Namaku
Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan
dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Hari itu
aku pulang lebih telat lagi dari biasanya. Sebuah ritual rutin akhir bulan.
Setelah mobil terparkir di garasi, aku beranjak turun. Kulihat mobil suami
sudah ada di garasi. Selesai menutup gerbang, si Mbok menghampiri aku.
“Mbok,
tolong dibawain belanja di jok belakang ya.”
Si Mbok
mengangguk, lalu membuka pintu belakang mobil. Kemudian aku berjalan masuk ke dalam
bersamanya.
“Mama,
mama, mama...”
Anakku
berlarian menghampiri aku. Aku jongkok dan menyambut pelukannya. Dihujaninya aku
dengan ciuman, di pipi kanan dan kiri.
“Mama
lembur terus sih? Katanya janji mau bantu bikin PR,” dia cemberut.
Kudaratkan
ciuman di pipi kirinya. “Maaf ya Dek, abis lemburnya mendadak sih. Besok nggak
lagi kok, tadi udah selesai kerjaannya. Jangan cemberut gitu dong, ntar
gantengnya ilang loh.”
Kembali
anakku merajuk. Habisnya aku memang terlalu sering berjanji pada dia. Berjanji
pulang tidak malam-malam lagi, namun kerap sulit kutepati. Ya namanya juga
pegawai kantoran, kantor kan bukan milik sendiri. Kalau sudah begini terpaksa aku
keluarkan rayuan maut. Beberapa kali cara itu berhasil mengembalikan senyumnya,
termasuk malam itu. Kemudian kugiring anakku ke meja makan. Tadi sempat
kujanjikan dia ayam goreng lalapan.
“Adek
maem duluan ya, mama mau mandi dulu. Nanti mama bantu ngecek PR-nya deh.”
Anakku
mengangguk. Sekali lagi kudaratkan ciuman di pipinya. Beranjak lalu aku naik menuju
kamar tidur. Tas jinjing aku letakkan di meja. Aku hempaskan diri di kursi dan
mulai melepas high heels. Rasanya
lega sekali akhirnya terbebas dari high
heels itu. Menyusul kemudian blazer
dan syal, sebelum membersihkan wajah dari make
up. Tidak lama setelah itu, pintu kamar mandi terbuka. Muncullah suami dari
dalam, dengan hanya terbalut handuk. Dari pantulan kaca kulihat ekspresi
mukanya begitu bahagia. Dia beranjak mendekatiku.
“Papa punya kejutan nih buat
mama,” suami memelukku dari belakang, dan mendaratkan ciuman di pipiku.
Aku
membalikkan badan. “Kejutan apa sih Pa?”
Suami
memintaku menunggu. Dia berjalan cepat menuju koper kerjanya. Dikeluarkannya
sebuah amplop besar warna coklat. Disodorkan amplop tersebut padaku, lalu minta
aku membukanya. Kuikuti maunya. Di dalamnya ada dua rangkap kontrak kerja.
Kubaca isinya dan aku tersenyum. Ternyata apa yang dicita-citakan suami
tercapai. Tender proyek yang dia perjuangkan selama ini tembus. Padahal tadinya
dia sempat was-was. Takut kalau harus kalah dari perusahaan saingan. Aku ucapkan
selamat pada suami dan memeluk dirinya.
“Mama mau
liburan kemana habis ini? Dalam negeri apa luar negeri?” Ucap suami sumringah.
Tersenyum
aku mendengarnya. “Udah, kelarin aja dulu proyeknya, soal liburan kan gampang.”
“Kalo gitu
nggak ada hadiah nih buat keberhasilan Papa?” Suami mengerling.
Mengerti
maksudnya, aku hanya nyengir. “Emang Papa mau hadiah apa?”
“Buat
awal, seks di bathtub oke juga nih.”
Kali ini suami tergelak. Begitu pun diriku.
“Ya udah,
tunggu mama di dalem deh.”
Ekspresi
suami jadi makin sumringah. Didaratkan ciuman di bibirku. Dia menanggalkan
handuk yang melilit pinggang, dan melangkah telanjang ke kamar mandi. Sempat
dia memperlihatkan penisnya yang sudah mengacung. Aku hanya menggeleng melihat
itu. Sepeninggal suami, aku tanggalkan seluruh seragam kerjaku. Kukenakan kimono
untuk menutupi ketelanjangan.
Baru akan
menyusul masuk kamar mandi, kudengar ponselku bergetar. Kuambil ponsel itu dari
dalam tas. Kulihat nomor yang tertera di layar. Berjalan aku ke pojok kamar.
“Halo,”
ucapku sedikit berbisik.
“Halo Dita.
Sudah denger berita baik dari suamimu hari ini?”
Terdengar
suara seorang laki-laki di ujung telepon. Suaranya berat dan berwibawa.
“Sudah
Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya.”
“Sama-sama.
Terus bagaimana dengan kesepakatan kita? Sudah bisa segera direalisasiin dong?”
Menyusul kemudian suara tawa kecil.
“Iya,
silakan Bapak atur saja waktunya. Tapi tolong kalau bisa jangan mendadak ya
Pak, soalnya saya juga harus mengatur jadwal saya.”
“Baik.
Kalau begitu nanti kita ketemu di acara pelantikan. Saya sudah mengundang
suamimu. Disana kita bicarakan lagi soal ini lebih lanjut.”
“Baik
Pak.”
Percakapan
selesai. Tertegun aku sejenak setelahnya. Apa yang telah kulakukan? Tanyaku
dalam hati. Semoga aja aku tidak akan menyesali hal ini.
“Ma, kok
lama sih?” Terdengar suara suami dari dalam.
Lamunan
aku terhenti. Segera kutaruh ponsel di meja. Masalah itu aku pikirkan nanti
saja. Hari ini aku harus melayani suami. Dia sudah bekerja keras untuk keluarga,
maka dia layak mendapat ‘service’
terbaikku malam ini.
***
Suasana
kantor Kementerian hari itu ramai sekali. Pegawai dan undangan berkumpul memakai
pakaian dinas resmi. Laki-lakinya memakai jas hitam, sedangkan para wanita
memakai kebaya. Begitu pun diriku. Hari itu aku menemani suami, menghadiri
acara pelantikan Pak Candra. Aku kurang mengerti tentang jabatannya. Si kecil
tidak kami ajak, karena diundangan menghimbau tidak mengajak anak-anak. Ibu-ibu
Dharma Wanita yang ada memuji penampilanku. Begitu pun para suami mereka
pastinya. Hari itu ada beberapa pejabat yang akan dilantik.
“Bapak
Hendra, anda nampak gagah sekali hari ini,” seorang laki-laki paruh baya
menyapa suami. Suami membalas dengan ucapan terima kasih. Keduanya lalu
bersalaman.
Tubuh
laki-laki itu agak tambun. Rambutnya beruban di beberapa sisi. Sosoknya
mengingatkan aku pada Pak Pram. Hanya saja, laki-laki ini perawakannya lebih
pendek sedikit. Dia adalah Pak Candra, suami biasa memanggilnya Pak Can. Dia
adalah partner bisnis suamiku di Kementerian. Jabatannya kini hanya ada sedikit
lebih rendah dari menteri. Dialah yang menelponku malam itu.
“Dan Ibu
Dita juga cantik sekali hari ini,” Pak Can memandangku sambil tersenyum.
Kuucapkan juga terima kasih atas sanjungannya itu.
Menjelang
tengah hari, Bapak Menteri akhirnya datang. Upacara serimonial pelantikan dimulai.
Pak Candra dan calon-calon pejabat lainnya berdiri berbaris berjejer. Bapak
Menteri memberi sedikit sambutan sebelum melantik mereka. Bersyukur serimonial
itu berlangsung singkat. Aku memang agak kurang suka acara resmi macam itu. Tidak
lama, aku menemani suami menyalami semua pejabat yang dilantik. Acara kemudian
dilanjutkan dengan makan siang dan ramah tamah antar pegawai dan undangan.
Kesempatan ini dimanfaatkan suami untuk bersosialisasi.
Ditengah
percakapan, kurasakan ponselku bergetar. Sebuah pesan singkat dari Pak Can.
Isinya agar aku datang ke kantornya. Aku lalu pamit ke suami, bilang ingin ke
toilet sebentar. Suami mengangguk. Sampai di luar ruangan, aku bertanya ke seorang
panitia dimana letak kantor Pak Can. Melangkah kemudian aku kesana.
“Masuk,”
terdengar suara Pak Can, ketika aku mengetuk pintu.
Di dalam
Pak Can menyambutku dengan senyuman. Tidak dia sia-siakan pula kesempatan untuk
memelukku, termasuk meraba pantatku. Kembali dia memuji kecantikanku hari itu.
Dia bilang aku terlihat anggun dan menawan.
Dia
kemudian meminta ijin untuk mencium bibirku. Mau tidak mau aku harus
mengijinkannya. Itu adalah bagian dari kesepakatan kami. Sebuah kesepakatan barter
atas terpilihnya perusahaan suami sebagai pemenang tender. Iya, gratifikasi
seks itu memang ada dan nyata. Kami sepakat untuk melakukan hubungan seks di
sebuah hotel, diakhir bulan nanti. Mungkin Pak Can tidak kuasa menahan
birahinya, atau mungkin pertemuan kali ini hanya sekedar downpayment. Kuikuti saja permainan laki-laki paruh baya ini.
“Bibirmu
lembut banget, persis seperti apa yang saya bayangkan selama ini,” ujarnya
selesai dia mencumbu bibirku.
Aku hanya
tersenyum. Terlalu sering aku mendengar pujian seperti itu. Bukanlah suatu hal
yang luar biasa.
Kami
kemudian duduk di sofa. Dia mengajakku membicarakan soal kesepakatan kami.
Ternyata apa yang dia mau lebih gila dari yang kuduga. Lagi-lagi aku tidak
kuasa menolak. Walau kontrak kerja dan dokumen lain sudah resmi diterbitkan,
tapi bisa saja direvisi karena alasan tertentu. Alasan di luar kinerja suami
yang sangat kompeten. Aku tahu benar suami sangat ingin proyek itu.
Berkali-kali dia mengungkapkan itu padaku. Katanya dengan modal dari proyek
ini, cukup untuk menutup biaya operasional sampai akhir tahun.
Awalnya bukan
perusahaan suami yang ditunjuk sebagai pemenang. Aku dengar itu dari istri Pak
Can, yang kebetulan dekat denganku. Dia adalah salah satu nasabah prioritasku.
Maka pada satu kesempatan aku dekati Pak Can, lewat istrinya. Semula niatku
hanya ngobrol. Disanalah nego-nego kemudian terjadi. Hanya ada dua pilihan.
Membayar dengan nominal angka fantastis, atau merelakan tubuhku. Agak risih
juga sih, membayangkan tidur dengan suami dari sahabat sendiri. Kesepakatan itu
baru aku terjadi di hari-hari terakhir. Itu pun karena kulihat suami begadang
setiap malam, mengurus tender tersebut. Semula aku sih tak percaya Pak Can punya
wewenang sebesar itu.
Maka
kuiyakan lagi permintaan Pak Can. Sebagai tanda jadi, laki-laki paruh baya itu
berdiri dan membuka celananya. Awalnya dia minta melakukan quicky sex, namun kutolak dengan alasan susah membuka kain yang
membalutku. Alasan itu makin aku perkuat dengan mengaku sedang haid. Aku masih
belum begitu rela vaginaku dinikmati olehnya. Opsi lain pun disepakati.
Aku
jongkok, dan mulai mengulum penis Pak Can. Beruntung dia tidak sekuat yang kusangka.
Penis itu tidak lama ada dalam mulutku. Aku tampung sebentar spermanya dimulut,
sebelum aku muntahkan ke tangan. Aku sedang nggak mood nelan pejuh. Pak Can tidak keberatan dengan itu. Setelahnya kami
lalu berpisah.
“Ke
toilet kok lama banget,” suamiku sedikit protes. Tadinya dia ingin mengenalkan
aku dengan Bapak Menteri.
Aku minta
maaf. Aku bilang tadi sempat ketemu Pak Can, kemudian dia minta ditemani
ngobrol. Nggak sepenuhnya kan aku berbohong. Kuajak lalu suami mengambil
minuman. Mungkin sirup atau minuman bersoda. Rasa pahit di lidahku belum juga
hilang.
***
Tiga hari
setelahnya. Aku berdiri di terminal kedatangan luar negeri. Kerumunan orang muncul
dari dalam koridor. Penerbangan yang aku tunggu sudah mendarat. Aku memegang
selembar kertas bertuliskan sebuah nama, “Mr. Joshua.”
Beberapa
menit berlalu, seorang bule menghampiri aku. Perawakannya tinggi besar, jauh ada
diatasku. Berdiri di depannya membuat aku terlihat mungil. Rambutnya pendek berwarna
coklat agak kemerahan. Hidungnya mancung khas pria Eropa. Setelan kemeja yang
dipakainya sangat fashionable, resmi
tapi terkesan casual, dengan lengan panjang yang terlipat. Cukup membuatku
tertegun beberapa saat.
“I am Joshua. Are you Dita?” Dia
menyodorkan tangannya. Kusambut jabatan tangan itu, sambil melempar tersenyum.“Yes, I am Dita. Nice to meet you Mr. Joshua.”
“Oh, please just call me Josh.” Giliran
dia yang tersenyum.
Kutemani
Joshua berjalan menuju parkiran. Di sana sudah menunggu sopir Pak Candra. Mobil
melaju menuju ke sebuah lokasi, dimana Pak Can akan menyambut. Menemani Joshua
adalah kesepakatan lain antara aku dan Pak Can. Dia minta aku jadi guide untuk klien Kementerian tersebut. Tidak
hanya guide, lebih tepatnya aku
diminta menjadi lady escort. Melayani
seluruh keperluan kliennya itu, termasuk bila Joshua nantinya minta layanan
seks. Makanya di awal tadi aku bilang kesepakatan ini gila.
Joshua
datang ke Indonesia, sebagai perwakilan sebuah perusahaan asing yang akan
menanam modal. Rencana perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi itu, akan
membuka cabang. Joshua ditugasi meninjau lokasi, dan akan tinggal selama dua
hari. Terpaksa aku harus meminta cuti dari kantor. Suami tentu tidak kuberitahu
masalah ini. Tadi pagi aku pamit untuk bekerja.
Semula
aku pikir Joshua itu sudah berumur. Ternyata dia masih muda, mungkin sedikit
diatas usiaku. Tidak menyesal aku mengajukan cuti. Lumayan kalau nanti Joshua kurayu
jadi klienku juga. Sambil menyelam minum wine
nih ceritanya.
Percakapan
bisnis antara Pak Can dan Joshua ternyata tidak berlangsung lama. Yang cukup
lama adalah saat meninjau lokasi tanah, dan gedung yang sedang dibangun. Cukup
besar juga untuk berstatus sebagai kantor cabang, sekaligus pabrik perakitan
produk. Medan yang kami lewati agak sulit. Cukup repot menjaga rok spanku agar
tidak tersingkap. Dalam percakapan tersebut aku bertugas sebagai penerjemah.
Pak Can memang kurang lancar berbahasa inggris. Dia tidak mau memakai salah
satu pegawainya. Kata dia nego-nego ini bersifat rahasia.
“Do you want to go your hotel now?”
Tanyaku, saat pertemuan dengan Pak Can selesai. Memang hari sudah sore, dan
tadi kami dari bandara langsung ke lokasi.
“No, I want to see your city for a while. Besides, this is my first time coming here.”
“Ok, so where do we start?”
“I don’t know. Surprise me.” Joshua
terkekeh. Kubalas dengan senyuman.
Kami pun
naik ke mobilku. Joshua menolak memakai mobil dinas. Yang baru kemudian kutahu
alasan itu agar bisa berduaan denganku. Joshua tidak banyak membawa barang
bawaan. Hanya satu koper dan satu tas ransel. Just a short business travelling, begitu istilah dia.
Maka
kuajak Joshua ke beberapa tempat. Tempat wisata budaya sangat menarik minatnya.
Dia beberapa kali mengambil foto dengan kamera. Untuk blog pribadi katanya. Sambil
berkeliling kami mengobrol tentang berbagai hal. Dari masalah kerjaan, sampai
mengenai masalah pribadi. Aku mengaku sudah berkeluarga, dan dia terkejut
mendengarnya. Dia bilang aku terlihat terlalu muda untuk memiliki anak, sambil
tertawa. Aku merona mendengarnya. Joshua pun mengaku sudah memiliki tunangan. Seorang
model dari Amerika Latin. Mereka sudah cukup lama tinggal bersama. Lama-lama
kami jadi akrab. Kami ternyata memiliki banyak kesamaan.
Diakhir
perjalanan, Joshua mengajakku makan malam. Sebuah restoran fine dinning, dia yang traktir. Sambil makan kami lanjut mengobrol.
Dia begitu tertarik menggali banyak hal tentang diriku. Dia pun juga banyak
bercerita tentang dirinya. Sampai tiba ke sebuah pertanyaan yang menggelitik.
Mengenai cara pandangan aku tentang seks. “Do
you do sex for fun?”
Sedikit
ragu aku menjawabnya, mengingat Joshua ini tamu Kementerian. Akhirnya aku jawab
saja dengan jujur. “Yes, sometimes...”
Joshua
tersenyum. Dia bilang salut dengan kejujuranku.
“Been with Europeans before?” Kembali
Joshua tersenyum.
Aku
tersipu mendengar itu. “No, just local.”
“Want to try?” Kali ini dia mengerling.
Lagi-lagi
aku bingung harus menjawab apa. Dilain pihak Joshua masih menatapku. Menunggu
jawabanku sih tepatnya.
“If I say no, will it have an impact to the
bussines?”
Joshua
tergelak mendengar pertanyaanku. Dia lalu menjelaskan kalau pertanyaan dia tadi
diluar konteks bisnis. Benar-benar murni ditujukan padaku. Semua dokumen sudah berstatus
‘officially signed’. Joshua mengaku saat bertemu di bandara, dia sudah tertarik
padaku. Ditambah obrolan beberapa jam, kian menambah ketertarikannya. Dia tahu
budaya timur dan budaya barat sangat berbeda. Makanya tadi dia bertanya tentang
cara pandangku tentang seks. Di satu sisi, dia tidak mau membuat aku
tersinggung, mengingat aku sudah berkeluarga. Namun di lain sisi, dia sangat
ingin berhubungan seks denganku. Aku akan jadi wanita asia pertama untuknya.
Selain
itu, Joshua juga mengaku sudah diberitahu oleh Pak Can. Kalau nanti tidak ingin
tidur sendiri, Dita bisa menemani. Namun, Joshua tidak ingin begitu saja
menerima informasi itu. Dia ingin aku melakukannya dengan ikhlas, tidak dipaksa.
Kalau pun nanti aku menolak, maka dia tidak akan memaksa.
Aku cukup
tersanjung mendengar penjelasan Joshua itu. Juga atas kejujuran dia. Hanya
saja, aku bilang saat itu belum tahu harus menjawab apa. Jujur saja sosok
Joshua memang begitu kuat memicu birahiku. Sosok pria sempurna seperti tergambar
dalam novel-novel erotis, yang biasa aku baca. Sebuah wujud nyata Christian,
dalam novel Fifty Shades of Grey.
Namun, lagi-lagi sebagai wanita aku harus tarik ulur, agar tidak terlihat
terlalu bernafsu.
“Let’s order dan finish the dessert first.
You are not that horny, aren’t you?” Kusodorkan daftar menu padanya.
Joshua
terkekeh. Diambilnya daftar menu tersebut. Kembali kami ngobrol. Kali ini
membahas tentang negara asalnya, dan negara-negara yang pernah dia kunjungi.
Aku mendengarkan dengan seksama. Kagum aku mendengar perjalanan hidup laki-laki
di depanku. Budaya-budaya negara dalam ceritanya sungguh luar biasa. Cerita itu
dilengkapi dengan menunjukkan beberapa foto di ponselnya. Tidak terasa sore pun
berganti malam. Ditengah obrolan suamiku sempat menelpon. Sudah waktunya
pulang, dan Joshua sendiri mengaku sudah mengantuk.
Tidak
lama kami berdua berjalan di selasar hotel. Kuantar Joshua sampai di depan
pintu kamar.
“So, you are coming or not?” Godanya
sambil nyengir. “Please check under my
bed. I’m afraid there will be a monster there.”
Aku balas
dengan senyuman. Aku menemaninya masuk, semata karena perlu beberapa dokumen
keimigrasian miliknya. Penting untuk mengurus kepulangan Joshua esok hari. Setelah
memfoto dokumen tersebut, aku pamitan padanya.
“Oh no good night kiss for me?”
Tetep ya,
gigih banget ini cowok, aku geli dalam hati. “Just a kiss?” Godaku balik.
“A kiss can be a good start...”
Kami
berdua lalu tertawa bersama-sama. Karena aku juga penasaran dengan sosok
Joshua, maka aku tidak menolak saat dia memelukku. Begitu pula saat dia
mendaratkan bibirnya di bibirku. Kami saling memagut. Birahiku kian terpancing.
Bibir Joshua terasa sangat hangat. Cukup lama saling pagut, tidak ada diantara
kami yang menarik bibir. Bahkan kini lidah kami ikut beradu. Desahan pelan terdengar
beberapa kali.
Ditengah
ciuman panas itu, tangan Joshua bergerak. Membuka satu per satu kancing blouse-ku. Aku tahu itu, tapi aku tidak
menahannya. Aku memang ingin Joshua melakukan itu. Tanganku pun melakukan yang
sama. Saat Joshua merebahkan tubuhku di ranjang, tubuh atas kami sudah
sama-sama polos.
“I love your breast, soft and chewy.”
Joshua mengerling, lalu lanjut mengulumi payudaraku.
Joshua
menikmati sekali kedua payudaraku. Gantian dia cium, jilat, kulum dan remas.
Dibawah sana, celana dalamku sudah basah sekali. Kuusapi rambutnya lembut,
selama dia mengulum.
Puas
menikmati payudara, Joshua mengangkat kepalanya. “Do you mind sucking my cock Dit?”
Aku
menggeleng. Joshua tersenyum senang. Bangkit aku dari posisiku, lalu giliran kuminta
dia yang rebahan. Sambil melempar senyum, kubuka kaitan sabuk Joshua.
Berikutnya kaitan celana. Kutarik lepas celana itu. Joshua membantu dengan
mengangkat sedikit pantatnya. Permukaan boxer
yang dipakai Joshua nampak menonjol. Sumpah, tontolan itu besar sekali. Belum
pernah kulihat tonjolan sebesar itu. Kuusap-usap pelan, sebelum menarik boxer itu turun.
“Why Dit? It’s too big?” Joshua
menggodaku, saat melihat ekspresi wajahku.
“It’s not big. It’s huge!”
Dan aku
tidak bohong. Ternyata benar kata teman-teman wanitaku. Punya bule itu besar,
benar-benar besar. “I think it will be
not fit in my mouth, and also my vagina.”
Joshua
terkekeh. “Don’t force yourself. Just do
your best.”
Mulai aku
mengulum penis jombo itu. Benar saja, baru masuk setengah, ujung penis itu sudah
mentok di tenggorokan. Berusaha aku tidak tersedak selama mengulumnya.
Kuvariasikan dengan jilatan lidah dan kocokan tangan. Telapak tanganku terlihat
mungil saat menggengam penis itu. Joshua tersenyum, melihat aku berusaha
semampuku.
“Ok my turn. Take off your skirt and panty.”
Kuturuti keinginan
dia. Aku berdiri dan melepas sisa pakaian di tubuhku. Joshua ikut membantu. Gantian
lalu aku yang berbaring. “Nice. I like your
pubic hair shape so much,” komentar Joshua saat melihat daerah intimku. Selanjutnya,
dia pun menikmati hidangan yang ada di hadapannya. Vaginaku. Lidahnya menari
lincah disana. Bergelinjang aku dibuatnya. Joshua bukan tipe pria yang grasa-grusu.
Dia nikmati betul setiap momen permainan cinta kami. Tiap jengkal tubuhku dia
jelajahi pelan. Dibuatnya aku basah, benar-benar basah.
“I’ll fuck you now. You’re ready?”
Ujung
penis Joshua sudah ada di depan liang vaginaku. Siap untuk menerobos ke dalam. Birahi
dan ngeri bercampur jadi satu. Aku mengangguk. Aku siap untuk disetubuhi.
“Aaahhhhh...”
Aku melenguh panjang. Pun demikian dengan Joshua. Penis jumbo itu akhirnya
masuk penuh ke dalam. “Damn, your pussy
is so tight Dit!” Memang tadi Joshua cukup kesulitan menghujamkan penisnya
itu. Sejenak sama-sama kami nikmati momen bersatunya kelamin kami.
Pelan-pelan
Joshua memulai genjotannya. Dia melakukan sangat perlahan. Sepertinya dia tidak
mau menyakiti aku. Memang beberapa kali aku merintih. Rasanya liang vaginaku
terasa robek. Sensasinya seperti diperawani untuk kali kedua. Begini toh
rasanya diperawani. Dulu aku tidak sempat merasakannya, karena ada dibawah
pengaruh alkohol. Dinding vaginaku berkontraksi dengan sangat maksimal. Namun,
pelan-pelan otot vaginaku mulai beradaptasi.
Melihat
aku sudah bisa menikmati, Joshua mulai mempercepat permainan.
“Aaahhh,
aaahhh, aaahhh...”
“Ooohhh,
ooohhh, ooohhh...”
Desahan
dan erangan memenuhi penjuru kamar. Berdua kami sama-sama tidak menahan diri.
Kami mengekspresikan kenikmatan itu sebebas mungkin. Begitu pun soal gaya
bercinta. Berkali-kali kami berganti posisi seks, termasuk didalamnya posisi ‘terbang’.
Maksudnya aku disetubuhi dalam gendongan Joshua. Sesuatu yang belum pernah aku alami.
Tubuh Joshua yang kekar dan berotot memudahkan hal itu. Bagi Joshua, tubuhku pasti
sangatlah ringan.
Entah
berapa lama kami bercinta. Aku sudah sejak tadi mencapai orgasme, namun Joshua
masih saja menggenjot. Aku benar-benar dibuat kagum dengan stamina pria ini. Tidak
ada tanda-tanda kelelahan. Sedang tenagaku sendiri sudah terkuras. Bila dia
terus menggenjot, mungkin aku akan mendapatkan orgasme kedua. “Aaakkhhh...” Dan
benar saja. Aku pun orgasme lagi.
“Oohh, oohh,
oohh...” Berselang beberapa menit Joshua mencabut penisnya. Semburan sperma
akhirnya berceceran di paha, perut dan dadaku. Dia cukup sopan untuk tidak
mengeluarkan di dalam ternyata. Padahal tadi kami tidak ada kesepakatan
apa-apa.
Setelah
menenangkan diri, Joshua memelukku. Dia menciumiku dengan mesra. “This is one of the best sex I ever had.
Thank you.”
Begitu
pula denganku. Aku mengatakan itu pada Joshua, dia bangga mendengarnya. Pantas
saja teman-temanku sampai ketagihan dengan penis import. Sampai ada yang enggan ngerasain
lagi penis lokal. Memang benar-benar luar biasa rasanya.
Tidak
sempat kami bermesraan pasca bercinta, atau pun melakukan ronde kedua. Malam
sudah sangat larut, aku harus segera pulang. Joshua tidak menahanku. Dia tahu
keluarga pasti sudah menunggu. Masuk aku ke kamar mandi untuk membersihkan
diri. Lalu memungut pakaian dan mulai memakainya lagi. Joshua hanya menyaksikan
sambil senyum-senyum. Sempat dia memuji lagi keindahan tubuhku. Dia sendiri mengambil
sebuah celana pendek, dan hanya memakai itu.
***
Sesampainya
di rumah, anakku ternyata belum tidur. Begitu pula suami yang lagi nonton bola.
Si kecil merengek minta dikeloni. Kuantar dia ke kamar, untuk berbaring di
ranjang. Kuajak dia mengobrol sambil mengelus-elus rambutnya. Tidak lama si
kecil pun tertidur.
“Adek
sudah bobo?”
Kuanggukan
kepala menjawab pertanyaan suami itu. Duduk kemudian aku disampingnya. Suami
memeluk pinggangku, dan mencium keningku. Rasanya aneh sih habis bercinta
dengan pria lain, lalu bergelayut manja dipelukan suami.
“Tadi
makan malam dulu sama klien,” jawabku saat suami bertanya, “Kok pulangnya malam?”
Bercerita
aku tentang klien dari luar negeri. Tadi sebenarnya aku sudah bercerita di
telpon, tapi pasti suami ingin tahu lebih lengkap. Kuceritakan tentang Joshua,
minus kesepakatan dengan Pak Can dan kejadian di hotel. Bersyukur saat itu tim
kesayangan suami lagi tanding, jadi dia tidak bertanya macam-macam lagi.
Aku lalu
pamit untuk mandi dan ganti pakaian. Setelah itu, meski lelah, kembali kutemani
suami menonton. Berusaha mengurangi rasa bersalah padanya. Termasuk setelah
pertandingan, suami mengajak melakukan hubungan badan. Kulayani dengan segala
tenaga yang ada. Berusaha untuk terlihat menikmati persetubuhan itu. Dan benar lagi
kata teman-temanku. Habis merasakan penis jumbo punya bule, perlu waktu bagi
vagina menyempit lagi.
***
Pagi-pagi
sekali aku sudah tiba di hotel. Tugasku sebagai escort, memang sampai Joshua terbang kembali ke negaranya. Aku
telusuri selasar hotel itu sampai di depan kamar. Kupencet bel, dan tidak lama
pintu pun terbuka. Senyum hangat Joshua menyambutku. Dia menyuruhku masuk. Aneh
juga rasanya ada lagi di kamar, yang kemarin kami pakai bercinta.
Joshua
mengaku baru bangun dan belum mandi. Padahal dia harus terbang jam sepuluh
pagi. Itu artinya tiga jam lagi. Kulihat dia hanya memakai celana pendek, yang
kemarin. Dengan santai Joshua menjelaskan kalau dia sudah me-reschedule tiketnya. Protes dong aku
karena tidak dia beri tahu. Dia malah nyengir saja.
“Take off your clothes Dita, accompany me
taking shower.”
Dahiku
berkerut. “Seriously Josh?”
“Yeah...” sahutnya singkat, sambil
melorotkan celana pendek. Maka kulihat lagi penis jumbo, yang kemarin
mengobrak-abrik vaginaku. “Don’t say that
you’re not enjoyed what happen last night,” Joshua berdiri di depanku,
telanjang. “I want it again, I hope you
do also.”
Dia kemudian
berjalan mendekat. Aku hanya bisa diam mematung, tidak tahu harus melakukan apa.
Bahkan saat Joshua melumat bibirku, aku masih mematung. Pagutan demi pagutan,
pelan-pelan membangkitkan birahiku. Betul kata Joshua, aku juga ingin percintaan
kemarin terulang lagi. Tidak bisa kubohongi diri.
Joshua
mulai menelanjangiku. Mulai dari syal, blazer,
blouse, dan rok spanku. Hari itu
memang aku memakai seragam kerjaku. Karena jadwal tiket Joshua pagi sekali, aku
pikir bisa mampir ke kantor sekembali dari bandara. Dengan begitu aku tidak perlu
bohong lagi pada suami. Ternyata dugaanku salah. Kini aku berdiri telanjang di
depan Joshua, selepas tadi dia menanggalkan bra dan celana dalamku. Digandeng
kemudian aku ke kamar mandi. Tidak perlu waktu lama, kami pun sudah bersetubuh
di bawah kucuran air.
Tidak
hanya berhenti disana, Joshua juga menyetubuhi aku di balkon. Dan menutupnya dengan
dua kali persetubuhan di ranjang. Satu kali sebelum makan siang, dan satu kali
setelahnya.
Di
bandara, Joshua terpaksa berlari-larian. Persetubuhan terakhir kami berlangsung
terlalu lama.
***
Satu minggu
setelahnya.
“Mama, kesini
bentar deh.”
“Ada apa
sih Pa?”
“Udah
kesini aja, buruan.”
Aku yang
sedang memotong wortel, menghentikan kegiatanku. Kuminta si Mbok melanjutkan. Bergegas
aku berjalan menuju ruang tamu. Disana suami minta aku duduk, dan menonton
berita di televisi. Breaking News,
demikian tulisan yang tertera di layar.
Pembaca
berita memberitakan tentang sejumlah pejabat yang ditangkap KPK. Itu loh Komisi
Pemberantasan Korupsi. Kagetlah aku ketika melihat wajah Pak Candra, partner bisnis
suami. Ternyata dia ikut terjaring, terkait sebuah operasi tangkap tangan.
“Proyek
Papa gimana dong?” Tanyaku cemas.
“Nggak
apa-apa sih Ma. Kasus ini kan nggak ada sangkut pautnya sama proyek Papa.”
Aku
menghela nafas lega. Paling tidak segala pengorbanan aku buat suami, tidak
sia-sia. Suami bilang cuma kasihan sama Pak Can. Aku mengamini saja ucapan
suami. Seandainya suami tahu apa yang sebenarnya terjadi, mungkin dia malah
bersyukur Pak Can ditangkap. Biarlah semua ini menjadi ‘rahasia kecil’-ku.
Dua hari
yang lalu Pak Can menelpon. Dia mengabari kalau proyek dengan perusahaan Joshua
berjalan lancar. Selain itu, dia minta bertemu di sebuah hotel, di akhir pekan.
Pak Can mau minta jatahnya, karena kebetulan istrinya sedang keluar kota. Tentu
saja saat itu aku iyakan. Dengan adanya kasus ini tentu aku tidak perlu datang.
Mungkin
vagina saya belumlah rejeki anda Pak Candra.
.
kapan nyoba Penis saya?
BalasHapusWah dah 1 bln nih blm update aja. Btw kenapa ga dimasukin ke cerbung semprot, pasti bakal laris manis
BalasHapusMantap bgt sih, kapan dita lanjut ngentot lagi? Pasti bakal lbh hot kalo ada scene Dita kena gangbang. Huehehe... Ditunggu updatenya ga pake lama
BalasHapusNotty dita..
BalasHapusNotty dita...
BalasHapus