Selasa, 14 Februari 2017

Sebuah Pengakuan


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sudah hampir sebulan Tante Dita tinggal di rumah ortu gue. Tante Dita adalah adik sepupu dari mama. Tante gue itu lagi ngikutin training dari bank tempatnya bekerja. Dia sih pengennya kos saja, tapi mama memaksa buat tinggal bareng kami. Gue jelas nggak keberatan ada Tante Dita di rumah. Siapa yang bakal nolak sebuah ‘pemandangan indah’ kayak itu. Buat gue yang waktu itu masih sekolah, Tante Dita itu sih bak bidadari.
Tidak ada yang istimewa selama adanya Tante Dita. Sampai suatu terjadi kejadian yang merubah segalanya. Merubah total cara pandang gue terhadap tante gue itu.
“Dre, panggilin Tante Dita gih, suruh turun buat sarapan.”
Gue turutin perkataan mama. Gue naik ke lantai dua menuju kamar Tante Dita. Heran juga sih waktu mama bilang kalau tante gue belum berangkat. Bukanlah kebiasaan dia bangun siang.
Berdiri di depan kamar, gue lihat ada celah di pintu. Keinginan untuk mengetuk gue urungkan. Gue intip apa yang terjadi di dalam. Seketika itu gue kaget dengan apa yang gue lihat. Gue lihat Tante Dita baru saja keluar dari kamar mandi. Terburu-buru dengan hanya terbalut handuk. Sepertinya dia nggak sadar dengan pintu kamarnya. Dia juga nggak sadar kalau gue ada disana.
Oh shit!” Seru gue dalam hati waktu balutan handuk itu terlepas.
Itu pertama kali gue ngeliat tubuh Tante Dita seutuhnya. Indah, bahkan lebih indah lagi tanpa sehelai benang. Sesuatu dalam celana gue langsung bereaksi. Lekukan tubuh Tante Dita ternyata begitu mengagumkan. Gue merasa beruntung banget bisa melihatnya langsung. Gue bisa melihat semua, benar-benar semuanya. Dada, pantat, paha, sampai bulu diantara pahanya. Mulai dari dia memakai bra dan celana dalam, sampai seragamnya lengkap terpasang. Kelelakian gue semakin dahsyat bereaksi. Merasa nggak kuat lagi, gue lari ke kamar gue. Di kamar mandi gue langsung buka celana dan beronani. Sumpah kontol gue nganceng banget waktu itu.
“Dre, Andre...” Saat crotan terakhir, terdengar suara mama di luar.
Gue kaget bukan main. Segera saja gue pakai lagi celana dan keluar dari kamar.
“A-ada apa Ma?”
“Kamu kemana aja sih? Disuruh manggil Tante Dita kok malah ngilang.”
 “Ee, anu-anu, Andre tadi ke-kebelet.”
“Dasar kamu ini. Ya udah. Sekarang anterin Tante Dita gih, kasihan kalau musti naik taxi. Biar tantemu nggak telat ngantornya.”
DUEER! Kebayang nggak sih gimana perasaan gue saat itu. Baru saja gue ngintipin bodi seksi tante gue, beronani ngebayangin kemulusannya, sekarang gue musti semobil sama dia. Tapi jelas gue nggak bisa menolak perintah mama. Nggak mau dong kalo gue ntar dikutuk jadi batu. Gue ambil kunci mobil dan segera turun. Sampai ruang makan gue lihat Tante Dita sudah ada disana. Dia nyambut gue dengan senyuman yang super manis.
“Maaf yah Dre, Tante jadi ngerepotin.”
Duh, kenapa kok hari itu suara Tante Dita jadi kedengeran seksi. Serak-serak basah gimana gitu. Bahkan lebih seksi dari desahan bintang bokep di laptop gue.
“Ng-nggak apa-apa Tante. Ki-kita berangkat sekarang?”
Tante Dita mengangguk. Dia lalu melangkah dan gue ngikutin dari belakang. Refleks mata gue langsung tertuju ke pantat tante gue, yang kelihatan lebih montok dari hari-hari sebelumnya. Mungkin karena hari itu gue tahu warna thong yang dipakainya. Kebayang gimana nikmatnya pantat itu diremas-remas waktu doggie. Seperti di film-film tentunya, karena waktu itu pacar saja gue nggak ada. Singkat cerita, di mobil gue mengalami siksaan batin luar biasa. Sama sekali gue nggak konsen sama obrolan Tante Dita. Yang terpikir hanyalah tubuh telanjang tante gue saja. Bahkan di parkiran bank gue sampai harus onani untuk kedua kalinya.
Setelah hari itu, bayang-bayang sintalnya tubuh Tante Dita terus menghiasi hari gue. Menemani mimpi-mimpi basah gue. Setiap gerakannya kini menarik lirikan mata gue. Setiap pakaian yang dipakainya membangkitkan gairah gue. Kedua mata gue mengawasi bak mata elang. Dari tali bra sampai celah rok Tante Dita, tidak ada yang terlewat.
Sampai disuatu hari, fantasi gue ke Tante Dita naik level. Sore-sore gue pulang les tambahan. Kedapatan rumah sepi, hanya ada note dari mama di kulkas. Isinya ngasih tahu kalau ortu datang ke nikahan keluarga jauh. Mumpung suasana mendukung gue mengendap ke kamar Tante Dita. Akhir bulan gini tante gue pasti lembur di kantor, pikirku. Niatnya sih pengen ‘minjem’ daleman untuk bahan coli. Buat catatan, nggak sering kok gue ngelakuin itu. Cuma kalau lagi butuh saja.
Pelan-pelan gue buka pintu kamar. “Damn!” Seru gue dalam hati. Di atas ranjang gue lihat Tante Dita tertidur, masih dengan seragam kerjanya. Awalnya gue pengen ngebatalin niat gue, tapi posisi kaki tante gue yang kebuka bikin gue nekat. Nggak lebar sih, cuma cukup ada celah buat ngeliat isi roknya. Gue lalu mendekat sambil berjinjit.
“Tante Dita, Tante Dita...” Panggil gue agak keras. Memastikan seberapa nyenyak sih dia tidur.
Ternyata tidak ada jawaban. Mungkin tante gue lagi capek. Wajar saja sih, sudah seminggu ini dia musti lembur terus. Melihat situasi aman, kembali gue fokus ke celah roknya. Celana dalam Tante Dita nyembul sedikit diantara pahanya. Glek! Gue nelen ludah. Nekat lalu gue menyentuh bagian itu. Pelan-pelan gue gosok. Sumpah gue deg-degan waktu itu. Ditambah ‘adik’ gue yang mengeras secara otomatis.
“Oohh...” Terdengar desahan dari mulut tante gue. Gosokan langsung gue stop.
Setelah itu tidak terjadi apa-apa. Tante Dita tetap tertidur dengan pulas. Rupanya gosokan tadi memicu alam bawah sadarnya. Itu langsung memunculkan pertanyaan di benak gue. Tante Dita masih perawan nggak sih? Jawabannya baru gue dapat beberapa bulan kemudian. Jawaban yang membuat gue iri banget sama Om Hendra, suami Tante Dita.
Situasi masih aman, kenekatan gue berlanjut. Kali ini mengincar payudara tante gue. Salah satu bagian yang menggoda mata, habis nggak kecil nggak gede. Ngegemesin deh pokoknya. Maunya sih gue buka kancing blusnya, tapi takut mendadak tante bangun. Akhirnya cukup kuelus-elus saja bagian itu. Nggak kerasa apa-apa sih karena cup bra yang cukup tebal, tapi cukup membuat ‘adik’ gue lebih mengeras lagi.
Kenekatan gue meningkat. Gue buka celana dan boxer gue. Ngocok nikmat gue di depan Tante Dita yang tertidur. “Sshh, sshh, sshh...” Gue mendesah-desah. Merasa nggak cukup dengan itu, gue semakin nekat. Gue gosok-gosok kepala kontol ke paha Tante Dita. Rasanya enak banget, mulus. Sambil ngebayangin andai kontol gue itu nyelip diantara pahanya. Bayangin merenggut keperawanan tante gue yang cantik.
“Tante Dita...” Lenguhku pelan.
Terus gue ngalihin kontol ke tangannya. Ngebayangin kontol gue diurut sama jari-jari lentiknya. Sampai akhirnya kepala kontol gue usap-suap dibibirnya. Tahu dong apa yang waktu itu gue bayangin? Gue bayangin disepongin Tante Dita. Sesaat gue mejemin mata. Menghayati gesekan bibir Tante Dita di kontol gue. Sampai tanpa sadar...
“Croot, croot, croot...” Tanpa kuasa lagi gue menahan konak.
Bibir dan wajah cantik Tante Dita langsung dipenuhi pejuh. Gue langsung panik mencari-cari tissue. Nggak gue temuin di kamar itu, lari gue ke kamar sendiri. Masih tidak memakai celana pastinya. Segera gue membersihkan pejuh dari wajah Tante Dita. Bersyukur selama proses itu tante gue tetap terlelap. Selesai itu gue pakai lagi boxer dan celana. Akhirnya gue bisa bernafas lega. Gue perbaiki posisi kaki Tante Dita, dan menutup tubuhnya dengan selimut. Barulah gue ninggalin kamar tante gue itu. Satu yang gue sesalin waktu itu, kenapa nggak gue foto wajah cantik Tante Dita yang belepotan pejuh. Lumayan kan buat kenang-kenangan.
Setelah itu tentu kalian tahu apa yang terjadi antara gue dan Tante Dita. Nggak nyangka kalo ‘hubungan’ gue dan tante gue terus naik level. Saling menelanjangi di rumah Tante Dita, dan adu kelamin kilat di sebuah kamar hotel. Keduanya sungguh luar biasa berkesan bagi gue.
***
“Nggak apa-apa. Nggak usah minta maaf.”
Kalimat itu keluar dari mulutku begitu Andre selesai bercerita. Dia terlihat kaget mendengar kata-kataku itu. Mungkin awalnya dia menyangka akan mendapat reaksi yang berbeda.
“Be-beneran Tante?”
Aku tersenyum dan mengangguk. Tadinya aku sempat kaget ketika Andre menarikku ke dapur. Ternyata dia hanya ingin membuat sebuah pengakuan. Katanya kejadian itu selalu mengganjal pikiran. Dia merasa berdosa telah berbuat itu padaku. Aku sih menganggap itu sebagai kenakalan ‘abege’ normal. Adik kandungku pun melakukan hal yang sama. Hanya saja, ada satu hal yang bisa kupelajari dari pengakuan itu. Selalu ingat mengunci pintu sebelum tidur.
“Makasi Tante. Tante baik banget, jadi makin cinta deh.” Keponakanku itu memelukku erat.
Kubalas pelukannya dengan hangat. Kubelai-belai lalu rambutnya. Ketika pelukan itu terlepas, kami saling melempar senyum. Tanpa kuduga tahu-tahu Andre mendaratkan bibirnya di bibirku. Lalu dia melumat bibirku lembut.
Sadar siapa saja bisa masuk ke dapur, kudorong pelan tubuh Andre menjauh. Bibir kami pun terlepas. “Dre, nanti ada yang ngeliat.”
Andre sepertinya mengerti kekhawatiran-ku. Di ruangan lain seluruh keluarga besar kami sedang berkumpul. Kami sedang berada di sebuah villa, dalam sebuah acara garden party. Sedang ada acara pertunangan dari keponakanku yang lain. Tidak mau dong rahasiaku dan Andre terbongkar di momen seperti itu. Akan jadi skandal besar pastinya.
“Andre kangen banget sama Tante. Kita ke kamar atas aja yuk.”
“Ih ngapain ke kamar?” Tersenyum aku menggodanya.
“Abis masih penasaran nih pengen muasin tante. Andre udah ‘jago’ loh sekarang.” Dia nyengir.
Tidak bisa kutahan tawa mendengar itu. Rupanya dia masih mengingat kejadian terakhir kami. Sepertinya setelah hari itu dia jadi terobsesi padaku. Sekarang Andre sudah memiliki kekasih, dan mereka sudah berhubungan seks. Tentu tidak heran kalau kini dia sudah bisa menggunakan kelaminnya dengan baik. Kupikir obsesinya padaku itu sudah terlupakan. Ternyata belum.
Sebelum aku sempat menjawab, Andre melanjutkan kata-katanya. “...Sekali aja Tante, mumpung Tante ada disini. Please, please, please...”
Melihat situasi villa yang masih sangat ramai, kutolak permintaan Andre. Bukannya menyerah, dia malah memanas-manasi aku. Dia mengingatkan cerita kenakalanku saat masih pacaran. Dulu aku dan suami memang pernah melakukan hal yang sama. Ditengah acara keluarga sembunyi-sembunyi kami masuk ke sebuah kamar. Di dalam kami bercinta, disaat di luar sedang ramai-ramainya. Terkenang aku dengan sensasi yang kurasakan saat itu. Deg-degan, takut, sekaligus horni luar biasa. Sudah lama aku tidak menikmati sensasi macam itu. Mumpung ada kesempatan kenapa tidak? Pikiran nakalku mulai menggoda.
“Tante tetep nggak setuju kalo kita ke kamar atas. Gimana kalo kita pake aja villa sebelah? Tante yang bawa kuncinya nih, tapi jangan bilang-bilang sama Om Hendra ya.” Aku mengerling nakal.
Mendengar itu raut wajah Andre langsung sumringah. Jelas saja dia tidak akan menolak ajakan itu. Bagi aku sendiri kesempatan ini kupakai sebagai ‘selingan’. Sudah lama aku berada di dalam rutinitas seksual ‘normal’. Sedikit ‘ketegangan’ agaknya bagus untuk variasi. Membayangkan itu saja sudah membuat kewanitaaanku berkedut. Kami keluar dari dapur bersama-sama. Beberapa tamu menyapaku dan Andre. Berbasa-basi sebentar lalu kami berpisah. Kami tadi sepakat kalau aku yang duluan ke villa sebelah, baru kemudian Andre menyusul.
Kegelapan malam membuat aku mudah menyelinap. Kubuka pintu villa dan masuk ke dalam. Interior villa disini ternyata tidak berbeda jauh. Ada dua kamar tidur di bawah dan dua lagi diatas. Dilengkapi pula dengan mini bar, bersebelahan dengan dapur. Semua perabot dan furnitur tertata rapi dan bersih. Pada teras belakang dilengkapi taman serta kolam renang. Kupastikan areal sekitar privat dan aman. Sengaja tidak aku nyalakan semua lampu agar keadaan di dalam tidak mencolok.
Tidak lama aku berkeliling, kudengar pintu depan terbuka. Sosok Andre masuk dan melempar senyuman. Dia langsung mendekat dan memelukku. Sedetik kemudian bibirnya sudah mendarat di bibirku. Kali ini kunikmati kulumannya. Termasuk saat lidahnya beradu dengan lidahku.
 “Langsung aja yuk Tante?” tanya Andre meminta ijinku.
Aku menganggukan kepala. Dia lalu menarikku masuk ke kamar tidur. Kami memilih satu yang ada di lantai bawah. Alasannya malas naik tangga. Di dalam Andre mendaratkan bibirnya lagi. Kami kembali saling melumat. Dari ciumannya saja aku tahu ada yang berbeda dari Andre. Dia tidak lagi terburu-buru. Ciumannya terasa lebih lembut. Ditengah ciuman terasa ujung dressku terangkat. Saat terangkat melewati pinggang, aku menghentikannya. Kutarik bibirku.
“Kita quicky aja ya. Nggak usah dibuka.”
“Nggak seru kalo nggak dibuka semua Tante. Apa enaknya coba?”
Sebenarnya aku hanya ingin menggodanya saja. Melihat bagaimana kedewasaan Andre ketika menerima penolakan. Kami terlibat perdebatan. Kali ini tidak perlu sambil berbisik. Harus diakui selain ciuman, kemampuan merayu Andre juga kini meningkat. Kata-kata rayuan darinya benar-benar membuaiku. Tentang bagaimana indah dan wanginya tubuhku, betapa mulus kulitku, dan lain sebagainya. Semua usaha itu pun akhirnya berhasil. Kami mulai saling menelanjangi. Begitu pakaian terakhir terlepas, Andre melontarkan pujian lagi untuk tubuhku. Membuatku tersipu malu. Ciuman kami lalu kembali berlanjut.
“Ssshh, Andre...” desahku pelan.
Tidak perlu banyak usaha kini aku sudah terbaring di ranjang. Tubuh Andre menindihku. Puting kiriku sedang dihisapnya, dan payudara kananku diremasinya. Dia melakukan semua itu dengan lembut. Tidak seperti dulu yang serba terburu-buru. Demikian pula saat menciumi dan menjilati sekujur tubuhku. Semua dilakukan secara telaten dan sabar. Begitu menghayati. Aku dibuatnya bergelinjang hebat di atas ranjang.
“Enak Tante?”
Aku mengangguk. Aku jujur. Ciuman dan jilatan Andre sekarang terasa begitu nikmat.
“Ssshh, Andre, geli, ssshh, ssshh...”
Aku semakin bergelinjang. Kini lidah Andre menari-nari dengan lincah diantara pahaku. Tepat di lubang kemaluanku. Rasanya pun juga berbeda. Kali ini terasa lebih nikmat, jauh lebih nikmat. Membuatku merinding. Membuatku basah dengan cepat.
“Enak Tante?” Untuk kesekian kalinya Andre bertanya. Rupanya memang dia tidak berbohong. Kepuasanku memang menjadi prioritas dia.
Ciuman dan jilatan berlanjut. Membuat aku terus bergelinjang. Perubahan Andre memicu rasa penasaranku. Kalau ciuman dan jilatannya sudah berubah, apakah ‘tusukan’-nya juga berubah? Ternyata tidak perlu waktu lama rasa penasaranku itu terjawab. Andre membuka kedua pahaku lebar-lebar. Kulihat lalu Andre nyengir sambil mengarahkan penisnya, menuju vaginaku.
“Siap-siap yah Tante, Andre mau masukin nih,” ucapnya sambil menggosok-gosokkan kepala penisnya.
Tersenyum aku mendengar itu. Jarang-jarang ada laki-laki yang meminta ijin memasukiku. Hal ini justru mengingatkan aku. Mengingatkan sesuatu yang penting. Karet pengaman.
Begitu kondom terpasang, Andre meminta ijin lagi. Kali ini aku mengangguk sebagai jawaban. Selanjutnya penis itu pun masuk. Andre menekannya dalam-dalam. Matanya terpejam, seolah-olah dia menikmati sekali momen itu. Beberapa detik baru mata itu terbuka. Andre nyengir lagi, baru kemudian mulai menggenjot.
Genjotan pertama aman, genjotan kedua pun demikian. Dilanjutkan kemudian dengan genjotan ketiga, keempat dan seterusnya. Pertanyaanku terjawab. Andre memang sudah banyak berubah. Kini dia sudah bisa memberdayakan kelaminnya dengan baik. Sangat baik malah. Sungguh aku menikmati genjotan penisnya. Dari awal aku tahu kalau Andre hanya perlu ‘latihan’. Apalagi ukuran penisnya termasuk diatas rata-rata.
“Aaahh... aaahh... aaahh...” Tidak bisa aku berhenti mendesah.
Andre terlihat tersenyum bahagia. Dia sepertinya bisa melihat aku menikmati permainan ranjang kami. Obsesinya padaku telah terpuaskan. Aku pun tidak berusaha menutupi hal itu. Kubiarkan dia mewujudkan fantasinya. Menjadi keponakan yang memuaskan sang tante.
“Enak Tante?”
“I-iya Dre, e-enak, aaahh... aaahh...” Sahutku terbata-bata, diantara genjotannya.
Entah berapa lama kami bersetubuh. Yang jelas beberapa kali tubuhku berguling. Berganti dan bertukar posisi. Nungging, menyamping dan posisi lainnya. Kubiarkan Andre puas menikmati tubuhku dari berbagai sisi. Kubiarkan dia memegang kendali. Sampai akhirnya kami melenguh panjang hampir bersamaan. “AAKKHHH...!!” Kami orgasme ditengah nafas yang terengah.
“Terima kasih Tante.”
Andre mengecup keningku. Kami masih berpelukan selepas orgasme tadi. Masih tanpa pakaian. Raut wajah Andre terlihat senang sekali hari itu. Dia memandangi wajahku penuh pesona.
Kuusap rambutnya, dan tersenyum. “Sama-sama Andre.”
Kami berciuman sebelum turun dari ranjang. Mulai mengenakan pakaian masing-masing. Lalu kembali kami berciuman. Sekali lagi Andre mengucapkan terima kasih. Sebenarnya dia meminta jatah sekali lagi, namun kutolak. Kukatakan padanya kalau kami sudah terlalu lama hilang dari kerumunan. Dia pun tidak memaksa. Kuingatkan padanya kalau kejadian ini harus dirahasiakan. Dan dia mengangguk. Kemudian Andre pun menghilang dari balik pintu kamar.
Sepeninggal Andre, aku melangkah menuju pintu teras belakang kamar. Setiap kamar bawah di villa tersebut semuanya memiliki teras belakang. Sedangkan kamar atas dilengkapi balkon. Teras belakang ada yang punya view kolam atau tidak, tergantung dari jenis villanya. Aku buka pintu dan disana berdiri suamiku. Dia tersenyum. Berjalan kudekati dia, kemudian bergelayut manja di lengannya.
“Mama hot banget tadi. Bintang bokep mah lewat,” komentar suamiku.
Aku tersipu. Suamiku memang sudah ada disana sebelum Andre datang. Dia melihat semuanya. Melihat aku dan keponakanku bersetubuh, dari celah korden. Semua ini sudah kami rencanakan. Tanpa sepengetahuan Andre, tentunya. Demi mewujudkan salah satu fantasi nakal suami. Incest tante dan keponakan.
Aku tersenyum. “Bagus deh kalo Papa suka.”
“Papa nganceng banget nih. Quicky yuk Ma.”
“Ih ntar orang-orang nyariin kita loh di villa sebelah.”
“Lima menit aja.”
“Tapi Pa...”
Kalimatku terpotong. Penolakanku berakhir sia-sia. Kembali ujung dress-ku terangkat. Celana dalamku kembali terlepas. Terlempar lalu tergeletak pasrah di atas ranjang. Sedetik kemudian vaginaku lagi-lagi dijejali penis, dalam posisi nungging. Bisa ditebak bagaimana kelanjutannya. Persetubuhan itu tidak berlangsung hanya lima menit. Dan yang pasti tidak berlangsung sekali.
.

3 komentar: