Senin, 08 Mei 2017

Little Secret


Namaku Dita. Ini adalah coretan isengku. Sekedar berbagi memori. Suka silakan dinikmati, tidak suka jangan diambil hati.
***
Hari itu aku pulang lebih telat lagi dari biasanya. Sebuah ritual rutin akhir bulan. Setelah mobil terparkir di garasi, aku beranjak turun. Kulihat mobil suami sudah ada di garasi. Selesai menutup gerbang, si Mbok menghampiri aku.
“Mbok, tolong dibawain belanja di jok belakang ya.”
Si Mbok mengangguk, lalu membuka pintu belakang mobil. Kemudian aku berjalan masuk ke dalam bersamanya.
“Mama, mama, mama...”
Anakku berlarian menghampiri aku. Aku jongkok dan menyambut pelukannya. Dihujaninya aku dengan ciuman, di pipi kanan dan kiri.
“Mama lembur terus sih? Katanya janji mau bantu bikin PR,” dia cemberut.
Kudaratkan ciuman di pipi kirinya. “Maaf ya Dek, abis lemburnya mendadak sih. Besok nggak lagi kok, tadi udah selesai kerjaannya. Jangan cemberut gitu dong, ntar gantengnya ilang loh.”
Kembali anakku merajuk. Habisnya aku memang terlalu sering berjanji pada dia. Berjanji pulang tidak malam-malam lagi, namun kerap sulit kutepati. Ya namanya juga pegawai kantoran, kantor kan bukan milik sendiri. Kalau sudah begini terpaksa aku keluarkan rayuan maut. Beberapa kali cara itu berhasil mengembalikan senyumnya, termasuk malam itu. Kemudian kugiring anakku ke meja makan. Tadi sempat kujanjikan dia ayam goreng lalapan.
“Adek maem duluan ya, mama mau mandi dulu. Nanti mama bantu ngecek PR-nya deh.”
Anakku mengangguk. Sekali lagi kudaratkan ciuman di pipinya. Beranjak lalu aku naik menuju kamar tidur. Tas jinjing aku letakkan di meja. Aku hempaskan diri di kursi dan mulai melepas high heels. Rasanya lega sekali akhirnya terbebas dari high heels itu. Menyusul kemudian blazer dan syal, sebelum membersihkan wajah dari make up. Tidak lama setelah itu, pintu kamar mandi terbuka. Muncullah suami dari dalam, dengan hanya terbalut handuk. Dari pantulan kaca kulihat ekspresi mukanya begitu bahagia. Dia beranjak mendekatiku.
“Papa punya kejutan nih buat mama,” suami memelukku dari belakang, dan mendaratkan ciuman di pipiku.
Aku membalikkan badan. “Kejutan apa sih Pa?”
Suami memintaku menunggu. Dia berjalan cepat menuju koper kerjanya. Dikeluarkannya sebuah amplop besar warna coklat. Disodorkan amplop tersebut padaku, lalu minta aku membukanya. Kuikuti maunya. Di dalamnya ada dua rangkap kontrak kerja. Kubaca isinya dan aku tersenyum. Ternyata apa yang dicita-citakan suami tercapai. Tender proyek yang dia perjuangkan selama ini tembus. Padahal tadinya dia sempat was-was. Takut kalau harus kalah dari perusahaan saingan. Aku ucapkan selamat pada suami dan memeluk dirinya.
“Mama mau liburan kemana habis ini? Dalam negeri apa luar negeri?” Ucap suami sumringah.
Tersenyum aku mendengarnya. “Udah, kelarin aja dulu proyeknya, soal liburan kan gampang.”
“Kalo gitu nggak ada hadiah nih buat keberhasilan Papa?” Suami mengerling.
Mengerti maksudnya, aku hanya nyengir. “Emang Papa mau hadiah apa?”
“Buat awal, seks di bathtub oke juga nih.” Kali ini suami tergelak. Begitu pun diriku.
“Ya udah, tunggu mama di dalem deh.”
Ekspresi suami jadi makin sumringah. Didaratkan ciuman di bibirku. Dia menanggalkan handuk yang melilit pinggang, dan melangkah telanjang ke kamar mandi. Sempat dia memperlihatkan penisnya yang sudah mengacung. Aku hanya menggeleng melihat itu. Sepeninggal suami, aku tanggalkan seluruh seragam kerjaku. Kukenakan kimono untuk menutupi ketelanjangan.
Baru akan menyusul masuk kamar mandi, kudengar ponselku bergetar. Kuambil ponsel itu dari dalam tas. Kulihat nomor yang tertera di layar. Berjalan aku ke pojok kamar.
“Halo,” ucapku sedikit berbisik.
“Halo Dita. Sudah denger berita baik dari suamimu hari ini?”
Terdengar suara seorang laki-laki di ujung telepon. Suaranya berat dan berwibawa.
“Sudah Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya.”
“Sama-sama. Terus bagaimana dengan kesepakatan kita? Sudah bisa segera direalisasiin dong?” Menyusul kemudian suara tawa kecil.
“Iya, silakan Bapak atur saja waktunya. Tapi tolong kalau bisa jangan mendadak ya Pak, soalnya saya juga harus mengatur jadwal saya.”
“Baik. Kalau begitu nanti kita ketemu di acara pelantikan. Saya sudah mengundang suamimu. Disana kita bicarakan lagi soal ini lebih lanjut.”
“Baik Pak.”
Percakapan selesai. Tertegun aku sejenak setelahnya. Apa yang telah kulakukan? Tanyaku dalam hati. Semoga aja aku tidak akan menyesali hal ini.
“Ma, kok lama sih?” Terdengar suara suami dari dalam.
Lamunan aku terhenti. Segera kutaruh ponsel di meja. Masalah itu aku pikirkan nanti saja. Hari ini aku harus melayani suami. Dia sudah bekerja keras untuk keluarga, maka dia layak mendapat ‘service’ terbaikku malam ini.
***
Suasana kantor Kementerian hari itu ramai sekali. Pegawai dan undangan berkumpul memakai pakaian dinas resmi. Laki-lakinya memakai jas hitam, sedangkan para wanita memakai kebaya. Begitu pun diriku. Hari itu aku menemani suami, menghadiri acara pelantikan Pak Candra. Aku kurang mengerti tentang jabatannya. Si kecil tidak kami ajak, karena diundangan menghimbau tidak mengajak anak-anak. Ibu-ibu Dharma Wanita yang ada memuji penampilanku. Begitu pun para suami mereka pastinya. Hari itu ada beberapa pejabat yang akan dilantik.
“Bapak Hendra, anda nampak gagah sekali hari ini,” seorang laki-laki paruh baya menyapa suami. Suami membalas dengan ucapan terima kasih. Keduanya lalu bersalaman.
Tubuh laki-laki itu agak tambun. Rambutnya beruban di beberapa sisi. Sosoknya mengingatkan aku pada Pak Pram. Hanya saja, laki-laki ini perawakannya lebih pendek sedikit. Dia adalah Pak Candra, suami biasa memanggilnya Pak Can. Dia adalah partner bisnis suamiku di Kementerian. Jabatannya kini hanya ada sedikit lebih rendah dari menteri. Dialah yang menelponku malam itu.
“Dan Ibu Dita juga cantik sekali hari ini,” Pak Can memandangku sambil tersenyum. Kuucapkan juga terima kasih atas sanjungannya itu.
Menjelang tengah hari, Bapak Menteri akhirnya datang. Upacara serimonial pelantikan dimulai. Pak Candra dan calon-calon pejabat lainnya berdiri berbaris berjejer. Bapak Menteri memberi sedikit sambutan sebelum melantik mereka. Bersyukur serimonial itu berlangsung singkat. Aku memang agak kurang suka acara resmi macam itu. Tidak lama, aku menemani suami menyalami semua pejabat yang dilantik. Acara kemudian dilanjutkan dengan makan siang dan ramah tamah antar pegawai dan undangan. Kesempatan ini dimanfaatkan suami untuk bersosialisasi.
Ditengah percakapan, kurasakan ponselku bergetar. Sebuah pesan singkat dari Pak Can. Isinya agar aku datang ke kantornya. Aku lalu pamit ke suami, bilang ingin ke toilet sebentar. Suami mengangguk. Sampai di luar ruangan, aku bertanya ke seorang panitia dimana letak kantor Pak Can. Melangkah kemudian aku kesana.
“Masuk,” terdengar suara Pak Can, ketika aku mengetuk pintu.
Di dalam Pak Can menyambutku dengan senyuman. Tidak dia sia-siakan pula kesempatan untuk memelukku, termasuk meraba pantatku. Kembali dia memuji kecantikanku hari itu. Dia bilang aku terlihat anggun dan menawan.
Dia kemudian meminta ijin untuk mencium bibirku. Mau tidak mau aku harus mengijinkannya. Itu adalah bagian dari kesepakatan kami. Sebuah kesepakatan barter atas terpilihnya perusahaan suami sebagai pemenang tender. Iya, gratifikasi seks itu memang ada dan nyata. Kami sepakat untuk melakukan hubungan seks di sebuah hotel, diakhir bulan nanti. Mungkin Pak Can tidak kuasa menahan birahinya, atau mungkin pertemuan kali ini hanya sekedar downpayment. Kuikuti saja permainan laki-laki paruh baya ini.
“Bibirmu lembut banget, persis seperti apa yang saya bayangkan selama ini,” ujarnya selesai dia mencumbu bibirku.
Aku hanya tersenyum. Terlalu sering aku mendengar pujian seperti itu. Bukanlah suatu hal yang luar biasa.
Kami kemudian duduk di sofa. Dia mengajakku membicarakan soal kesepakatan kami. Ternyata apa yang dia mau lebih gila dari yang kuduga. Lagi-lagi aku tidak kuasa menolak. Walau kontrak kerja dan dokumen lain sudah resmi diterbitkan, tapi bisa saja direvisi karena alasan tertentu. Alasan di luar kinerja suami yang sangat kompeten. Aku tahu benar suami sangat ingin proyek itu. Berkali-kali dia mengungkapkan itu padaku. Katanya dengan modal dari proyek ini, cukup untuk menutup biaya operasional sampai akhir tahun.
Awalnya bukan perusahaan suami yang ditunjuk sebagai pemenang. Aku dengar itu dari istri Pak Can, yang kebetulan dekat denganku. Dia adalah salah satu nasabah prioritasku. Maka pada satu kesempatan aku dekati Pak Can, lewat istrinya. Semula niatku hanya ngobrol. Disanalah nego-nego kemudian terjadi. Hanya ada dua pilihan. Membayar dengan nominal angka fantastis, atau merelakan tubuhku. Agak risih juga sih, membayangkan tidur dengan suami dari sahabat sendiri. Kesepakatan itu baru aku terjadi di hari-hari terakhir. Itu pun karena kulihat suami begadang setiap malam, mengurus tender tersebut. Semula aku sih tak percaya Pak Can punya wewenang sebesar itu.
Maka kuiyakan lagi permintaan Pak Can. Sebagai tanda jadi, laki-laki paruh baya itu berdiri dan membuka celananya. Awalnya dia minta melakukan quicky sex, namun kutolak dengan alasan susah membuka kain yang membalutku. Alasan itu makin aku perkuat dengan mengaku sedang haid. Aku masih belum begitu rela vaginaku dinikmati olehnya. Opsi lain pun disepakati.
Aku jongkok, dan mulai mengulum penis Pak Can. Beruntung dia tidak sekuat yang kusangka. Penis itu tidak lama ada dalam mulutku. Aku tampung sebentar spermanya dimulut, sebelum aku muntahkan ke tangan. Aku sedang nggak mood nelan pejuh. Pak Can tidak keberatan dengan itu. Setelahnya kami lalu berpisah.
“Ke toilet kok lama banget,” suamiku sedikit protes. Tadinya dia ingin mengenalkan aku dengan Bapak Menteri.
Aku minta maaf. Aku bilang tadi sempat ketemu Pak Can, kemudian dia minta ditemani ngobrol. Nggak sepenuhnya kan aku berbohong. Kuajak lalu suami mengambil minuman. Mungkin sirup atau minuman bersoda. Rasa pahit di lidahku belum juga hilang.
***
Tiga hari setelahnya. Aku berdiri di terminal kedatangan luar negeri. Kerumunan orang muncul dari dalam koridor. Penerbangan yang aku tunggu sudah mendarat. Aku memegang selembar kertas bertuliskan sebuah nama, “Mr. Joshua.”
Beberapa menit berlalu, seorang bule menghampiri aku. Perawakannya tinggi besar, jauh ada diatasku. Berdiri di depannya membuat aku terlihat mungil. Rambutnya pendek berwarna coklat agak kemerahan. Hidungnya mancung khas pria Eropa. Setelan kemeja yang dipakainya sangat fashionable, resmi tapi terkesan casual, dengan lengan panjang yang terlipat. Cukup membuatku tertegun beberapa saat.
I am Joshua. Are you Dita?” Dia menyodorkan tangannya. Kusambut jabatan tangan itu, sambil melempar tersenyum.“Yes, I am Dita. Nice to meet you Mr. Joshua.
Oh, please just call me Josh.” Giliran dia yang tersenyum.
Kutemani Joshua berjalan menuju parkiran. Di sana sudah menunggu sopir Pak Candra. Mobil melaju menuju ke sebuah lokasi, dimana Pak Can akan menyambut. Menemani Joshua adalah kesepakatan lain antara aku dan Pak Can. Dia minta aku jadi guide untuk klien Kementerian tersebut. Tidak hanya guide, lebih tepatnya aku diminta menjadi lady escort. Melayani seluruh keperluan kliennya itu, termasuk bila Joshua nantinya minta layanan seks. Makanya di awal tadi aku bilang kesepakatan ini gila.
Joshua datang ke Indonesia, sebagai perwakilan sebuah perusahaan asing yang akan menanam modal. Rencana perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi itu, akan membuka cabang. Joshua ditugasi meninjau lokasi, dan akan tinggal selama dua hari. Terpaksa aku harus meminta cuti dari kantor. Suami tentu tidak kuberitahu masalah ini. Tadi pagi aku pamit untuk bekerja.
Semula aku pikir Joshua itu sudah berumur. Ternyata dia masih muda, mungkin sedikit diatas usiaku. Tidak menyesal aku mengajukan cuti. Lumayan kalau nanti Joshua kurayu jadi klienku juga. Sambil menyelam minum wine nih ceritanya.
Percakapan bisnis antara Pak Can dan Joshua ternyata tidak berlangsung lama. Yang cukup lama adalah saat meninjau lokasi tanah, dan gedung yang sedang dibangun. Cukup besar juga untuk berstatus sebagai kantor cabang, sekaligus pabrik perakitan produk. Medan yang kami lewati agak sulit. Cukup repot menjaga rok spanku agar tidak tersingkap. Dalam percakapan tersebut aku bertugas sebagai penerjemah. Pak Can memang kurang lancar berbahasa inggris. Dia tidak mau memakai salah satu pegawainya. Kata dia nego-nego ini bersifat rahasia.
Do you want to go your hotel now?” Tanyaku, saat pertemuan dengan Pak Can selesai. Memang hari sudah sore, dan tadi kami dari bandara langsung ke lokasi.
No, I want to see your city for a while. Besides, this is my first time coming here.”
Ok, so where do we start?
I don’t know. Surprise me.” Joshua terkekeh. Kubalas dengan senyuman.
Kami pun naik ke mobilku. Joshua menolak memakai mobil dinas. Yang baru kemudian kutahu alasan itu agar bisa berduaan denganku. Joshua tidak banyak membawa barang bawaan. Hanya satu koper dan satu tas ransel. Just a short business travelling, begitu istilah dia.
Maka kuajak Joshua ke beberapa tempat. Tempat wisata budaya sangat menarik minatnya. Dia beberapa kali mengambil foto dengan kamera. Untuk blog pribadi katanya. Sambil berkeliling kami mengobrol tentang berbagai hal. Dari masalah kerjaan, sampai mengenai masalah pribadi. Aku mengaku sudah berkeluarga, dan dia terkejut mendengarnya. Dia bilang aku terlihat terlalu muda untuk memiliki anak, sambil tertawa. Aku merona mendengarnya. Joshua pun mengaku sudah memiliki tunangan. Seorang model dari Amerika Latin. Mereka sudah cukup lama tinggal bersama. Lama-lama kami jadi akrab. Kami ternyata memiliki banyak kesamaan.
Diakhir perjalanan, Joshua mengajakku makan malam. Sebuah restoran fine dinning, dia yang traktir. Sambil makan kami lanjut mengobrol. Dia begitu tertarik menggali banyak hal tentang diriku. Dia pun juga banyak bercerita tentang dirinya. Sampai tiba ke sebuah pertanyaan yang menggelitik. Mengenai cara pandangan aku tentang seks. “Do you do sex for fun?
Sedikit ragu aku menjawabnya, mengingat Joshua ini tamu Kementerian. Akhirnya aku jawab saja dengan jujur. “Yes, sometimes...
Joshua tersenyum. Dia bilang salut dengan kejujuranku.
Been with Europeans before?” Kembali Joshua tersenyum.
Aku tersipu mendengar itu. “No, just local.
Want to try?” Kali ini dia mengerling.
Lagi-lagi aku bingung harus menjawab apa. Dilain pihak Joshua masih menatapku. Menunggu jawabanku sih tepatnya.
If I say no, will it have an impact to the bussines?
Joshua tergelak mendengar pertanyaanku. Dia lalu menjelaskan kalau pertanyaan dia tadi diluar konteks bisnis. Benar-benar murni ditujukan padaku. Semua dokumen sudah berstatus ‘officially signed’. Joshua mengaku saat bertemu di bandara, dia sudah tertarik padaku. Ditambah obrolan beberapa jam, kian menambah ketertarikannya. Dia tahu budaya timur dan budaya barat sangat berbeda. Makanya tadi dia bertanya tentang cara pandangku tentang seks. Di satu sisi, dia tidak mau membuat aku tersinggung, mengingat aku sudah berkeluarga. Namun di lain sisi, dia sangat ingin berhubungan seks denganku. Aku akan jadi wanita asia pertama untuknya.
Selain itu, Joshua juga mengaku sudah diberitahu oleh Pak Can. Kalau nanti tidak ingin tidur sendiri, Dita bisa menemani. Namun, Joshua tidak ingin begitu saja menerima informasi itu. Dia ingin aku melakukannya dengan ikhlas, tidak dipaksa. Kalau pun nanti aku menolak, maka dia tidak akan memaksa.
Aku cukup tersanjung mendengar penjelasan Joshua itu. Juga atas kejujuran dia. Hanya saja, aku bilang saat itu belum tahu harus menjawab apa. Jujur saja sosok Joshua memang begitu kuat memicu birahiku. Sosok pria sempurna seperti tergambar dalam novel-novel erotis, yang biasa aku baca. Sebuah wujud nyata Christian, dalam novel Fifty Shades of Grey. Namun, lagi-lagi sebagai wanita aku harus tarik ulur, agar tidak terlihat terlalu bernafsu.
Let’s order dan finish the dessert first. You are not that horny, aren’t you?” Kusodorkan daftar menu padanya.
Joshua terkekeh. Diambilnya daftar menu tersebut. Kembali kami ngobrol. Kali ini membahas tentang negara asalnya, dan negara-negara yang pernah dia kunjungi. Aku mendengarkan dengan seksama. Kagum aku mendengar perjalanan hidup laki-laki di depanku. Budaya-budaya negara dalam ceritanya sungguh luar biasa. Cerita itu dilengkapi dengan menunjukkan beberapa foto di ponselnya. Tidak terasa sore pun berganti malam. Ditengah obrolan suamiku sempat menelpon. Sudah waktunya pulang, dan Joshua sendiri mengaku sudah mengantuk.
Tidak lama kami berdua berjalan di selasar hotel. Kuantar Joshua sampai di depan pintu kamar.
So, you are coming or not?” Godanya sambil nyengir. “Please check under my bed. I’m afraid there will be a monster there.”
Aku balas dengan senyuman. Aku menemaninya masuk, semata karena perlu beberapa dokumen keimigrasian miliknya. Penting untuk mengurus kepulangan Joshua esok hari. Setelah memfoto dokumen tersebut, aku pamitan padanya.
Oh no good night kiss for me?
Tetep ya, gigih banget ini cowok, aku geli dalam hati. “Just a kiss?” Godaku balik.
A kiss can be a good start...
Kami berdua lalu tertawa bersama-sama. Karena aku juga penasaran dengan sosok Joshua, maka aku tidak menolak saat dia memelukku. Begitu pula saat dia mendaratkan bibirnya di bibirku. Kami saling memagut. Birahiku kian terpancing. Bibir Joshua terasa sangat hangat. Cukup lama saling pagut, tidak ada diantara kami yang menarik bibir. Bahkan kini lidah kami ikut beradu. Desahan pelan terdengar beberapa kali.
Ditengah ciuman panas itu, tangan Joshua bergerak. Membuka satu per satu kancing blouse-ku. Aku tahu itu, tapi aku tidak menahannya. Aku memang ingin Joshua melakukan itu. Tanganku pun melakukan yang sama. Saat Joshua merebahkan tubuhku di ranjang, tubuh atas kami sudah sama-sama polos.
I love your breast, soft and chewy.” Joshua mengerling, lalu lanjut mengulumi payudaraku.
Joshua menikmati sekali kedua payudaraku. Gantian dia cium, jilat, kulum dan remas. Dibawah sana, celana dalamku sudah basah sekali. Kuusapi rambutnya lembut, selama dia mengulum.
Puas menikmati payudara, Joshua mengangkat kepalanya. “Do you mind sucking my cock Dit?
Aku menggeleng. Joshua tersenyum senang. Bangkit aku dari posisiku, lalu giliran kuminta dia yang rebahan. Sambil melempar senyum, kubuka kaitan sabuk Joshua. Berikutnya kaitan celana. Kutarik lepas celana itu. Joshua membantu dengan mengangkat sedikit pantatnya. Permukaan boxer yang dipakai Joshua nampak menonjol. Sumpah, tontolan itu besar sekali. Belum pernah kulihat tonjolan sebesar itu. Kuusap-usap pelan, sebelum menarik boxer itu turun.
Why Dit? It’s too big?” Joshua menggodaku, saat melihat ekspresi wajahku.
It’s not big. It’s huge!
Dan aku tidak bohong. Ternyata benar kata teman-teman wanitaku. Punya bule itu besar, benar-benar besar. “I think it will be not fit in my mouth, and also my vagina.
Joshua terkekeh. “Don’t force yourself. Just do your best.
Mulai aku mengulum penis jombo itu. Benar saja, baru masuk setengah, ujung penis itu sudah mentok di tenggorokan. Berusaha aku tidak tersedak selama mengulumnya. Kuvariasikan dengan jilatan lidah dan kocokan tangan. Telapak tanganku terlihat mungil saat menggengam penis itu. Joshua tersenyum, melihat aku berusaha semampuku.
Ok my turn. Take off your skirt and panty.
Kuturuti keinginan dia. Aku berdiri dan melepas sisa pakaian di tubuhku. Joshua ikut membantu. Gantian lalu aku yang berbaring. “Nice. I like your pubic hair shape so much,” komentar Joshua saat melihat daerah intimku. Selanjutnya, dia pun menikmati hidangan yang ada di hadapannya. Vaginaku. Lidahnya menari lincah disana. Bergelinjang aku dibuatnya. Joshua bukan tipe pria yang grasa-grusu. Dia nikmati betul setiap momen permainan cinta kami. Tiap jengkal tubuhku dia jelajahi pelan. Dibuatnya aku basah, benar-benar basah.
I’ll fuck you now. You’re ready?
Ujung penis Joshua sudah ada di depan liang vaginaku. Siap untuk menerobos ke dalam. Birahi dan ngeri bercampur jadi satu. Aku mengangguk. Aku siap untuk disetubuhi.
“Aaahhhhh...” Aku melenguh panjang. Pun demikian dengan Joshua. Penis jumbo itu akhirnya masuk penuh ke dalam. “Damn, your pussy is so tight Dit!” Memang tadi Joshua cukup kesulitan menghujamkan penisnya itu. Sejenak sama-sama kami nikmati momen bersatunya kelamin kami.
Pelan-pelan Joshua memulai genjotannya. Dia melakukan sangat perlahan. Sepertinya dia tidak mau menyakiti aku. Memang beberapa kali aku merintih. Rasanya liang vaginaku terasa robek. Sensasinya seperti diperawani untuk kali kedua. Begini toh rasanya diperawani. Dulu aku tidak sempat merasakannya, karena ada dibawah pengaruh alkohol. Dinding vaginaku berkontraksi dengan sangat maksimal. Namun, pelan-pelan otot vaginaku mulai beradaptasi.
Melihat aku sudah bisa menikmati, Joshua mulai mempercepat permainan.
“Aaahhh, aaahhh, aaahhh...”
“Ooohhh, ooohhh, ooohhh...”
Desahan dan erangan memenuhi penjuru kamar. Berdua kami sama-sama tidak menahan diri. Kami mengekspresikan kenikmatan itu sebebas mungkin. Begitu pun soal gaya bercinta. Berkali-kali kami berganti posisi seks, termasuk didalamnya posisi ‘terbang’. Maksudnya aku disetubuhi dalam gendongan Joshua. Sesuatu yang belum pernah aku alami. Tubuh Joshua yang kekar dan berotot memudahkan hal itu. Bagi Joshua, tubuhku pasti sangatlah ringan.
Entah berapa lama kami bercinta. Aku sudah sejak tadi mencapai orgasme, namun Joshua masih saja menggenjot. Aku benar-benar dibuat kagum dengan stamina pria ini. Tidak ada tanda-tanda kelelahan. Sedang tenagaku sendiri sudah terkuras. Bila dia terus menggenjot, mungkin aku akan mendapatkan orgasme kedua. “Aaakkhhh...” Dan benar saja. Aku pun orgasme lagi.
“Oohh, oohh, oohh...” Berselang beberapa menit Joshua mencabut penisnya. Semburan sperma akhirnya berceceran di paha, perut dan dadaku. Dia cukup sopan untuk tidak mengeluarkan di dalam ternyata. Padahal tadi kami tidak ada kesepakatan apa-apa.
Setelah menenangkan diri, Joshua memelukku. Dia menciumiku dengan mesra. “This is one of the best sex I ever had. Thank you.
Begitu pula denganku. Aku mengatakan itu pada Joshua, dia bangga mendengarnya. Pantas saja teman-temanku sampai ketagihan dengan penis import. Sampai ada yang enggan ngerasain lagi penis lokal. Memang benar-benar luar biasa rasanya.
Tidak sempat kami bermesraan pasca bercinta, atau pun melakukan ronde kedua. Malam sudah sangat larut, aku harus segera pulang. Joshua tidak menahanku. Dia tahu keluarga pasti sudah menunggu. Masuk aku ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Lalu memungut pakaian dan mulai memakainya lagi. Joshua hanya menyaksikan sambil senyum-senyum. Sempat dia memuji lagi keindahan tubuhku. Dia sendiri mengambil sebuah celana pendek, dan hanya memakai itu.
***
Sesampainya di rumah, anakku ternyata belum tidur. Begitu pula suami yang lagi nonton bola. Si kecil merengek minta dikeloni. Kuantar dia ke kamar, untuk berbaring di ranjang. Kuajak dia mengobrol sambil mengelus-elus rambutnya. Tidak lama si kecil pun tertidur.
“Adek sudah bobo?”
Kuanggukan kepala menjawab pertanyaan suami itu. Duduk kemudian aku disampingnya. Suami memeluk pinggangku, dan mencium keningku. Rasanya aneh sih habis bercinta dengan pria lain, lalu bergelayut manja dipelukan suami.
“Tadi makan malam dulu sama klien,” jawabku saat suami bertanya, “Kok pulangnya malam?”
Bercerita aku tentang klien dari luar negeri. Tadi sebenarnya aku sudah bercerita di telpon, tapi pasti suami ingin tahu lebih lengkap. Kuceritakan tentang Joshua, minus kesepakatan dengan Pak Can dan kejadian di hotel. Bersyukur saat itu tim kesayangan suami lagi tanding, jadi dia tidak bertanya macam-macam lagi.
Aku lalu pamit untuk mandi dan ganti pakaian. Setelah itu, meski lelah, kembali kutemani suami menonton. Berusaha mengurangi rasa bersalah padanya. Termasuk setelah pertandingan, suami mengajak melakukan hubungan badan. Kulayani dengan segala tenaga yang ada. Berusaha untuk terlihat menikmati persetubuhan itu. Dan benar lagi kata teman-temanku. Habis merasakan penis jumbo punya bule, perlu waktu bagi vagina menyempit lagi.
***
Pagi-pagi sekali aku sudah tiba di hotel. Tugasku sebagai escort, memang sampai Joshua terbang kembali ke negaranya. Aku telusuri selasar hotel itu sampai di depan kamar. Kupencet bel, dan tidak lama pintu pun terbuka. Senyum hangat Joshua menyambutku. Dia menyuruhku masuk. Aneh juga rasanya ada lagi di kamar, yang kemarin kami pakai bercinta.
Joshua mengaku baru bangun dan belum mandi. Padahal dia harus terbang jam sepuluh pagi. Itu artinya tiga jam lagi. Kulihat dia hanya memakai celana pendek, yang kemarin. Dengan santai Joshua menjelaskan kalau dia sudah me-reschedule tiketnya. Protes dong aku karena tidak dia beri tahu. Dia malah nyengir saja.
Take off your clothes Dita, accompany me taking shower.
Dahiku berkerut. “Seriously Josh?
Yeah...” sahutnya singkat, sambil melorotkan celana pendek. Maka kulihat lagi penis jumbo, yang kemarin mengobrak-abrik vaginaku. “Don’t say that you’re not enjoyed what happen last night,” Joshua berdiri di depanku, telanjang. “I want it again, I hope you do also.
Dia kemudian berjalan mendekat. Aku hanya bisa diam mematung, tidak tahu harus melakukan apa. Bahkan saat Joshua melumat bibirku, aku masih mematung. Pagutan demi pagutan, pelan-pelan membangkitkan birahiku. Betul kata Joshua, aku juga ingin percintaan kemarin terulang lagi. Tidak bisa kubohongi diri.
Joshua mulai menelanjangiku. Mulai dari syal, blazer, blouse, dan rok spanku. Hari itu memang aku memakai seragam kerjaku. Karena jadwal tiket Joshua pagi sekali, aku pikir bisa mampir ke kantor sekembali dari bandara. Dengan begitu aku tidak perlu bohong lagi pada suami. Ternyata dugaanku salah. Kini aku berdiri telanjang di depan Joshua, selepas tadi dia menanggalkan bra dan celana dalamku. Digandeng kemudian aku ke kamar mandi. Tidak perlu waktu lama, kami pun sudah bersetubuh di bawah kucuran air.
Tidak hanya berhenti disana, Joshua juga menyetubuhi aku di balkon. Dan menutupnya dengan dua kali persetubuhan di ranjang. Satu kali sebelum makan siang, dan satu kali setelahnya.
Di bandara, Joshua terpaksa berlari-larian. Persetubuhan terakhir kami berlangsung terlalu lama.
***
Satu minggu setelahnya.
“Mama, kesini bentar deh.”
“Ada apa sih Pa?”
“Udah kesini aja, buruan.”
Aku yang sedang memotong wortel, menghentikan kegiatanku. Kuminta si Mbok melanjutkan. Bergegas aku berjalan menuju ruang tamu. Disana suami minta aku duduk, dan menonton berita di televisi. Breaking News, demikian tulisan yang tertera di layar.
Pembaca berita memberitakan tentang sejumlah pejabat yang ditangkap KPK. Itu loh Komisi Pemberantasan Korupsi. Kagetlah aku ketika melihat wajah Pak Candra, partner bisnis suami. Ternyata dia ikut terjaring, terkait sebuah operasi tangkap tangan.
“Proyek Papa gimana dong?” Tanyaku cemas.
“Nggak apa-apa sih Ma. Kasus ini kan nggak ada sangkut pautnya sama proyek Papa.”
Aku menghela nafas lega. Paling tidak segala pengorbanan aku buat suami, tidak sia-sia. Suami bilang cuma kasihan sama Pak Can. Aku mengamini saja ucapan suami. Seandainya suami tahu apa yang sebenarnya terjadi, mungkin dia malah bersyukur Pak Can ditangkap. Biarlah semua ini menjadi ‘rahasia kecil’-ku.
Dua hari yang lalu Pak Can menelpon. Dia mengabari kalau proyek dengan perusahaan Joshua berjalan lancar. Selain itu, dia minta bertemu di sebuah hotel, di akhir pekan. Pak Can mau minta jatahnya, karena kebetulan istrinya sedang keluar kota. Tentu saja saat itu aku iyakan. Dengan adanya kasus ini tentu aku tidak perlu datang.
Mungkin vagina saya belumlah rejeki anda Pak Candra.
.

5 komentar:

  1. Wah dah 1 bln nih blm update aja. Btw kenapa ga dimasukin ke cerbung semprot, pasti bakal laris manis

    BalasHapus
  2. Mantap bgt sih, kapan dita lanjut ngentot lagi? Pasti bakal lbh hot kalo ada scene Dita kena gangbang. Huehehe... Ditunggu updatenya ga pake lama

    BalasHapus