Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Sudah
hampir sebulan Tante Dita tinggal di rumah ortu gue. Tante Dita adalah adik
sepupu dari mama. Tante gue itu lagi ngikutin training dari bank tempatnya
bekerja. Dia sih pengennya kos saja, tapi mama memaksa buat tinggal bareng
kami. Gue jelas nggak keberatan ada Tante Dita di rumah. Siapa yang bakal nolak
sebuah ‘pemandangan indah’ kayak itu. Buat gue yang waktu itu masih sekolah,
Tante Dita itu sih bak bidadari.
Tidak ada
yang istimewa selama adanya Tante Dita. Sampai suatu terjadi kejadian yang
merubah segalanya. Merubah total cara pandang gue terhadap tante gue itu.
“Dre,
panggilin Tante Dita gih, suruh turun buat sarapan.”
Gue
turutin perkataan mama. Gue naik ke lantai dua menuju kamar Tante Dita. Heran
juga sih waktu mama bilang kalau tante gue belum berangkat. Bukanlah kebiasaan
dia bangun siang.
Berdiri
di depan kamar, gue lihat ada celah di pintu. Keinginan untuk mengetuk gue
urungkan. Gue intip apa yang terjadi di dalam. Seketika itu gue kaget dengan
apa yang gue lihat. Gue lihat Tante Dita baru saja keluar dari kamar mandi.
Terburu-buru dengan hanya terbalut handuk. Sepertinya dia nggak sadar dengan pintu
kamarnya. Dia juga nggak sadar kalau gue ada disana.
“Oh shit!” Seru gue dalam hati waktu
balutan handuk itu terlepas.
Itu
pertama kali gue ngeliat tubuh Tante Dita seutuhnya. Indah, bahkan lebih indah
lagi tanpa sehelai benang. Sesuatu dalam celana gue langsung bereaksi. Lekukan
tubuh Tante Dita ternyata begitu mengagumkan. Gue merasa beruntung banget bisa
melihatnya langsung. Gue bisa melihat semua, benar-benar semuanya. Dada,
pantat, paha, sampai bulu diantara pahanya. Mulai dari dia memakai bra dan celana
dalam, sampai seragamnya lengkap terpasang. Kelelakian gue semakin dahsyat
bereaksi. Merasa nggak kuat lagi, gue lari ke kamar gue. Di kamar mandi gue
langsung buka celana dan beronani. Sumpah kontol gue nganceng banget waktu itu.
“Dre,
Andre...” Saat crotan terakhir, terdengar suara mama di luar.
Gue kaget
bukan main. Segera saja gue pakai lagi celana dan keluar dari kamar.
“A-ada
apa Ma?”
“Kamu
kemana aja sih? Disuruh manggil Tante Dita kok malah ngilang.”
“Ee, anu-anu, Andre tadi ke-kebelet.”
“Dasar
kamu ini. Ya udah. Sekarang anterin Tante Dita gih, kasihan kalau musti naik
taxi. Biar tantemu nggak telat ngantornya.”
DUEER!
Kebayang nggak sih gimana perasaan gue saat itu. Baru saja gue ngintipin bodi
seksi tante gue, beronani ngebayangin kemulusannya, sekarang gue musti semobil
sama dia. Tapi jelas gue nggak bisa menolak perintah mama. Nggak mau dong kalo
gue ntar dikutuk jadi batu. Gue ambil kunci mobil dan segera turun. Sampai
ruang makan gue lihat Tante Dita sudah ada disana. Dia nyambut gue dengan
senyuman yang super manis.
“Maaf yah
Dre, Tante jadi ngerepotin.”
Duh,
kenapa kok hari itu suara Tante Dita jadi kedengeran seksi. Serak-serak basah
gimana gitu. Bahkan lebih seksi dari desahan bintang bokep di laptop gue.
“Ng-nggak
apa-apa Tante. Ki-kita berangkat sekarang?”
Tante
Dita mengangguk. Dia lalu melangkah dan gue ngikutin dari belakang. Refleks
mata gue langsung tertuju ke pantat tante gue, yang kelihatan lebih montok dari
hari-hari sebelumnya. Mungkin karena hari itu gue tahu warna thong yang dipakainya. Kebayang gimana
nikmatnya pantat itu diremas-remas waktu doggie.
Seperti di film-film tentunya, karena waktu itu pacar saja gue nggak ada.
Singkat cerita, di mobil gue mengalami siksaan batin luar biasa. Sama sekali
gue nggak konsen sama obrolan Tante Dita. Yang terpikir hanyalah tubuh
telanjang tante gue saja. Bahkan di parkiran bank gue sampai harus onani untuk
kedua kalinya.
Setelah
hari itu, bayang-bayang sintalnya tubuh Tante Dita terus menghiasi hari gue.
Menemani mimpi-mimpi basah gue. Setiap gerakannya kini menarik lirikan mata
gue. Setiap pakaian yang dipakainya membangkitkan gairah gue. Kedua mata gue
mengawasi bak mata elang. Dari tali bra sampai celah rok Tante Dita, tidak ada
yang terlewat.
Sampai
disuatu hari, fantasi gue ke Tante Dita naik level. Sore-sore gue pulang les
tambahan. Kedapatan rumah sepi, hanya ada note
dari mama di kulkas. Isinya ngasih tahu kalau ortu datang ke nikahan keluarga
jauh. Mumpung suasana mendukung gue mengendap ke kamar Tante Dita. Akhir bulan
gini tante gue pasti lembur di kantor, pikirku. Niatnya sih pengen ‘minjem’
daleman untuk bahan coli. Buat catatan, nggak sering kok gue ngelakuin itu.
Cuma kalau lagi butuh saja.
Pelan-pelan
gue buka pintu kamar. “Damn!” Seru
gue dalam hati. Di atas ranjang gue lihat Tante Dita tertidur, masih dengan
seragam kerjanya. Awalnya gue pengen ngebatalin niat gue, tapi posisi kaki
tante gue yang kebuka bikin gue nekat. Nggak lebar sih, cuma cukup ada celah
buat ngeliat isi roknya. Gue lalu mendekat sambil berjinjit.
“Tante
Dita, Tante Dita...” Panggil gue agak keras. Memastikan seberapa nyenyak sih
dia tidur.
Ternyata
tidak ada jawaban. Mungkin tante gue lagi capek. Wajar saja sih, sudah seminggu
ini dia musti lembur terus. Melihat situasi aman, kembali gue fokus ke celah
roknya. Celana dalam Tante Dita nyembul sedikit diantara pahanya. Glek! Gue nelen ludah. Nekat lalu gue
menyentuh bagian itu. Pelan-pelan gue gosok. Sumpah gue deg-degan waktu itu.
Ditambah ‘adik’ gue yang mengeras secara otomatis.
“Oohh...”
Terdengar desahan dari mulut tante gue. Gosokan langsung gue stop.
Setelah
itu tidak terjadi apa-apa. Tante Dita tetap tertidur dengan pulas. Rupanya
gosokan tadi memicu alam bawah sadarnya. Itu langsung memunculkan pertanyaan di
benak gue. Tante Dita masih perawan nggak sih? Jawabannya baru gue dapat
beberapa bulan kemudian. Jawaban yang membuat gue iri banget sama Om Hendra,
suami Tante Dita.
Situasi
masih aman, kenekatan gue berlanjut. Kali ini mengincar payudara tante gue.
Salah satu bagian yang menggoda mata, habis nggak kecil nggak gede. Ngegemesin
deh pokoknya. Maunya sih gue buka kancing blusnya, tapi takut mendadak tante
bangun. Akhirnya cukup kuelus-elus saja bagian itu. Nggak kerasa apa-apa sih
karena cup bra yang cukup tebal, tapi cukup membuat ‘adik’ gue lebih mengeras
lagi.
Kenekatan
gue meningkat. Gue buka celana dan boxer gue. Ngocok nikmat gue di depan Tante
Dita yang tertidur. “Sshh, sshh, sshh...” Gue mendesah-desah. Merasa nggak
cukup dengan itu, gue semakin nekat. Gue gosok-gosok kepala kontol ke paha
Tante Dita. Rasanya enak banget, mulus. Sambil ngebayangin andai kontol gue itu
nyelip diantara pahanya. Bayangin merenggut keperawanan tante gue yang cantik.
“Tante
Dita...” Lenguhku pelan.
Terus gue
ngalihin kontol ke tangannya. Ngebayangin kontol gue diurut sama jari-jari
lentiknya. Sampai akhirnya kepala kontol gue usap-suap dibibirnya. Tahu dong
apa yang waktu itu gue bayangin? Gue bayangin disepongin Tante Dita. Sesaat gue
mejemin mata. Menghayati gesekan bibir Tante Dita di kontol gue. Sampai tanpa
sadar...
“Croot,
croot, croot...” Tanpa kuasa lagi gue menahan konak.
Bibir dan
wajah cantik Tante Dita langsung dipenuhi pejuh. Gue langsung panik
mencari-cari tissue. Nggak gue temuin di kamar itu, lari gue ke kamar sendiri.
Masih tidak memakai celana pastinya. Segera gue membersihkan pejuh dari wajah
Tante Dita. Bersyukur selama proses itu tante gue tetap terlelap. Selesai itu
gue pakai lagi boxer dan celana. Akhirnya gue bisa bernafas lega. Gue perbaiki
posisi kaki Tante Dita, dan menutup tubuhnya dengan selimut. Barulah gue
ninggalin kamar tante gue itu. Satu yang gue sesalin waktu itu, kenapa nggak
gue foto wajah cantik Tante Dita yang belepotan pejuh. Lumayan kan buat
kenang-kenangan.
Setelah
itu tentu kalian tahu apa yang terjadi antara gue dan Tante Dita. Nggak nyangka
kalo ‘hubungan’ gue dan tante gue terus naik level. Saling menelanjangi di
rumah Tante Dita, dan adu kelamin kilat di sebuah kamar hotel. Keduanya sungguh
luar biasa berkesan bagi gue.
***
“Nggak
apa-apa. Nggak usah minta maaf.”
Kalimat
itu keluar dari mulutku begitu Andre selesai bercerita. Dia terlihat kaget
mendengar kata-kataku itu. Mungkin awalnya dia menyangka akan mendapat reaksi
yang berbeda.
“Be-beneran
Tante?”
Aku
tersenyum dan mengangguk. Tadinya aku sempat kaget ketika Andre menarikku ke
dapur. Ternyata dia hanya ingin membuat sebuah pengakuan. Katanya kejadian itu
selalu mengganjal pikiran. Dia merasa berdosa telah berbuat itu padaku. Aku sih
menganggap itu sebagai kenakalan ‘abege’ normal. Adik kandungku pun melakukan hal
yang sama. Hanya saja, ada satu hal yang bisa kupelajari dari pengakuan itu.
Selalu ingat mengunci pintu sebelum tidur.
“Makasi
Tante. Tante baik banget, jadi makin cinta deh.” Keponakanku itu memelukku
erat.
Kubalas
pelukannya dengan hangat. Kubelai-belai lalu rambutnya. Ketika pelukan itu
terlepas, kami saling melempar senyum. Tanpa kuduga tahu-tahu Andre mendaratkan
bibirnya di bibirku. Lalu dia melumat bibirku lembut.
Sadar
siapa saja bisa masuk ke dapur, kudorong pelan tubuh Andre menjauh. Bibir kami
pun terlepas. “Dre, nanti ada yang ngeliat.”
Andre
sepertinya mengerti kekhawatiran-ku. Di ruangan lain seluruh keluarga besar
kami sedang berkumpul. Kami sedang berada di sebuah villa, dalam sebuah acara garden party. Sedang ada acara
pertunangan dari keponakanku yang lain. Tidak mau dong rahasiaku dan Andre
terbongkar di momen seperti itu. Akan jadi skandal besar pastinya.
“Andre
kangen banget sama Tante. Kita ke kamar atas aja yuk.”
“Ih
ngapain ke kamar?” Tersenyum aku menggodanya.
“Abis
masih penasaran nih pengen muasin tante. Andre udah ‘jago’ loh sekarang.” Dia
nyengir.
Tidak
bisa kutahan tawa mendengar itu. Rupanya dia masih mengingat kejadian terakhir
kami. Sepertinya setelah hari itu dia jadi terobsesi padaku. Sekarang Andre
sudah memiliki kekasih, dan mereka sudah berhubungan seks. Tentu tidak heran
kalau kini dia sudah bisa menggunakan kelaminnya dengan baik. Kupikir obsesinya
padaku itu sudah terlupakan. Ternyata belum.
Sebelum
aku sempat menjawab, Andre melanjutkan kata-katanya. “...Sekali aja Tante,
mumpung Tante ada disini. Please, please,
please...”
Melihat
situasi villa yang masih sangat ramai, kutolak permintaan Andre. Bukannya
menyerah, dia malah memanas-manasi aku. Dia mengingatkan cerita kenakalanku
saat masih pacaran. Dulu aku dan suami memang pernah melakukan hal yang sama.
Ditengah acara keluarga sembunyi-sembunyi kami masuk ke sebuah kamar. Di dalam
kami bercinta, disaat di luar sedang ramai-ramainya. Terkenang aku dengan
sensasi yang kurasakan saat itu. Deg-degan, takut, sekaligus horni luar biasa.
Sudah lama aku tidak menikmati sensasi macam itu. Mumpung ada kesempatan kenapa
tidak? Pikiran nakalku mulai menggoda.
“Tante
tetep nggak setuju kalo kita ke kamar atas. Gimana kalo kita pake aja villa
sebelah? Tante yang bawa kuncinya nih, tapi jangan bilang-bilang sama Om Hendra
ya.” Aku mengerling nakal.
Mendengar
itu raut wajah Andre langsung sumringah. Jelas saja dia tidak akan menolak
ajakan itu. Bagi aku sendiri kesempatan ini kupakai sebagai ‘selingan’. Sudah
lama aku berada di dalam rutinitas seksual ‘normal’. Sedikit ‘ketegangan’
agaknya bagus untuk variasi. Membayangkan itu saja sudah membuat kewanitaaanku
berkedut. Kami keluar dari dapur bersama-sama. Beberapa tamu menyapaku dan
Andre. Berbasa-basi sebentar lalu kami berpisah. Kami tadi sepakat kalau aku
yang duluan ke villa sebelah, baru kemudian Andre menyusul.
Kegelapan
malam membuat aku mudah menyelinap. Kubuka pintu villa dan masuk ke dalam.
Interior villa disini ternyata tidak berbeda jauh. Ada dua kamar tidur di bawah
dan dua lagi diatas. Dilengkapi pula dengan mini bar, bersebelahan dengan
dapur. Semua perabot dan furnitur tertata rapi dan bersih. Pada teras belakang
dilengkapi taman serta kolam renang. Kupastikan areal sekitar privat dan aman.
Sengaja tidak aku nyalakan semua lampu agar keadaan di dalam tidak mencolok.
Tidak
lama aku berkeliling, kudengar pintu depan terbuka. Sosok Andre masuk dan
melempar senyuman. Dia langsung mendekat dan memelukku. Sedetik kemudian
bibirnya sudah mendarat di bibirku. Kali ini kunikmati kulumannya. Termasuk
saat lidahnya beradu dengan lidahku.
“Langsung aja yuk Tante?” tanya Andre meminta
ijinku.
Aku
menganggukan kepala. Dia lalu menarikku masuk ke kamar tidur. Kami memilih satu
yang ada di lantai bawah. Alasannya malas naik tangga. Di dalam Andre
mendaratkan bibirnya lagi. Kami kembali saling melumat. Dari ciumannya saja aku
tahu ada yang berbeda dari Andre. Dia tidak lagi terburu-buru. Ciumannya terasa
lebih lembut. Ditengah ciuman terasa ujung dressku terangkat. Saat terangkat
melewati pinggang, aku menghentikannya. Kutarik bibirku.
“Kita quicky aja ya. Nggak usah dibuka.”
“Nggak
seru kalo nggak dibuka semua Tante. Apa enaknya coba?”
Sebenarnya
aku hanya ingin menggodanya saja. Melihat bagaimana kedewasaan Andre ketika
menerima penolakan. Kami terlibat perdebatan. Kali ini tidak perlu sambil
berbisik. Harus diakui selain ciuman, kemampuan merayu Andre juga kini
meningkat. Kata-kata rayuan darinya benar-benar membuaiku. Tentang bagaimana
indah dan wanginya tubuhku, betapa mulus kulitku, dan lain sebagainya. Semua
usaha itu pun akhirnya berhasil. Kami mulai saling menelanjangi. Begitu pakaian
terakhir terlepas, Andre melontarkan pujian lagi untuk tubuhku. Membuatku
tersipu malu. Ciuman kami lalu kembali berlanjut.
“Ssshh,
Andre...” desahku pelan.
Tidak
perlu banyak usaha kini aku sudah terbaring di ranjang. Tubuh Andre menindihku.
Puting kiriku sedang dihisapnya, dan payudara kananku diremasinya. Dia
melakukan semua itu dengan lembut. Tidak seperti dulu yang serba terburu-buru.
Demikian pula saat menciumi dan menjilati sekujur tubuhku. Semua dilakukan
secara telaten dan sabar. Begitu menghayati. Aku dibuatnya bergelinjang hebat
di atas ranjang.
“Enak
Tante?”
Aku
mengangguk. Aku jujur. Ciuman dan jilatan Andre sekarang terasa begitu nikmat.
“Ssshh,
Andre, geli, ssshh, ssshh...”
Aku
semakin bergelinjang. Kini lidah Andre menari-nari dengan lincah diantara
pahaku. Tepat di lubang kemaluanku. Rasanya pun juga berbeda. Kali ini terasa
lebih nikmat, jauh lebih nikmat. Membuatku merinding. Membuatku basah dengan
cepat.
“Enak
Tante?” Untuk kesekian kalinya Andre bertanya. Rupanya memang dia tidak
berbohong. Kepuasanku memang menjadi prioritas dia.
Ciuman
dan jilatan berlanjut. Membuat aku terus bergelinjang. Perubahan Andre memicu
rasa penasaranku. Kalau ciuman dan jilatannya sudah berubah, apakah
‘tusukan’-nya juga berubah? Ternyata tidak perlu waktu lama rasa penasaranku
itu terjawab. Andre membuka kedua pahaku lebar-lebar. Kulihat lalu Andre
nyengir sambil mengarahkan penisnya, menuju vaginaku.
“Siap-siap
yah Tante, Andre mau masukin nih,” ucapnya sambil menggosok-gosokkan kepala
penisnya.
Tersenyum
aku mendengar itu. Jarang-jarang ada laki-laki yang meminta ijin memasukiku.
Hal ini justru mengingatkan aku. Mengingatkan sesuatu yang penting. Karet pengaman.
Begitu
kondom terpasang, Andre meminta ijin lagi. Kali ini aku mengangguk sebagai
jawaban. Selanjutnya penis itu pun masuk. Andre menekannya dalam-dalam. Matanya
terpejam, seolah-olah dia menikmati sekali momen itu. Beberapa detik baru mata
itu terbuka. Andre nyengir lagi, baru kemudian mulai menggenjot.
Genjotan
pertama aman, genjotan kedua pun demikian. Dilanjutkan kemudian dengan genjotan
ketiga, keempat dan seterusnya. Pertanyaanku terjawab. Andre memang sudah
banyak berubah. Kini dia sudah bisa memberdayakan kelaminnya dengan baik.
Sangat baik malah. Sungguh aku menikmati genjotan penisnya. Dari awal aku tahu
kalau Andre hanya perlu ‘latihan’. Apalagi ukuran penisnya termasuk diatas
rata-rata.
“Aaahh...
aaahh... aaahh...” Tidak bisa aku berhenti mendesah.
Andre
terlihat tersenyum bahagia. Dia sepertinya bisa melihat aku menikmati permainan
ranjang kami. Obsesinya padaku telah terpuaskan. Aku pun tidak berusaha
menutupi hal itu. Kubiarkan dia mewujudkan fantasinya. Menjadi keponakan yang
memuaskan sang tante.
“Enak
Tante?”
“I-iya
Dre, e-enak, aaahh... aaahh...” Sahutku terbata-bata, diantara genjotannya.
Entah
berapa lama kami bersetubuh. Yang jelas beberapa kali tubuhku berguling.
Berganti dan bertukar posisi. Nungging, menyamping dan posisi lainnya.
Kubiarkan Andre puas menikmati tubuhku dari berbagai sisi. Kubiarkan dia
memegang kendali. Sampai akhirnya kami melenguh panjang hampir bersamaan.
“AAKKHHH...!!” Kami orgasme ditengah nafas yang terengah.
“Terima
kasih Tante.”
Andre
mengecup keningku. Kami masih berpelukan selepas orgasme tadi. Masih tanpa
pakaian. Raut wajah Andre terlihat senang sekali hari itu. Dia memandangi
wajahku penuh pesona.
Kuusap
rambutnya, dan tersenyum. “Sama-sama Andre.”
Kami
berciuman sebelum turun dari ranjang. Mulai mengenakan pakaian masing-masing.
Lalu kembali kami berciuman. Sekali lagi Andre mengucapkan terima kasih.
Sebenarnya dia meminta jatah sekali lagi, namun kutolak. Kukatakan padanya
kalau kami sudah terlalu lama hilang dari kerumunan. Dia pun tidak memaksa. Kuingatkan
padanya kalau kejadian ini harus dirahasiakan. Dan dia mengangguk. Kemudian
Andre pun menghilang dari balik pintu kamar.
Sepeninggal
Andre, aku melangkah menuju pintu teras belakang kamar. Setiap kamar bawah di
villa tersebut semuanya memiliki teras belakang. Sedangkan kamar atas
dilengkapi balkon. Teras belakang ada yang punya view kolam atau tidak, tergantung dari jenis villanya. Aku buka
pintu dan disana berdiri suamiku. Dia tersenyum. Berjalan kudekati dia,
kemudian bergelayut manja di lengannya.
“Mama hot banget tadi. Bintang bokep mah
lewat,” komentar suamiku.
Aku
tersipu. Suamiku memang sudah ada disana sebelum Andre datang. Dia melihat
semuanya. Melihat aku dan keponakanku bersetubuh, dari celah korden. Semua ini
sudah kami rencanakan. Tanpa sepengetahuan Andre, tentunya. Demi mewujudkan
salah satu fantasi nakal suami. Incest tante
dan keponakan.
Aku
tersenyum. “Bagus deh kalo Papa suka.”
“Papa
nganceng banget nih. Quicky yuk Ma.”
“Ih ntar
orang-orang nyariin kita loh di villa sebelah.”
“Lima
menit aja.”
“Tapi
Pa...”
Kalimatku
terpotong. Penolakanku berakhir sia-sia. Kembali ujung dress-ku terangkat.
Celana dalamku kembali terlepas. Terlempar lalu tergeletak pasrah di atas
ranjang. Sedetik kemudian vaginaku lagi-lagi dijejali penis, dalam posisi
nungging. Bisa ditebak bagaimana kelanjutannya. Persetubuhan itu tidak
berlangsung hanya lima menit. Dan yang pasti tidak berlangsung sekali.
.
uhuyy.. nice story
BalasHapusakhirnya ngepost lagi
BalasHapusEddaan..
BalasHapus