan dan minuman di atas meja. Sedikit ragu dan tergagap, petugas itu masuk ke dalam. Meski berusaha melirik ke arah lain, aku tahu petugas itu mencuri-curi pandang padaku. Aku belakangin lalu dia, berpura-pura mengambil uang di dompet. Pasti saat ini dia lagi melototi pantatku.
“Makasi ya Mas, ini buat tips,” aku sodorkan dua lembar uang rupiah. Dia mengangguk, sambil mengucapkan terima kasih.
Terlihat usia petugas itu masih muda, muncul niatku untuk mengerjainya lagi. Apalagi sikapnya yang malu-malu bikin gemes. “Mas, air di kamar mandi kok nggak bisa anget ya? Bisa bantuin diperiksa bentar?”
Dia mengikuti aku ke kamar mandi. Sengaja aku goyangin pantat waktu berjalan. Di dalam, dia raih shower dan menghidupkan airnya. Begitu pula dengan keran di bathtub. “Ini mau anget kok airnya, Mba.” Dia berujar. Yah jelas maulah, kan rusaknya pura-pura. Tertawa aku dalam hati.
“Oh mau ya? Habisnya tadi mau mandi airnya nggak anget-anget.” Aku berkilah.
Permisi kemudian petugas itu buat keluar kamar. Kali ini tidak lagi aku halang-halangi. Begitu pintu tertutup, Andre melonjak dari ranjang. Berseru dia kegirangan melihat aksiku tadi. “Keren Tante, keren banget,” sambil mengacungkan dua jempol.
Terkekeh aku kemudian. Andre minta kalau nanti ada kesempatan lain, aksi yang barusan bisa diulangi lagi. Aku hanya mengangguk. Mulanya aku pikir Andre akan mengajak bersetubuh lagi. Habis biasanya laki-laki lain penisnya pasti mengeras, usai aku melakukan aksi eksib seperti itu.
Baru saja kami selesai makanan, ponselku berbunyi. Pesan singkat dari Amanda, bilang kalau urusan dia sudah selesai. Aku pun minta Andre bergegas berpakaian. Aku serahkan kunci kamar kepadanya. Nanti aku sama Amanda duluan ke mobil, dia yang kembaliin kunci ke resepsionis. Namun, satu hal yang terlupakan. Saat kami keluar dari lift, Amanda yang duduk di lobi melihat kami. “Kok kalian datengnya dari atas?” Tanya dia.
Untungnya segera terpikiran sebuah alibi. “Kita udah sampai dari tadi, terus makan dulu deh di restoran. Laper.” Dan untungnya lagi, Amanda bisa menerima alasan tersebut, tanpa kecurigaan.
Hari sudah petang, jadi kami memutuskan langsung pulang. Amanda juga bilang tadi suaminya sudah menelpon. Sampai di rumah orang tuaku, Andre tidak lagi mampir. Sisa hari, aku habiskan mendengarkan cerita Amanda. Cerita panas dirinya dengan seseorang yang dia sebut ‘kenalan’ tadi. Seorang petinggi di dunia penerbangan. Bekas bosnya dulu.
***
Andre tidak lagi datang ke rumah orang tuaku, keesokan harinya. Aku sih yang meminta hal itu. Soalnya aku harus penuh menemani suami. Giliran dia yang mencari souvenir untuk klien-klien pentingnya. Kali ini si kecil minta ikut, karena saudara seumurannya juga jalan-jalan dengan keluarga, cuma dengan tujuan yang berbeda. Seharian aku temani suami, dimana kami baru balik sudah sangat larut. Selesai mandi, aku pengennya sih langsung tidur. Tetapi, suamiku kepengen yang lain. Mengenang masa lalu kata dia. Di kamar itulah kami sering kali bercinta saat pacaran. Maka disetubuhinya diriku terlebih dahulu, sebelum kami akhirnya sama-sama terlelap.
***
Di hari berikutnya, aku dibangunin suami pagi-pagi sekali. Siang ini kami harus sudah ada di bandara. Waktu aku ke kamar si kecil, ternyata dia sudah tidak ada di sana. Rupanya dia diajak joging oleh ayahku. Luar biasa. Kalau aku yang bangunin susahnya minta ampun. Ini konteksnya bangunin orang loh, bukan ‘bangunin’ anunya orang.
Suami minta aku duluan mandi, begitu selesai suami nyusul kemudian. Masih terbalut handuk, aku merapikan pakaian kotor suami, si kecil, dan milikku sendiri. Satu persatu aku masukkan ke dalam koper. Sedang mengecek apa ada yang tertinggal, terdengar ketukan di pintu. Aku buka sedikit pintu untuk melihat siapa orangnya. Ternyata Andre. Dia tersenyum. Memang hari ini dia diminta suami untuk mengantar kami ke bandara.
“Tunggu bentar ya Dre, Tante pakai baju dulu,” ucapku padanya.
Mendengar itu Andre malah usil. “Andre boleh liat Tante pake baju nggak?” Begitu kata dia.
“Ih, si Om lagi di kamar mandi loh, jangan macem-macem deh.”
Andre sampai kini memang belum tahu. Belum tahu, kalau suamiku tahu hubungan ‘gelap’ kami.
“Bentar aja, sumpah. Abis Tante selesai pake baju, Andre langsung keluar.”
Aku menggeleng. Beneran jadi ‘rusak’ nih keponakanku gara-gara aku, runtukku dalam hati.
“Ya udah. Cepetan masuk, sebelum ada yang ngeliat.”
Di dalam Andre cengar-cengir. Aku toel hidungnya seperti biasa. Sebelum suami selesai mandi, segera aku ambil daleman bersih dari koper. Masih ada waktu sebenarnya buat kami. Suami baru saja masuk, dan belum selesai satu lagu dia dendangkan. Kalau mandi suamiku memang suka lama. Aku juga sih sebenarnya.
Saat aku buka balutan handuk, Andre bersiul nakal. Mendelik aku padanya, dan mengingatkan kalau suamiku bisa mendengar. Kembali Andre hanya nyengir, sambil berbisik minta maaf. Aku mulai memakai celana dalam, disusul lalu dengan bra.
“Biasa amat dalemannya Tante? Nggak seksi kayak yang kemarin?”
Aku melengos, lalu berbisik. “Halaah, nggak seksi tapi kamu tetep suka kan?” Aku menunjuk ke pangkal celananya yang menonjol.
Segera Andre menutup bagian itu dengan kedua tangan. Sewaktu aku memakai kaos kerah model V sebagai atasan, tonjolan itu tidak juga menghilang.
“Buat quicky sempet nih kayaknya Tante,” Andre nyeletuk, saat aku hendak pakai celana jeans.
Melengos lagi diriku. “Tadi janjinya apa? Cuman ngeliatin aja kan? Udah deh, ntar ketahuan si Om loh.” Berusaha aku berkilah, padahal ide quicky itu seru juga. Tapinya, nggak mau dong aku yang kelihatan bernafsu untuk itu.
Andre merengut. Aku julurkan lidah guna mengejeknya, padahal aku berharap dia memelas. Dan harapanku terwujud. Sambil tetap berbisik, Andre terus memohon agar aku mau disetubuhi kilat. Aku nikmati momen itu. Melihat ekspresi wajah keponakanku. Sampai akhirnya kata iya terucap dari mulutku. Ekspresi Andre langsung berubah cerah. Ditambah aku sudah menurunkan celana dalam. “Dua menit! Buruan...” ucapku tegas.
Bergegas Andre menurunkan jeans dan boxer-nya. Sementara aku sudah nungging di pinggiran ranjang. Tanpa ba-bi-bu, Andre menghujamkan penisnya. Tidak terasa sakit, karena diam-diam tadi aku sudah basah saat menggodanya. Dia langsung tancap gas, tidak mau menyiakan waktu. Kelamin kami beradu, mengiringi dendangan suami dari kamar mandi.
Entah karena sudah terbakar birahi, atau vaginaku yang terlalu kuat ngejepit, persetubuhan itu berlangsung sangat kilat. Sesuai namanya, seks kilat. Namun, ada bagusnya juga sih mengingat suami bisa keluar kapan saja. Untuk kali kedua sperma Andre membasahi pantatku. Kali ini aku sempat menyuruh mengambil tissue basah. Kami berciuman singkat, sebelum sama-sama mulai memakai celana. Sambil cengar-cengir berdua.
Setengah jam berlalu. Usai berpamitan dengan ayah, ibu, dan adikku, kami berempat berkendara menuju bandara. Andre duduk di belakang kemudi. Di sebelahnya duduk suamiku. Aku dan si kecil duduk di bangku belakang. Andre dan suamiku ngobrolin pertandingan bola dini hari tadi. Selalu saja terasa canggung sekaligus geli, melihat mereka berdua terlihat begitu akrab. Dua laki-laki yang telah meniduri aku. Hanya satu jam perjalanan, kami sudah sampai di bandara. Andre membantu menurunkan koper dan barang lain, yang ternyata semuanya muat di satu troli.
“Mau ‘pamitan’ dulu sama Andre? Masih ada sejam loh take off-nya.” Suamiku mengerling.
“Nggak usah deh,” sahutku singkat, sambil tersenyum.
Suami tidak tahu kalau tadi saat dia ada di kamar mandi, aku dan Andre sudah ‘pamitan’. Kami pun melambai ke arah Andre, lalu berbarengan melangkah menuju pintu keberangkatan.
.

3 komentar:

  1. Jiahh... adiknya gak dapet jatah

    BalasHapus
  2. Ceritain yang story amanda sama kenalannya buat next story

    BalasHapus
  3. Wah blm ada update baru nih

    BalasHapus